
Oleh: Wida indriani
Muslimah peduli umat
Kemiskinan saat ini telah menjadi permasalahan besar di dunia, dikatakan bahwa jumlah anak seluruh dunia yang tidak memiliki akses perlindungan sosial apapun mencapai 1,4 miliar. Data tersebut dikumpulkan oleh International Labour Organization (ILO), United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) dan Save The Children. (Kumparan, 15/02/2024)
Menurut direktur departemen perlindungan sosial ILO Shahra Razavi, ini adalah krisis bagi hampir satu miliar anak yang tidak mendapat manfaat dari hadirnya negara di tempat tinggal meraka. Selain itu secara global, terdapat 333 juta anak yang hidup dalam kemiskinan ekstrem, berjuang untuk bertahan hidup dengan pendapatan kurang dari US$ 2,15 (Rp. 33.565) perhari.
Sedangkan di Indonesia pemerintah memperkirakan kemiskinan ekstrem bisa melonjak drastis pada masa pemerintahan presiden Joko Widodo tahun 2024. Menteri perencanaan pembangunan nasional Suharso Monoarfa mengatakan selama ini pemerintah menggunakan perhitungan masyarakat ekstrem dengan garis kemiskinan sebesar US$ 1,9 per hari padahal secara global sudah US$ 2,15 per hari.
Sebagaimana perhitungan pemerintah diatas maka pemerintah harus mengentaskan 5,8 juta jiwa penduduk miskin hingga mencapai nol persen pada tahun 2024, sedangkan berbasis perhitungan global maka pemerintah harus mengentaskan 6,7 juta jiwa penduduk miskin hingga 2024 atau 3,35 juta jiwa orang pertahun. (CNBC 06/02/2024)
Dari fakta diatas, baik skala global maupun nasional maka dapat disimpulkan adanya permasalahan sistem yang tidak terlepas dari sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ekonomi kapitalis yang kita tahu bersama bahwa mengusung kebebasan dalam kegiatan ekonominya, dimana para pengusaha yang mempunyai uang dapat menjadi penguasa, dan dapat dengan mudah mendapatkan keinginannya.
Karena itulah sistem ekonomi dalam kapitalis seringkali hanya berputar di dalam lingakaran pengusaha saja, sehingga orang yang dibawah tidak mendapatkan manfaatnya. Sudah pasti pengusaha akan mengutamakan sesuatu yang lebih menguntungkan untuk dirinya. Sehingga sistem ekonomi kapitalisme ini tidak dapat memberikan manfaat kepada rakyat secara menyeluruh.
Dapat kita saksikan saat ini keadaan yang begitu jomplang terjadi, betapa kontras antara si kaya dan si miskin. Dimana mereka yang beruang memiliki banyak peluang daripada mereka yang miskin dan menyebabkan mereka semakin miskin.
Berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan primer (basic needs) setiap orang secara menyeluruh. Ketika kebutuhan primer sudah terpenuhi, barulah setiap orang boleh untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar kesanggupannya, sebagai individu yang hidup dalam sebuah masyarakat yang memiliki gaya hidup (life style) tertentu.
Selain itu sistem ekonomi Islam berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme yang tidak mengatur kuantitas (jumlah) dan kualitas (cara) perolehan harta serta pemanfaatannya, dan berbeda pula dengan sosialisme, yang mengatur baik kuantitas dan kualitas harta.
Dalam Islam, tidak ada kebebasan kepemilikan, tetapi tidak ada pula pembatasan secara mutlak. Islam mengatur cara, bukan jumlah kepemilikan, serta cara pemanfaatan kepemilikan. Berkaitan dengan kepemilikan, menurut Taqiyuddin An Nabhani ada tiga macam, yakni:
- Kepemilikan individu;
- Kepemilikan umum dan;
- Kepemilikan negara.
Oleh karena itu sistem ekonomi Islam dapat menjamin seluruh kebutuhan primer rakyatnya sehingga dapat terpenuhi mulai dari sandang, pangan, dan papan. Dengan demikian maka kemiskinan dikalangan Masyarakat dapat dicegah dan diatasi dengan menggunakan sistem ekonomi Islam, sebaliknya sistem ekonomi kapitalis yang saat ini digunakan malah akan membuat tingkat kemiskinan bertambah dan mengancam masa depan generasi.
Wallahu'alam bishawab

0 Komentar