
Oleh: Jovilda
Mahasiswi
Setelah PBNU dan Muhammadiyah, kini Persis juga menerima konsesi tambang dari pemerintah dengan alasan untuk menunjukkan pengelolaan tambang yang sesuai dengan ajaran Islam. Diketahui bahwa sebelum Persis, ada NU, dan Muhammadiyah yang telah menerima tawaran serupa. Menurut pengakuannya, bahwa hal itu bertujuan untuk memperkuat dakwah dalam bidang ekonomi. Bahkan tidak mau ketinggalan, MUI juga mengaku sedang mengkaji kemungkinan untuk turut mengelola tambang sesuai dengan ajaran Islam (tempo).
Menurut Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, dalam Islam terdapat tiga jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Kepemilikan umum mencakup kebutuhan hidup banyak orang seperti air dan api, fasilitas publik seperti jalan dan sungai, serta barang tambang dengan deposit besar seperti emas dan tembaga. Barang tambang dalam jumlah besar dianggap milik umum dan tidak boleh dimiliki oleh individu, swasta, atau asing. Dasar hukumnya adalah hadits Nabi Muhammad ﷺ yang menyatakan bahwa:
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ: فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
"Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput, dan api." (HR. Abu Daud dan Ahmad)
Hadis tersebut menjelaskan bahwa kekayaan alam seperti air, padang rumput, dan hasil tambang adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini harus dikelola oleh negara dan hasilnya wajib digunakan untuk kepentingan rakyat. Sebaliknya, meyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, perusahaan swasta lokal, atau pihak asing adalah haram hukumnya.
Sementara dalam sistem kapitalis sekuler demokrasi, manusia memiliki kewenangan untuk menetapkan aturan hukum, yang dikenal sebagai “kedaulatan di tangan rakyat”. Hukum yang dibuat berasal dari pemikiran manusia, bukan dari Allah ﷻ, seperti dalam syariat Islam kaffah. Perbedaan fundamental ini menyebabkan berbagai polemik yang tak berkesudahan. Pengelolaan tambang yang berlimpah oleh negara sering kali tidak menemukan solusi yang jelas.
Adapun Islam, sebagai sistem kehidupan, mampu memecahkan berbagai masalah termasuk pengelolaan kekayaan alam. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an surah An-Nahl (16) ayat 89:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْن
"Dan kami turunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat, dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri."
Jika pemimpin dan rakyat berlandaskan keimanan kepada Allah ﷻ, dan menerapkan syariat-Nya secara total, polemik tidak akan ada.
Rakyat tidak akan dirugikan dan pemimpin tidak akan kebingungan dalam mengelola tambang. Aturan yang ada tidak akan berubah-ubah atau dipengaruhi oleh kepentingan tertentu. Alih-alih meningkatkan kesejahteraan, memberikan hak pengelolaan tambang kepada korporasi lokal maupun asing sering kali tidak memberikan manfaat yang diharapkan bagi rakyat.
Maka di sisi lain, Ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dan MUI seharusnya mendorong negara untuk mengambil alih tambang dari tangan oligarki swasta dan asing serta mengelolanya demi kepentingan rakyat. Ormas Islam seharusnya fokus pada amar makruf nahi mungkar dan mengoreksi kebijakan negara yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Kebijakan pengelolaan tambang yang tidak sesuai dengan syariat hanya menguntungkan oligarki dan merugikan rakyat.
Wallahualam bissawab.
0 Komentar