THR TIDAK MERATA KARENA SISTEM KAPITALIS YANG DIANUT NEGARA


Oleh: Titin Surtini
Penulis Lepas

Memasuki Minggu ke dua bulan Ramadhan ini warga masyakarat yang bekerja baik di instansi pemerintah maupun swasta pasti menantikan yang namanya Tunjangan Hari Raya (THR).

Dengan adanya THR, rakyat sedikit bisa merasakan kesejahteraan. Mereka menggunakan uang THR untuk berbagai keperluan lebaran. Meskipun setelah Lebaran uang THR itu akan habis.

Tetapi tidak semua rakyat bisa menikmati yang namanya THR ini, meskipun ia seorang pegawai negara. Pemerintah sudah memastikan bahwa perangkat desa dan tenaga honorer tidak akan mendapatkan THR dan gaji ke-13 pada tahun ini.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan bahwa perangkat desa, termasuk kepala desa, bukan termasuk aparatur sipil negara (ASN) sehingga pemerintah tidak menganggarkan THR untuk mereka. (Antara, 15-3-2024). Biasanya, para perangkat desa tersebut mendapatkan THR yang diambil dari dana desa.

Adapun tenaga honorer, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas mengatakan bahwa tenaga honorer tidak mendapatkan THR dan gaji ke-13, kecuali yang telah diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Seharusnya, semua pegawai negara berhak mendapatkan THR, karena posisinya sebagai abdi negara, sebagaimana ASN dan PPPK. sedangkan anggaran THR berasal dari APBN.

Dengan tidak meratanya THR, pemerintah tampak membeda-bedakan antara satu pegawai dengan pegawai lainnya berdasarkan status ASN atau bukan ASN. Hal ini merupakan suatu kezaliman, karena semua rakyat kebutuhannya hampir sama ketika Lebaran


Akibat Kapitalisme

Duka tenaga honorer dan perangkat desa karena tidak mendapat THR ini merupakan keniscayaan dalam sistem kapitalisme yang Indonesia terapkan hari ini. Sistem kapitalisme telah menjadikan kekayaan alam dikuasai oleh segelintir oligarki kapitalis. Akibatnya, hasil kekayaan alam yang semestinya masuk ke APBN dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat justru masuk ke kantong para oligarki kapitalis.

Hasilnya, pundi uang para oligarki makin menumpuk, sedangkan APBN susut sehingga hanya mengandalkan pemasukan dari pajak dan utang. Dan juga sumber pemasukan negara sangat terbatas, itulah yang terjadi dalam sistem kapitalis.


Anggaran dalam Sistem Islam

Kondisinya berbeda dengan sistem Islam. Baitulmal dalam Daulah Khilafah memiliki 12 pos penerimaan tetap. Syekh Abdul Qadim Zallum menjelaskan dalam kitab Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah bahwa terdapat tiga bagian pemasukan negara.

Pertama, bagian fai dan kharaj, meliputi seksi ganimah (mencakup ganimah, fai, dan khumus), seksi kharaj, seksi status tanah, seksi jizyah, seksi fai, dan seksi dharibah (pajak).

Kedua, bagian pemilikan umum. Meliputi seksi migas, Seksi listrik, seksi pertambangan; seksi laut, sungai, perairan, dan mata air; seksi hutan dan padang rumput; dan seksi aset-aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus.

Ketiga, bagian sedekah. Meliputi seksi zakat uang dan perdagangan, seksi zakat pertanian, dan seksi zakat ternak.

Dengan demikian, total ada 15 seksi pemasukan bagi baitulmal. Dengan banyaknya pos pemasukan ini, wajar pemasukan Daulah Khilafah sangat besar hingga mampu menyejahterakan rakyatnya dengan kesejahteraan hakiki, yaitu terpenuhinya sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan bagi tiap-tiap individu rakyat secara kontinu, bukan hanya pada momen-momen tertentu seperti Hari Raya.

Negara Khilafah menjamin pemenuhan kebutuhan pokok ini bagi tiap-tiap rakyat, bukan hanya pegawai negara. Setiap warga negara, baik muslim maupun nonmuslim, pegawai negara maupun bukan, semuanya berhak mendapatkan jaminan kesejahteraan.

Para pegawai mendapatkan gaji sesuai dengan akad yang mereka buat dengan negara. Akad itu mencakup jenis pekerjaan, jam kerja, tempat kerja, juga upah yang disepakati kedua belah pihak yang besarannya berbeda-beda sesuai besarnya tanggung jawab yang diemban.


THR dan Kesejahteraan

Adapun terkait THR, praktik di Utsmaniyah menunjukkan bahwa Khalifah dan penguasa lainnya membuka pintu rumah mereka selama Ramadan dan menyediakan hidangan berbuka puasa kepada masyarakat umum. Ayşe Osmanoğlu, putri Sultan Abdül Hamid II, menyebutkan bahwa sang Sultan memberikan hadiah kepada para tamunya, terutama rakyat miskin.

Sedangkan pada Idulfitri, para khalifah Utsmaniyah mengadakan perayaan Şeker Bayramı selama tiga hari penuh. Sepanjang perayaan, khalifah berbagi cokelat, baklava, dan permen bonbon.

Demikianlah gambaran Idulfitri penuh kebahagiaan dalam Khilafah. Penguasa menyejahterakan rakyatnya selama setahun penuh, bukan kesejahteraan sesaat ketika lebaran. Penguasa juga mengalokasikan anggaran negara untuk kebahagiaan rakyatnya pada momen Idulfitri dengan banyak memberikan sedekah bagi rakyat yang membutuhkan. Demikianlah yang seharusnya umat Islam dapatkan dari penguasanya. Dan semua ini akan terwujud jika aturan Islam diterapkan secara Kaffah.

Wallahualam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar