
Oleh: Rika Dwi Ningsih
Penulis Lepas
Hari ini, Rabu, 28 Agustus 2024, menandai momen penting bagi partai politik dalam memutuskan calon pasangan yang akan diusung pada Pilkada mendatang. Masih ada waktu hingga besok, Kamis, 29 Agustus 2024 pukul 24.00 WIB, untuk mengubah keputusan politik sebelum mendaftarkan pasangan calon (Paslon) ke KPU.
Golkar, misalnya, telah memutuskan untuk mendukung Airin Rahmi Diany di Pilkada Banten, setelah sebelumnya kader ini diusung oleh PDI Perjuangan. Sementara itu, pertanyaan besar muncul mengenai sikap PKS, PKB, dan NasDem terhadap Anies Baswedan. Apakah mereka akan kembali mendukung Anies?
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 telah mengubah peta politik di Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus, sementara Putusan MK Nomor 70 menggagalkan rencana Presiden Jokowi untuk menempatkan putranya, Kaesang, di kursi kekuasaan Pilkada Jawa Tengah. Demonstrasi mahasiswa yang menyambut putusan MK ini menunjukkan bahwa pengaruh Jokowi sudah mulai memudar, sehingga DPR pun tidak berani melangkah untuk mengubah UU Pilkada.
Namun, bagaimana dengan PKS? Apakah mereka akan kembali mendukung Anies? Berikut analisisnya:
Pertama, fenomena Golkar yang kembali mengusung Airin berbeda konteks dengan PKS terhadap Anies. Airin adalah kader Golkar yang memiliki basis pemilih yang kuat di Banten, terutama karena dinasti Ratu Atut masih kuat di sana. Menelantarkan Airin sama saja dengan menghilangkan suara Golkar di Banten. Sebaliknya, Anies bukanlah kader PKS dan tidak memiliki basis pemilih yang akan loyal pada PKS. Pendukung Anies cenderung loyal pada Anies pribadi, bukan pada PKS atau partai pendukung lainnya.
Kedua, pasca tersebarnya voice note Anies yang bocor dan dibalas oleh Ketua DPW PKS Jakarta, hubungan antara Anies dan PKS sudah seperti talak tiga. Anies merasa dikhianati oleh PKS dengan narasi deadline 4 Agustus, sementara PKS merasa dikhianati oleh voice note Anies. Ini menunjukkan bahwa hubungan keduanya sudah tidak harmonis lagi.
Ketiga, PKS sebenarnya sejak awal mencari cara untuk bergabung dengan KIM Plus, sementara Anies hanya dianggap sebagai objek dagangan. Ketika harga yang harus dibayar untuk bergabung adalah melepaskan Anies, PKS segera mengambil keputusan tersebut. Bagi PKS, posisi di kabinet jauh lebih penting dibandingkan sekadar memenangkan Pilkada Jakarta. Inilah sebabnya PKS tidak keberatan ketika kader seniornya, Suswono, hanya menjadi Cawagub bagi Ridwan Kamil meskipun PKS adalah partai pemenang di Jakarta.
Keempat, Prabowo Subianto adalah calon Presiden yang diperkirakan akan berkuasa setelah dilantik pada 20 Oktober 2024. Masalah Anies bukan hanya dengan Jokowi, tetapi juga dengan Prabowo, yang merasa tersinggung dengan penilaian Anies bahwa Prabowo hanya memiliki nilai 11 dari 100. Prabowo dan pendukungnya masih menyimpan dendam terhadap Anies, bahkan Prabowo sempat mengungkit masalah ini di Kongres PAN. Oleh karena itu, jika PKS ingin bergabung dengan kabinet Prabowo-Gibran, mereka harus siap untuk tidak mengusung Anies. Dan ini adalah syarat yang mudah dipenuhi oleh PKS, karena sejak awal mereka tidak terlalu mendukung Anies.
Kesimpulannya
PKS tidak akan kembali mengusung Anies seperti Golkar yang kembali mengusung Airin. Bagi PKS, keputusan politik lebih terkait dengan kepentingan jangka panjang di kabinet, bukan sekadar memenangkan Pilkada.
0 Komentar