KRONOLOGI PENCABUTAN BHP HTI


Oleh: Nasrudin Joha
Pengamat Politik dan Perubahan

Bagaimana sebetulnya alur dari pencabutan BHP dari Hizbut Tahrir Indonesia atau yang biasa dikenal dengan HTI? Berikut ini adalah kronologinya:

Pertama, pada tanggal 2 Juli 2014, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) telah terdaftar secara resmi menjadi Ormas Islam yang berbadan hukum perkumpulan dengan nomor registrasi AHU-00282.60.10.2014. Pendaftaran ini dilakukan setahun sejak terbitnya UU Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

Kedua, pada tanggal 10 Juli 2017, Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan terhadap UU Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

Ketiga, pada hari Rabu tanggal 19 Agustus 2017, pemerintah melalui Kemenkum HAM menerbitkan SK Nomor AHU-30.A.01.08 Tahun 2017 tentang pencabutan SK Nomor AHU-00282.60.10.2014, tentang pengesahan status badan hukum HTI.

Keempat, pada tanggal 13 Oktober 2017, HTI menggugat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Direktur Jendral Administrasi Hukum Umum ke PTUN Jakarta, dengan registerasi gugatan bernomor 211/G/2017/PTUN.JKT.

Adapun Petitum (tututan) gugatan HTI sebagai berikut:
  • Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
  • Menyatakan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-30.A.01.08.Tahun 2017 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: AHU-00282.60.10.2014 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli 2017, batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum Mengikat dengan segala akibat hukumnya;
  • Memerintahkan Tergugat Mencabut Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-30.A.01.08 Tahun 2017 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: AHU-00282.60.10.2014 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli 2017;
  • Menghukum Tergugat membayar biaya yang timbul dalam perkara a quo.

Kelima, pada hari Senin, tanggal 7 Mei 2018, Majelis Hakim dengan susunan majelis:
  • Tri Cahya Indra Permana, SH., MH sebagai Ketua Majelis;
  • Nelvy Chiristin, SH., MH sebagai Hakim Anggota I;
  • Roni Erry Saputro, SH., MH sebagai Hakim Anggota II;
  • Kiswono, SH., MH selaku Panitera Pengganti;

Memutuskan perkara gugatan HTI Nomor bernomor 211/G/2017/PTUN.JKT, dengan amar putusan:

M E N G A D I L I
DALAM PENUNDAAN

Menolak permohonan penundaan surat keputusan yang diajukan oleh Penggugat;


DALAM EKSEPSI

Menyatakan eksepsi Tergugat tidak diterima untuk seluruhnya;


DALAM POKOK PERKARA

1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 455.000,- (empat ratus lima puluh lima ribu rupiah).

Keenam, pada tanggal 16 Mei 2018 HTI mengajukan Banding terhadap putusan nomor 211/G/2017/PTUN.JKT, ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara DKI Jakarta (PTTUN Jakarta) dengan nomor perkara : 196/B/2018/PT.TUN.JKT.

Ketujuh, pada tanggal 13 September 2018, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara DKI Jakarta, mengeluarkan putusan Nomor: 196/B/2018/PT.TUN.JKT, dengan susunan Majelis Hakim:
  • DR Kadar Slamet, SH MHum, sebagai Ketua Majelis.
  • Djoko Dwi Hartono, SH, MH, sebagai Hakim Anggota.
  • DR Slamet Supartono, SH MHum, sebagai Hakim Anggota.
  • Jarwo Liyanto, SH MH, sebagai Panitera Pengganti.

Adapun amar putusannya:

MENGADILI

1. Menerima permohonan banding dari penggugat/pembanding;

2. Menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta putusan nomor 211/G/2017/PTUN.JKT, yang dimohonkan banding;

3. Menghukum Penggugat/Pembanding untuk membayar biaya perkara pada ke dua tingkat pengadilan yang untuk tingkat pengadilan banding ditetapkan sejumlah Rp 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah).


Kedelapan, pada tanggal 19 Oktober 2018, HTI mengajukan Kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara DKI Jakarta nomor : 196/B/2018/PT.TUN.JKT.

Kesembilan, pada tanggal 14 Februari 2019, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan Nomor: K/KTUN/2019, dengan susunan majelis hakim:
  • DR H. Supandi, SH MHum, sebagai Ketua Majelis.
  • Is Sudaryono, SH MH, sebagai Hakim Anggota.
  • Dr H M Hary Djatmiko, SH MS, sebagai Hakim Anggota.
  • Michael Renaldy, SH, sebagai Panitera Pengganti.

Adapun amat putusannya:

MENGADILI:

1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PERKUMPULAN HIZBUT TAHRIR INDONESIA (HTI).

2. Menghukum Pemohon Kasasi membayar biaya perkara pada tingkat Kasasi sejumlah Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

Dari 9 (sembilan) kronologi terkait HTI diatas, dari sejak pendaftaran BHP, pencabutan BHP, gugatan PTUN, banding hingga putusan Kasasi, tidak ada keputusan pembubaran HTI dan pernyataan HTI sebagai Organisasi Terlarang. Seluruh putusan pengadilan dari tingkat pertama hingga kasasi hanya menolak gugatan HTI, yang maknanya HTI resmi dicabut Badan Hukumnya.

Dalam SK Menkum HAM Nomor AHU-30.A.01.08 Tahun 2017 isinya hanya memuat tentang pencabutan SK Nomor AHU-00282.60.10.2014, tentang pengesahan status badan hukum HTI. Tak ada satupun diktum SK yang menyatakan HTI terlarang.

Alhasil, sebagai organisasi masa Islam tak berbadan hukum, HTI tetap eksis, sah, legal dan konstitusional. HTI dan seluruh anggotanya memiliki hak konstitusional untuk berserikat, berkumpul dan menyampaikan pendapat, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.

Posting Komentar

0 Komentar