
Oleh: Alraiah
Media Palestina
KTT Doha baru-baru ini menandai babak baru dalam perundingan gencatan senjata antara Hamas dan Israel. Perundingan yang berlangsung selama dua hari (15 dan 16 Agustus 2024) di ibukota Qatar tersebut dimediasi oleh Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat. Dalam pernyataan bersama, ketiga negara itu menyatakan akan terus bekerja dalam beberapa hari mendatang untuk merinci pelaksanaan usulan gencatan senjata di Gaza. Rencananya, pejabat tinggi dari ketiga negara akan bertemu lagi di Kairo sebelum akhir pekan untuk membahas kelanjutan perundingan ini.
Namun, perundingan ini menghadapi hambatan besar. Pemimpin Hamas, Sami Abu Zuhri, mengungkapkan bahwa Israel terus menghalangi setiap upaya untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata. Menurutnya, Amerika Serikat sepenuhnya mendukung posisi Israel, yang bahkan mundur dari kesepakatan-kesepakatan sebelumnya. Abu Zuhri menambahkan bahwa yang terjadi saat ini bukanlah negosiasi yang sebenarnya, melainkan upaya untuk memaksakan diktat Amerika kepada Hamas. Dia juga menyebut bahwa anggapan akan tercapainya kesepakatan gencatan senjata hanyalah ilusi.
Lebih lanjut, sumber dari Hamas melontarkan kritikan keras terhadap usulan Amerika yang diklaim sebagai upaya untuk menjembatani perbedaan antara Palestina dan Israel. Usulan tersebut dinilai bertentangan dengan dokumen yang disepakati oleh kedua belah pihak dan para mediator pada 2 Juli lalu. Usulan itu mengulang kembali posisi dasar Israel yang bersikeras mempertahankan pendudukan di Gaza dan terus menekan Hamas untuk mencapai tujuan perang mereka.
Pernyataan dari kantor Perdana Menteri Israel pada hari Sabtu, 17 Agustus 2024 mengindikasikan bahwa ada harapan bagi Amerika dan para mediator untuk menekan Hamas agar mereka menerima usulan Amerika yang telah disesuaikan dengan kepentingan Israel.
Di lapangan, kekerasan terus berlanjut tanpa henti, bahkan selama KTT Doha berlangsung. Pembantaian dan operasi militer terhadap warga Gaza tidak pernah berhenti, menunjukkan bahwa Israel tidak berniat menghentikan perang. Bagi Israel, negosiasi hanyalah kewajiban yang dipaksakan oleh Amerika, yang mereka coba hindari sebisa mungkin.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, terus menetapkan syarat-syarat yang sulit dipenuhi untuk menggagalkan perundingan. Syarat-syarat ini termasuk tidak menarik diri dari beberapa area strategis di Gaza, memeriksa orang-orang yang kembali ke Gaza utara, dan membebaskan tahanan Palestina dengan berbagai batasan. Netanyahu ingin agar kesepakatan gencatan senjata ini lebih menyerupai penyerahan diri Hamas.
Netanyahu tampaknya yakin bahwa Amerika Serikat berada dalam posisi yang tidak memungkinkan dapat menekannya. Dia merasa didukung oleh basis politiknya dengan lobi Zionis di Amerika, dan Netanyahu sadar bahwa Amerika tidak akan mengorbankan Israel. Karena itu Dia tetap bersikeras dengan syarat-syaratnya, meskipun itu bisa merugikan hubungannya dengan pemerintahan Amerika yang tengah berjuang memenangkan pemilihan presiden mendatang.
Dalam negosiasi ini, Amerika terus berusaha menekan Hamas untuk menerima syarat-syarat Israel. Mereka mencoba mengemas syarat-syarat ini dalam bentuk perjanjian gencatan senjata, meskipun pada kenyataannya syarat-syarat tersebut sangat merugikan Hamas. Posisi Hamas semakin sulit karena Amerika tidak memiliki kekuatan nyata untuk menekan Netanyahu.
Pada akhirnya, Hamas dihadapkan pada dua pilihan: menerima syarat-syarat yang merugikan dan menandatangani 'sertifikat kematian' mereka sendiri, atau menolak dan menghadapi serangan Israel yang terus berlanjut. Jika mereka menolak, Amerika akan mencoba meredam konflik agar tidak meluas ke wilayah lain, sambil terus mendukung Israel dengan segala cara untuk menghancurkan Hamas.
KTT Doha menunjukkan sekali lagi bahwa Amerika adalah pelindung utama Israel, dan mereka berhasil menetralkan umat Islam serta tentara mereka melalui penguasa-penguasa Muslim yang menjadi antek mereka. Umat Islam di seluruh dunia harus segera bangkit untuk menggulingkan para penguasa ini dan mengangkat seorang khalifah yang akan menyatukan umat dan memobilisasi tentaranya untuk membebaskan Palestina dari cengkeraman Israel dan sekutunya.
0 Komentar