PROYEK IKN BANYAK MASALAH, PANTASKAH DIPAKSAKAN?


Oleh: Nasrudin Joha
Pengamat Politik dan Perubahan

Ibu Kota Nusantara (IKN) adalah proyek pemindahan Ibu Kota Negara yang digagas oleh Presiden Joko Widodo dan diumumkan pada tahun 2019, dimana Ibu kota yang sebelumnya ada di Jakarta rencananya akan dipindahkan ke Provinsi Kalimantan Timur di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara.

Perkembangan terbaru dari proyek IKN semakin tidak jelas dengan mundurnya Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe sebagai Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN. Dugaan kuat dari mundurnya Bambang dan Dhony adalah karena permasalahan anggaran.

Dugaan dari ketiadaan anggaran pembangunan IKN disebabkan oleh mundurnya sejumlah investor asing (SoftBank) dan tidak jelasnya komitmen investor domestik yang sebelumnya memberikan angin segar dalam investasi pembangunan IKN.

Selain itu, ada banyak masalah yang membelit proyek IKN, dimulai dari masalah pembebasan lahan hingga munculnya kesadaran rakyat bahwa proyek ini bukan untuk kepentingan rakyat, melainkan hanya proyek untuk menyiapkan lapak bisnis para oligarki.

Rakyat yang mencintai Jakarta sebagai ibukota negara juga makin lantang menyuarakan aspirasi untuk tetap mempertahankan Jakarta sebagai Daerah Khusus Ibukota, meskipun UU tentang DKJ telah diterbitkan.

Permasalahan IKN semakin rumit dengan pecahnya kongsi antara penguasa dengan oligarki yang muncul ke permukaan, hal ini ditegaskan dengan pernyataan Menko Marives Luhut Panjaitan dalam sebuah podcast yang menyebut Bambang dan Dhony tak cakap bekerja padahal telah didukung dengan berbagai kewenangan, kebijakan, UU dan peraturan.

Pernyataan tersebut menambah polemik baru dengan respon dari Master Mind Proyek IKN, Adrinof Chaniago yang juga mengkritik Luhut dengan menyatakan masalah perpindahan Ibu Kota bukan masalah perang, yang diselesaikan dengan pendekatan hidup atau mati, membunuh atau dibunuh. Semua kebijakan dan rencana kerja harus dipikirkan secara komprehensif.

Belum lagi Jokowi sebentar lagi lengser pada Oktober 2024. Banyak analis yang berpendapat bahwa Prabowo pada waktunya juga tidak akan melanjutkan proyek legacy Jokowi ini.

Dari segi hukum, proyek IKN terlihat seolah dipaksakan dengan seperangkat aturan yang mendadak disahkan seperti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang langsung diikuti dengan pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta.

Padahal semestinya, Ibu Kota tetap Jakarta sampai lokasi Ibu Kota yang baru telah siap untuk menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai Ibu Kota negara dengan penduduk lebih dari 280 juta jiwa.

Berbagai kewenangan ekslusif bagi Wapres dalam UU DKJ, mengesankan Jokowi untuk menyerahkan kewenangan Jakarta sebagai Daerah Khusus pusat bisnis kepada Anaknya, Gibran Rakabuming yang saat ini berstatus sebagai Wapres terpilih. Keadaan ini menjadikan Indonesia memiliki status yang tidak jelas.

Secara de jure Ibu Kota sudah pindah, namun secara de facto seluruh fungsi Ibu Kota masih diselenggarakan di Jakarta. Walau telah diantisipasi dengan aturan peralihan, kondisi ini tetap saja ambigu.

Bangsa Indonesia terancam 'the nation's capitalless' (kehilangan ibukota Negara), karena ambisi Jokowi untuk pindah Ibu Kota tanpa perhitungan matang. Pada saat yang sama, setelah mundurnya sejumlah investor (asing dan domestik) hingga mundurnya Bambang dan Dhony, dikhawatirkan seluruh pendanaan proyek IKN akan dibebankan kepada rakyat melalui APBN, seperti proyek kereta cepat Jakarta - Bandung.

Oleh karena itu, masyarakat Indonesia harusnya sadar akan permasalahan ini dan bersuara agar masa depan anak cucu kita tidak menderita akibat kesalahan penguasa yang dapat mengorbankan rakyat dan generasi penerus setelahnya.

Posting Komentar

0 Komentar