REMISI HARI RAYA TAK MEMBUAT EFEK JERA


Oleh: Malifazha
Penulis Lepas

Hari raya kembali datang, semua pun senang. Tak terkecuali bagi narapidana. Jika masyarakat mendapatkan diskon dari pusat perbelanjaan, para narapidana mendapat 'diskon' dari negara berupa remisi (pengurangan masa hukuman).

Sebanyak 5.931 narapidana di Sulawesi Selatan mendapatkan Remisi Khusus (RK) Hari Raya Idul Fitri dengan rincian 5.913 mendapatkan RK I dengan masa potongan tahanan 15 hari sampai dengan 2 bulan dan 14 narapidana mendapatkan Remisi Khusus II atau langsung bebas.

Menurut Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan, Liberti Simanjuntak, dalam kutipan wawancara CNNIndonesia pada Rabu, 10 April 2024 lalu, bahwa pemberian remisi ini merupakan wujud nyata dari sikap negara sebagai reward kepada warga binaan dan anak binaan yang senantiasa selalu berbuat baik, memperbaiki diri, dan kembali menjadi anggota masyarakat yang berguna.

Tidak hanya di Sulawesi Selatan, di provinsi Jawa Barat pun pemberian remisi kepada narapidana bahkan jauh lebih fantastis. Sebanyak 16.505 narapidana mendapat Remisi Khusus I dan 28 narapidana mendapat Remisi Khusus II.

Secara nasional, total narapidana yang mendapat Remisi Khusus I sebanyak 158.343 narapidana 977 diantaranya langsung bebas.

Adapun berdasarkan Sistem Database Pemasyarakatan per tanggal 1 April 2024, jumlah Tahanan Anak, narapidana, dan Anak Binaan seluruh Indonesia adalah 270.207. Dari total data tersebut sebanyak 194.775 beragama Islam.

Menurut Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly, yang dikutip dari tirto mengatakan, “Remisi dan PMP menjadi sebuah indikator narapidana dan Anak Binaan telah mampu menaati peraturan di Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara/Lembaga Pembinaan Khusus Anak, dan telah mengikuti program pembinaan dengan baik,” ujar Yasonna dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (10/4/2024).


Tidak Ada Efek Jera

Sejatinya pemberian remisi kepada narapidana tidaklah membuat efek jera. Terbukti dengan makin maraknya aksi kejahatan yang terjadi di masyarakat. Kepolisian Republik Indonesia mencatat sebanyak 288.472 tindak kejahatan sepanjang tahun 2023. Angka ini naik 4,33% dari tahun sebelumnya yakin sebanyak 275.507 kasus.

Beragam modus kejahatan pun semakin bervariasi. Jika dulu pelaku pembunuhan hanya sekedar menghilangkan nyawa korban, maka hari ini sering kita dapati berita pembunuhan disertai dengan mutilasi. Sungguh mengerikan.

Modus kejahatan juga tidak hanya di dunia nyata. Dunia maya pun tak kalah ramainya. Penipuan berkedok investasi atau arisan bodong yang dijalankan di internet masih marak di masyarakat. Pencurian data untuk kejahatan juga tak kunjung reda.

Tidak hanya kejahatan di level masyarakat. Tindak kejahatan yang dilakukan oleh pejabat pun semakin menggila. Korupsi miliaran rupiah sudah biasa. Terbaru kasus korupsi tambang timah menyentuh angka 271 triliun rupiah.


Sistem Pidana Tidak Baku

Pemberian remisi kepada narapidana sesungguhnya merupakan warisan zaman kolonial Belanda yakni untuk merayakan hari ulang tahun Ratu Belanda pada tanggal 10 Agustus 1935 lalu dilegalisasi dalam KUHP Belanda (wetboek strafrecht voor Nederlandsch Indie). Kemudian diadopsi oleh Indonesia dengan nama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang disahkan dalam Undang-undang No.1 tahun 1946.

Memang pada tahun lalu KUHP tersebut mengalami revisi melalui pengesahan Undang-undang no. 1 tahun 2023. Namun sejatinya sistem pidana yang dijadikan rujukan merupakan sistem buatan manusia yang tidak baku, mudah berubah dan rawan disalahgunakan.

Lihat saja pada kasus-kasus yang telah terjadi. Narapidana yang berani membayar lebih maka ia bisa memesan kamar layaknya hotel, seperti terpidana kasus korupsi Luthfi Hasan Ishaaq. Bahkan bisa plesiran seperti yang dilakukan Gayus Tambunan. Atau bahkan pengurangan masa hukuman bisa dibeli sehingga lamanya masa hukuman jauh lebih pendek dari putusan pengadilan.


Narapidana Menjadi Beban Negara

Di sisi lain pemerintah beralasan pemberian remisi kepada narapidana menghemat anggaran negara. Pemerintah mengklaim tahun ini berhasil mengurangi beban pemberian makan narapidana sebesar Rp81.204.495.000.

Sungguh miris mendapati kenyataan motivasi pemerintah memberikan remisi adalah dalam rangka penghematan anggaran. Narapidana dianggap sebagai beban yang harus dikurangi agar keuangan negara tidak semakin morat marit. Hubungan antara pemerintah dan rakyatnya yang didasarkan pada asas manfaat ini menjadi bermasalah manakala rakyat tidak memberikan keuntungan bagi negara.

Negara berpandangan bahwa rakyat harus produktif dan menghasilkan keuntungan dari pajak juga berbagai pungutan lain. Adapun rakyat yang tidak memberikan manfaat apapun apalagi menjadi beban negara diminimalisir bahkan dihilangkan. Inilah buah dari penerapan sekulerisme yang menjadi landasan ideologi kapitalisme.

Ideologi kapitalisme yang diemban negara Indonesia berorientasi pada materi, menjadikan negara tidak mengurusi urusan rakyat dengan baik. Banyaknya tindakan kejahatan yang dilatarbelakangi oleh kebutuhan ekonomi yang semakin mencekik. Harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi, biaya pendidikan yang semakin mahal, juga kesehatan yang tidak terjamin membuat sebagian rakyat berpikir jalan pintas dengan melakukan tindakan kejahatan demi terpenuhinya kebutuhan hidup.

Ditambah semakin sempitnya lapangan pekerjaan yang tersedia membuat peluang tindak kejahatan semakin merajalela. Apalagi pemberian remisi yang berlaku memberikan 'angin segar' bahwa penjara tidak menyeramkan, sehingga ada sebagian masyarakat berpikir lebih baik di penjara diberi makan dari pada bebas tapi kelaparan.


Jaminan Dalam Negara Islam

Islam memiliki solusi atas segala persoalan. Sejatinya, banyaknya tindakan kejahatan terjadi karena banyaknya celah untuk melakukan kriminal. Langkah preventif oleh negara harus menjadi hal pertama dan utama dibandingkan langkah kuratif. Artinya, negara menutup seluruh celah yang mungkin bisa menjadi peluang terjadinya tindakan kejahatan. Adapun langkah-langkah negara Islam (khilafah) adalah sebagai berikut:
  • Memberikan pendidikan kepada seluruh rakyatnya sehingga terbentuk kepribadian Islam. Keimanan yang kokoh menjadi benteng awal pada diri masing-masing individu. Keterhubungan individu dengan Allah ﷻ menjadi perisai pribadi. Ia senantiasa merasa diawasi oleh Dzat Yang Maha Melihat sehingga takut untuk berbuat kejahatan.
  • Kontrol dari masyarakat. Masyarakat yang terbentuk merupakan masyarakat islami yang biasa beraktivitas amar makruf nahi mungkar. Mereka saling mengingatkan dan menasihati agar tidak melakukan tindakan diluar batas.
  • Jaminan negara langsung maupun tidak langsung. Jaminan langsung berupa kebutuhan dasar seluruh rakyat yakni pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang diberikan kepada setiap individu dalam daulah Khilafah. Jaminan tidak langsung berupa penyediaan lapangan kerja yang luas bagi laki-laki baligh, pemberian modal tanpa riba, pelatihan ketrampilan dan jaminan harga kebutuhan pokok yang terjangkau. Wanita dan anak-anak penafkahan sepenuhnya menjadi tanggung jawab wali. Jika tidak memiliki wali maka tanggung jawab diambil alih oleh negara. Dengan jaminan ini maka rakyat dalam daulah Khilafah mudah mengakses kebutuhan dasarnya sehingga menutup celah berbuat kejahatan.
  • Sanksi yang tegas dan khas. Setelah langkah preventif diberlakukan, jika masih ada tindakan kejahatan maka Islam memberlakukan tindakan kuratif yakni pemberian hukuman yang tegas dan khas. Pelaku tindakan pembunuhan dihukum qishos, pelaku pencurian apabila sudah mencapai nisab dihukum potong tangan. Adapun pelaku korupsi dihukum ta'zir yang kadarnya ditentukan oleh hakim sesuai dengan banyaknya korupsi yang dilakukan. Hukuman itu bisa berupa teguran dari hakim, pengumuman melalui media massa, penjara, maupun hukuman mati tentunya setelah mengembalikan harta yang dikorupsinya. Hukuman yang diterapkan bersifat jawabir (penebus dosa) dan zawajir (pembuat efek jera). Penjara bukan satu-satunya jenis hukuman dan tidak ada pengurangan masa hukuman.

Sesungguhnya apabila hukum-hukum Allah ﷻ diterapkan oleh satu institusi khilafah di muka bumi maka akan tercipta masyarakat yang damai, jauh dari tindakan kejahatan karena manusia sejatinya makhluk lemah yang tidak berhak membuat hukum. Firman Allah ﷻ dalam surat Al-Maidah ayat 50:

أَفَحُكْمَ ٱلْجَٰهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (Q.S. Al-Maidah : 50)

Wallahu a'lam bishowab.

Posting Komentar

0 Komentar