ANCAMAN KEMISKINAN EKSTRIM TERHADAP MASA DEPAN GENERASI


Oleh: Sifi Nurul Islam
Muslimah Peduli Umat

Kemiskinan ekstrem adalah kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, yaitu makanan, air bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan akses informasi.

Jumlah anak di seluruh dunia yang tak memiliki akses perlindungan sosial (perlinsos) apa pun mencapai setidaknya 1,4 miliar. Ini merupakan anak di bawah usia 16 tahun berdasarkan data dari lembaga PBB dan badan amal Inggris Save the Children.

Tak adanya akses perlinsos ini membuat anak-anak lebih rentan penyakit, gizi buruk dan terpapar kemiskinan.

Data tersebut dikumpulkan oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO), Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) dan Save the Children.

Di negara-negara berpendapatan rendah, hanya satu dari 10 anak, bahkan kurang, yang mempunyai akses terhadap tunjangan anak. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan cakupan yang dinikmati oleh anak-anak di negara-negara berpendapatan tinggi.

Secara global, terdapat 333 juta anak yang hidup dalam kemiskinan ekstrem, berjuang untuk bertahan hidup dengan pendapatan kurang dari 2,15 dolar AS (Rp33.565) per hari, dan hampir satu miliar anak hidup dalam kemiskinan multidimensi,” kata Direktur Global Kebijakan Sosial dan Perlindungan Sosial UNICEF, Natalia Winder Rossi, dikutip dari Antara, Kamis (15/2).

Kondisi ini menjadi ancaman terhadap keselamatan generasi dan masa depan bangsa.

Sebenarnya, jika kita cermati, ancaman kemiskinan ekstrem, gizi buruk, hingga kelaparan yang dihadapi anak-anak, bukan karena rendah atau tingginya cakupan tunjangan anak, melainkan lebih kepada penerapan sistem kapitalisme secara global. Sebagai contoh, di negara-negara berpendapatan rendah, tingkat cakupan tunjangan masih sangat rendah, yaitu sekitar 9%. Sementara itu, di negara-negara berpendapatan tinggi, 84,6% anak-anak telah tercakup dalam program tunjangan tersebut. Tunjangan rendah kerap dihadapi negara dengan pendapatan rendah.

Inilah bentuk kegagalan sistem Kapitalisme dalam pengentasan kemiskinan. Untuk bisa keluar dari masalah kemiskinan tentu tak semudah membalik telapak tangan dan secepat meluncurnya kereta cepat. Ada tahapannya dan dilakukan secara terencana. Apalagi bila yang menjadi sasaran tidak mudah diidentifikasi, seperti kelompok yang terpinggirkan, tinggal di daerah terpencil atau kelompok sangat miskin tanpa kartu identitas.

Beberapa masalah yang harus diurai, diantaranya:

Pertama, masalah keberpihakan. Kesenjangan ekonomi di negeri ini sangat tajam, yang kaya sangat mudah menumpuk cuan dan si miskin terseok-seok hanya untuk sesuap nasi. Kebijakan yang diambil negara seyogyanya lebih diprioritaskan pada mereka yang membutuhkan bukan kepada pemodal besar yang dipasaran berhasil menggilas industri kecil/UMKM hingga membuatnya bangkrut.

Kedua, sebagai negara agraris sektor pertanian cenderung diabaikan. Kurangnya pengetahuan petani dalam mengelola lahan pertanian membuat hasil produksi tidak maksimal. Butuh peran negara untuk membina agar bisa menjadi petani yang handal dan lebih modern dalam mengelola lahan pertanian. Tentunya juga membutuhkan suntikan modal untuk pengadaan alat-alat pertanian berteknologi tinggi.

Ketiga, Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya dengan sumber daya alam. Bila itu dikelola sendiri dan tidak diserahkan pada swasta/asing pasti manfaatnya akan dirasakan seluruh rakyat bukan pada segelintir orang saja.

Tentu masih banyak celah penyebab kemiskinan lainnya yang harus ditutup. Hal itu menjadi PR bagi pemerintah untuk segera diselesaikan. Tak perlu terburu-buru hanya demi sebuah data bahwa pada tahun 2024 kemiskinan di Indonesia menurun tajam tapi kenyataannya rakyat masih hidup dalam jerat kemiskinan.

Tak ada salahnya belajar dari sistem Islam dengan konsep jitu dalam menanggulangi kemiskinan, diantaranya:

  • Mengurai kesenjangan ekonomi dengan pemerataan kekayaan.

Allah ï·» berfirman yang artinya:

...Supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kalian. (TQS. Al-Hasyr 7).

Negara wajib memberi harta baik bergerak maupun tak bergerak yang diambil dari Baitul Mal untuk masyarakat yang tidak mempunyai akses untuk memiliki harta. Mewajibkan para laki-laki untuk bekerja dan mengusahakan lapangan kerja.


  • Memberantas kepemilikan uang.

Dalam sistem kapitalis penimbunan uang adalah hal yang wajar. Orang begitu takut jatuh miskin hingga mengantisipasi masa depannya dengan tabungan yang menggunung. Karena terjadi hanya pada sebagian orang saja maka hal ini mempengaruhi turunnya konsumsi yang berakibat turunnya produksi hingga mengantarkan pada turunnya tingkat pendapatan, pengangguran dan kemiskinan.


  • Memberantas monopoli tanah.

Seseorang yang menguasai tanah yang luas tapi tidak sanggup mengelolanya maka dalam tenggat waktu tiga tahun akan diserahkan kepada orang lain yang membutuhkan untuk dikelola.


  • Pelarangan pasar saham dan mendorong aktivitas riil.

Ekonomi Islam fokus pada aktivitas produksi, ekonomi non riil menyebabkan pertumbuhan uang lebih cepat daripada pertumbuhan barang dan jasa. Akibatnya nilai uang untuk membeli barang/jasa menjadi berkurang. Dampak negatifnya berimbas pada rakyat kecil, sedang masyarakat kalangan atas, investor, pemodal dengan mudah menikmati keuntungan dari pasar saham.

Penerapan sistem Islam telah terbukti memakmurkan umat Islam di masa lalu. Pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz berhasil menyejahterakan rakyat hingga tak dijumpai orang miskin yang berhak menerima zakat.

Waallahua'lam bishshawab.

Posting Komentar

0 Komentar