
Oleh: Rika Dwi Ningsih
Jurnalis Lepas
Video seorang bocah menangis minta makan di Kampung Panjang RT 03, RW 06, Desa Rawa Panjang, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor viral di media sosial (medsos) dan diketahui bocah tersebut bernama Gibran, Selasa 7 Mei 2024.
Dalam video tersebut terlihat Gibran merengek meminta makan kepada ibunya lalu sang ibu membentaknya dengan mengatakan tidak punya uang. Mendengar bentakan sang ibu, Gibran kembali histeris dan berteriak 'mau makan' berkali-kali.
Tak lama, bocah tersebut terlihat melempar sandal dan menjatuhkan karung berisi sampah di depan rumahnya yang kemudian membuat sang ibu keluar menghampiri Gibran dengan menenteng air dalam kemasan botol 1,5 liter yang kemudian menyiramkannya pada Gibran.
Keadaan ini sangat menyayat hati orang tua yang menontonya dan tidak bisa dipungkiri keadaan tersebut terjadi akibat hasil dari diterapkannya kapitalisme dalam sistem kehidupan kita saat ini sehingga menciptakan kemiskinan terstruktur.
Tekanan ekonomi terus menggerus naluri keibuan, dan masalah kemiskinan mustahil bisa mencapai angka nol persen dalam sistem sekuler-kapitalis. Sebab, program penanganan yang diberikan seperti perlindungan sosial, pemberian subsidi serta pemberdayaan ekonomi rakyat oleh pemerintah tidak menyentuh akar permasalahan.
Akar permasalahan merebaknya kemiskinan dan kemiskinan ekstrem adalah penerapan sistem sekuler kapitalis. Dalam sistem sekuler kapitalis negara berlepas tangan meriayah (mengurus) rakyat. Negara hanya sebatas menjadi regulator antara rakyat dan pengusaha.
Kebebasan kepemilikan yang dianut negeri ini menjadikan swasta dan asing bisa mengelola SDA secara keseluruhan, sedangkan negara hanya mendapatkan hasil yang tidak seberapa dari pajak.
Tinggallah rakyat dipaksa berjuang sendiri ditengah persaingan dan keterbatasan lowongan pekerjaan yang ada demi mencari sesuap nasi. Hal ini berbanding terbalik ketika Islam diterapkan dalam kehidupan.
Dalam Islam fungsi negara adalah periayah (pengurus) rakyatnya yang kelak kepala negara akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat atas apa yang mereka pimpin, aturan Islam juga banyak memiliki mekanisme dalam distribusi harta sehingga kesejahteraan dapat tercapai.
Sebagaimana Rasulullah ï·º ketika menjadi khalifah di madinah menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya dan menjamin kehidupan mereka. Pada zaman itu teradapat para sahabat yang tergolong dhuafa atau dikenal dengan Ahlu Shuffa yang diizinkan tinggal di Masjid Nabawi dengan mendapatkan santunan dari kas negara.
Begitupun saat Umar bin al-Khaththab ketika menjadi Amirul Mukminin biasa memberikan insentif untuk setiap biaya menjaga dan melindungi anak-anak, membangun dar ad-daqiq (rumah tepung) bagi para musafir yang kehabisan bekal.
Kemudian ketika khalifah Umar bin Abdul Aziz juga membuat kebijakan memberikan insentif untuk membiayai pernikahan para pemuda yang kekurangan uang dan pada masa Kekhalifahan Abbasiyah dibangun banyak rumah sakit yang lengkap dan canggih untuk melayani rakyat dengan cuma-cuma.
Oleh karena itu satu-satunya cara untuk bisa keluar dari kemiskinan secara total adalah dengan meninggalkan sistem ekonomi kapitalis, dan mengambil sistem Islam. Adapun pemberian bantuan yang dilakukan adalah setelah mengatasi persoalan krusial, seperti pemenuhan kebutuhan pokok, ketersediaan barang dan jasa. Sedangkan pemerataan infrastruktur bukan menjadi prioritas ketika kebutuhan pokok masyarakat belum terpenuhi.
Dan aturan Islam tersebut mustahil dapat diterapkan secara menyeluruh tanpa adanya institusi negara pelaksana syariat yaitu Khilafah ala minhajin nubuwwah, sebagaimana telah di contohkan Rasulullah ï·º dan diteruskan oleh para sahabat terdahulu.
Sumber video:

0 Komentar