
Oleh: Rika Dwi Ningsih
Penulis Lepas
Wakil Presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, baru-baru ini menyatakan dukungannya yang tak tergoyahkan kepada Israel, khususnya dalam membela diri terhadap apa yang disebutnya sebagai 'ancaman' dari organisasi Hamas. Dalam pernyataannya, Harris menegaskan bahwa ia akan selalu membela hak Israel untuk melindungi diri. "Rakyat Israel tidak boleh lagi menghadapi ketakutan yang disebabkan oleh organisasi teroris bernama Hamas," ucap Harris 7 Oktober lalu.
Pernyataan ini membawa kita pada refleksi mendalam tentang kebijakan politik Amerika Serikat, yang sering kali dianggap hanya berbeda dalam retorika, bukan dalam substansi. Bilal Al-Mohajir dari Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir di Wilayah Pakistan menyoroti bahwa meskipun ada kekhawatiran sebagian orang tentang kemenangan Donald Trump dalam pemilu AS, pandangan yang diusung oleh Kamala Harris tidak berbeda jauh dengan Trump. Keduanya, menurut Al-Mohajir, hanya merupakan dua sisi dari mata uang yang sama.
Al-Mohajir menjelaskan bahwa kepentingan Amerika sebenarnya dikendalikan oleh para kapitalis yang menguasai dua sektor utama: energi dan industri, serta teknologi. Pemerintahan yang selama ini menduduki Gedung Putih, baik dari Partai Demokrat maupun Republik, hanyalah pekerja yang melayani kepentingan para kapitalis ini. Hal ini menyoroti bahwa perbedaan antara Harris dan Trump lebih terkait dengan strategi politik untuk memenangkan suara, daripada perbedaan dalam kebijakan substantif.
Dalam konteks pemilu, retorika Harris berusaha menarik simpati dari minoritas, termasuk Muslim, meskipun tampak bertentangan dengan kebijakannya yang tegas mendukung Israel. Sementara itu, Trump secara terbuka menunjukkan dukungannya kepada kelompok Yahudi dan kaum rasis yang ekstrem di AS. Kedua pendekatan ini, menurut Al-Mohajir, hanyalah cara untuk memenangkan suara dari kelompok-kelompok tertentu, tanpa mempedulikan prinsip-prinsip yang sesungguhnya.
Al-Mohajir menegaskan bahwa diaspora Muslim di Amerika tidak seharusnya menjadi alat politik dalam pemilu AS. Ia menekankan pentingnya bagi umat Islam untuk tetap teguh pada prinsip-prinsip agama mereka, daripada terlibat dalam permainan politik yang hanya akan merugikan mereka. Lebih jauh, ia menyerukan kepada para pemimpin kaum Muslim untuk berhenti mendorong partisipasi dalam pemilu yang dianggapnya sebagai konspirasi belaka. Sebaliknya, umat Islam harus merasa bangga dengan identitas mereka dan menyebarkan pesan Islam kepada orang-orang di sekitar mereka.
Dalam kesimpulannya, Al-Mohajir mengutip ayat 125 dari Surah An-Nahl, yang menekankan pentingnya menyeru manusia kepada jalan Allah dengan hikmah dan pengajaran yang baik. Ia menegaskan bahwa hanya dengan kembali kepada Islam dan meninggalkan ketergantungan pada sistem kapitalis, umat Islam dapat mencapai keadilan dan kedamaian sejati.

0 Komentar