TAK PATUT MEREMEHKAN SYARIAT


Oleh: Muslihah
Sahabat Surga Cinta Qur'an

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

اِنَّهٗ لَـقُرْاٰ نٌ كَرِيْمٌ
"dan (ini) sesungguhnya Al-Qur'an yang sangat mulia," (QS. Al-Waqi'ah: 77)

فِيْ كِتٰبٍ مَّكْنُوْنٍ
"dalam Kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuz)," (QS. Al-Waqi'ah: 78)

لَّا يَمَسُّهٗۤ اِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَ
"tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan." (QS. Al-Waqi'ah: 79)

تَنْزِيْلٌ مِّنْ رَّبِّ الْعٰلَمِيْنَ
"Diturunkan dari Tuhan seluruh alam." (QS. Al-Waqi'ah: 80)

اَفَبِهٰذَا الْحَـدِيْثِ اَنْتُمْ مُّدْهِنُوْنَ
"Apakah kamu menganggap remeh berita ini (Al-Qur'an)?"(QS. Al-Waqi'ah: 81)

Masihkah ragu dengan kebenaran Al Qur'an? Masihkah tak yakin dengan isi dan tuntunan yang terkandung di dalamnya? Jika yakin bahwa Al Qur'an itu firman Allah ﷻ, kitab suci yang menjadi pedoman hidup, lalu mengapa enggan mematuhi dan menerapkan dalam setiap sisi kehidupan?

Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Tentu tidak asing dengan shalat lima waktu, puasa Ramadhan dan menutup aurat. Sayangnya jika mau jujur tak semua yang dalam KTP nya tertera beragama Islam, menjalankan kewajiban-kewajiban itu.

Sebagian merasa dirinya sudah baik saat bisa salat tiga waktu dalam sehari secara istikamah. Ada yang menganggap salat hanya membuang waktu dalam bekerja (baca: mengurangi produktivitas). Tak sedikit mereka yang enggan berpuasa di bulan suci tanpa alasan syar'i. Apalagi membuka aurat adalah hal biasa. Berkerudung hanya dipakai saat ada pengajian saja. Bukankah yang demikian itu meremehkan syariat, merendahkan Al Qur'an?

Membaca Al Qur'an hampir tak pernah. Hingga dulu saat kanak-kanak pernah wisuda khatam Al Qur'an, kini pun kembali terbata. Bahkan panjang pendek bacaan tak lagi sesuai. Apalagi tajwid. Padahal panjang pendek berpengaruh pada arti. Inilah yang terjadi pada umat di masa kini. Meremehkan dan menganggap ringan pelanggaran syariat serta Al Qur'an, baik ilmu maupun isinya. Astagfirullah.

Rupanya suntikan racun dari kaum kafir agar kaum muslim meninggalkan ajarannya berhasil. Dimulai dari dipisahkannya agama dari negara. Bahwa agama adalah urusan individu tak boleh mengatur masalah negara. Inilah sekularisme. Padahal itu berasal dari masa kegelapan Eropa. Saat kaum gerejawan secara sewenang-wenang menguasai rakyat dengan dalih atas nama Tuhan.

Kemudian muncullah tokoh pemikir agar memisahkan kekuasaan gereja dengan negara. Sebab gereja adalah wilayah suci, sedangkan politik merupakan wilayah kotor. Oleh sebab itu, urusan agama tak boleh dibawa ke urusan politik. Agama menjadi urusan Tuhan sedangkan politik urusan manusia.

Ini berseberangan dengan ide yang dibawa oleh Nabi Muhammad sebagai utusan Allah. Buktinya Baginda Rasul memimpin Madinah kemudian meluas ke seluruh jazirah Arab dengan Islam dan seluruh aturannya. Dalam agama yang dibawa Nabi Muhammad ﷺ, mengatur semua masalah. Urusan yang berkaitan langsung dengan Allah ﷻ adalah masalah ibadah makhdah, salat, puasa, dll.

Ada pula urusan individu adalah terkait makanan, minuman dan akhlak, termasuk berpakaian. Sedangkan yang terkait dengan sesama makhluk diatur dalam muamalah, politik, ekonomi, hukum, pendidikan, kesehatan, keamanan serta sosial budaya. Semua itu tak boleh bertentangan dengan akidah Islam.

Maka sesungguhnya ad-dien al-Islam itu bukan sekedar agama sebagaimana yang lain, namun ia lebih dari itu, yakni harus menjadi ideologi bagi setiap pemeluknya. Tidak ada perintah Allah yang boleh diremehkan. Semua harus diterapkan, meskipun terkait dengan politik dan hukum positif negara. Pun demikian dengan larangan-Nya.


Akibat Meremehkan Syariat

Meremehkan syariat berakibat sangat fatal. Dua orang manusia beda jenis kelamin yang berada dalam satu ruangan akan menimbulkan syahwat. Diawali dengan saling menggenggam telapak tangan, mempertemukan tatapan kemudian menyatukan alat tutur. Apa yang selanjutnya terjadi?

Biasanya orang yang imannya lemah memimpin lebih dulu. Kemudian setan turut andil, hingga kemudian mereka tak sanggup menahan diri.

"Jangan khawatir aku pasti akan menikahimu."

Jika kemudian keduanya terlena oleh nafsu, maka akan ada pembenaran oleh mereka.

"Toh, setelah ini akan menikah."

Padahal pernikahan yang hanya sebuah ucapan ijab kabul itu merupan sebuah batas akan halal atau haram sebuah hubungan. Jika dilakukan sesudahnya akan menjadi ibadah. Sebaliknya jika dilakukan sebelumnya akan menjadi dosa besar. Oleh sebab itu, perintah dan larangan Allah ﷻ harus senantiasa dijunjung tinggi.

Tak heran disebabkan seorang perempuan yang kerudungnya dikaitkan ke paku oleh seorang pedagang emas di pasar Yahudi Bani Qainuqa, Rasulullah ﷺ lalu mengerahkan pasukan kaum muslim mengepung kampung itu selama lima belas hari, hingga mereka menyerah dan kemudian diusir dari Madinah.

Itu kemudian berulang di masa Kholifah Al Mu'tashim Billah, yang mengerahkan pasukan sepanjang Spanyol hingga Irak akibat seorang perempuan muslimah yang dilecehkan oleh orang kafir. Hingga terbebasnya Spanyol dari kekuasaan kufur dan kemudian masuk ke dalam kekuasaan Khilafah.

Kalau dipikir mengapa sih para negarawan sejati itu bersusah payah membela seorang perempuan hingga sedemikian? Tidakkah berlebihan? Tidak. Mereka tak sekedar membela seorang perempuan. Sejatinya di balik itu mereka menjunjung tinggi syariat yang sedang dilecehkan. Sebab, menjunjung tinggi hukum Allah ﷻ merupakan kewajiban bagi setiap muslim.

Sungguh Allah ﷻ Maha Mengetahui kecenderungan dan kebutuhan manusia. Karenanya, Allah ﷻ melengkapi penciptaan manusia dengan seperangkat aturan, halal, haram, wajib, sunah, mubah dan makruh. Semua itu sebab Allah ﷻ Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada semua makhluk termasuk manusia. Sayangnya, tak sedikit manusia yang durhaka.

Oleh sebab itu, jika mau memiliki kehidupan yang teratur dan sejahtera, dengan hati tenang tenteram, maka solusinya hanya satu, kembali terapkan aturan Allah ﷻ dalam setiap sisi kehidupan dengan kepasrahan kepada Sang Pencipta segala sesuatu. Wallahualam.

Posting Komentar

0 Komentar