REGISTRI BUNUH DIRI, MAMPUKAH JADI SOLUSI?


Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban

Satu lagi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (PP Kesehatan) yang ditandatangani Presiden Jokowi tanggal 26 Juli 2024 adalah pencatatan setiap kejadian bunuh diri dengan kebijakan registri bunuh diri sebagai upaya pencegahan bunuh diri (Tirto.id, 30/2024).

Pada pasal 155 ayat 1 berbunyi, “Dalam rangka upaya pencegahan bunuh diri diselenggarakan registri bunuh diri,” Pemerintah akan membuat sistem pencatatan kasus percobaan bunuh diri dan kasus kematian akibat bunuh diri. Registri bunuh diri akan memuat setidaknya paling sedikit memuat data jenis kelamin, usia, metode dan faktor risiko, latar belakang, alasan, dan/atau penyebab bunuh diri.

Sumber data registri bunuh diri berasal dari catatan Polri, kependudukan dan catatan sipil, lembaga pemerintah non-kementerian yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kegiatan statistik dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan. PP kesehatan ini juga mengamanatkan menteri di bidang kesehatan sebagai pelaku penyelenggara registri bunuh diri.

Pasal 154 PP Kesehatan berbunyi, “Pencegahan bunuh diri dapat dilakukan dengan pengaturan pemberitaan yang benar dan bertanggung jawab tentang bunuh di media massa dan media sosial”. Pasal ini dimaksudkan sebagai bagian pengaturan proses mitigasi dan upaya preventif terjadinya bunuh diri. Masih di pasal yang sama, pencegahan bunuh diri dilakukan dengan mencegah pemikiran timbulnya tentang menyakiti diri yang dilakukan dengan pengembangan keterampilan hidup, sosial dan emosional.

Pasal 154 ayat 4, diinstruksikan bagi terduga bunuh diri untuk membatasi akses terhadap alat, bahan dan fasilitas yang dapat dilakukan untuk bunuh diri. Juga menyediakan akses pelayanan konseling melalui saluran siaga, memberikan dukungan melalui kelompok penyintas dan penanganan fisik dan jiwa akibat percobaan bunuh diri.


Solusi Tataran Teknis Dimana Konsep Utama?

Lagi-lagi peraturan pemerintah ambigu. Seolah begitu baik jika diterapkan dan bisa diharapkan menjadi solusi. Namun jika ditelaah lebih mendalam, ini hanya solusi tingkat teknis, yaitu saat bunuh diri itu telah terjadi atau diduga seseorang akan melakukan bunuh diri. Konseling pendampingan pun tak beda, diberikan hanya supaya tidak jadi melakukan tindak bunuh diri. Sementara konsep utama, yaitu agar seseorang punya keyakinan untuk tidak bunuh diri, memiliki misi dan visi hidup yang kokoh dan menghargai nyawa sebagai anugerah Yang Kuasa tidak disentuh samasekali.


Kapitalisme Dalam Bingkai Demokrasi Biang Pemicu Bunuh Diri

Demokrasi sebagai sistem politik di negeri ini turut berkontribusi menambah angka bunuh diri kian tinggi. Sebab ada pandangan yang salah, mengartikan demokrasi hanya sekadar sebuah cara memilih pemimpin, padahal, dalam demokrasilah seorang pemimpin boleh menggunakan hukum manusia.

Meski ada sistem perwakilan rakyat, namun nyatanya wakil rakyat itu pula yang turut melanggengkan aturan manusia menjadi aturan hidup. Mereka membahas apa yang sudah jelas diharamkan dalam agama seperti miras, judi, zina dan lain sebagainya. Selanjutnya menetapkan hukum manusia sebagai solusi dengan alasan toleransi, kemanfaatan, memilih darurat terringan dan lain sebagainya.

Angka bunuh diri meningkat sekitar 36% antara tahun 2000–2022. Bunuh diri menyebabkan 49.476 kematian pada tahun 2022, yang berarti sekitar satu kematian setiap 11 menit. Jumlah orang yang berpikir atau mencoba bunuh diri bahkan lebih tinggi. Pada tahun 2022, diperkirakan 13,2 juta orang dewasa berpikir serius tentang bunuh diri, 3,8 juta merencanakan percobaan bunuh diri, dan 1,6 juta mencoba bunuh diri (cdc.gov, 25/4/2024).

Jika menilisik faktor-faktor terjadinya bunuh diri bisa berupa kambuhnya suatu penyakit seseorang, mengalami pelecehan, perilaku impulsive dan agresif, mengalami depresi, penggunaan narkoba, terjadinya konflik interpersonal (teman, pasangan, rekan kerja) atau konflik dalam rumah tangga. Sedangkan faktor risiko paling kuat pada kaum muda adalah tindakan kekerasan, agresi, perilaku depresi, dan isolasi sosial (pusdeka.unu-jogja.ac.id,9/12/2023).

Pemimpin terpilih dalam sistem demokrasi jelas mengambil sikap sekuler, yaitu pemisahan agama dari kehidupan, sekalipun ia muslim. Sebab selain ia didukung dengan pendanaan para investor asing-aseng maupun lokal, juga oleh koalisi berbagai partai yang seringkali di dominasi oleh partai nasional terbesar yang asasnya jelas bukan Islam, tapi nasionalisme.

Apa yang bisa diharapkan dari fakta demikian? Seruan perbanyaknya suara kaum muslim di parlemen hanya berakhir berupa seruan, secara fakta tidak akan mengubah tingkat suara menjadi mayoritas Islam. Sistem demokrasi juga meniscayakan berkaitan dengan penerapan ekonomi kapitalisme, sebab kemanfaatan adalah nilai tertinggi dalam aturannya bukan halal dan haram.

Maka bisa dikaitkan betapa tingkat depresi individu masyarakat semakin hari semakin tinggi. Berbagai mata pencarian yang ada tak mencukupi pemenuhan kebutuhan keluarga. Semua serba berbayar dan mahal, mulai dari kesehatan, pendidikan, sandang, pangan, papan dan keamanan. Setiap lembaga negara mengeluarkan kebijakan seolah sudah berpihak pada rakyat nyatanya tidak.

Kebijakan itu hanya ramah kepada investor, mencekik rakyat. Produksi digenjot tapi distribusi diabaikan. Belum lagi dengan tambahan pungutan pajak dan setumpuk utang negara yang mau tak mau harus dilunasi dari APBN. Wajar jika perilaku individu rakyat setali tiga uang dengan penguasanya, yaitu individualistis dan hedonis. Hanya mengutamakan keamanan perut sendiri.

Bagi mereka yang tingkat grassroot jelas bebannya sangat berat, kemana jika pikiran sudah buntu? Apalagi keyakinan pada Allah hanya ada secuil? Tentulah bunuh diri, mengadu pada Tuhan tak kenal, mengadu pada manusia malah menjadi fitnah, tentulah bunuh diri yang jadi solusi. Padahal ini penyakit akut, yang tak bisa diatasi hanya dengan rigistri bunuh diri.


Islam Pengayom Umat

Berbeda dengan Islam. Pemimpin dalam Islam adalah pengurus urusan umat sebagaimana sabda Rasulullah ï·º, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari). Menjadi pengurus atau Junnah (perisai) bagi umat Islam, khususnya, dan rakyat umumnya, meniscayakan Imâm harus kuat, berani dan terdepan. Bukan orang yang pengecut dan lemah. Kekuatan ini bukan hanya pada pribadinya, tetapi pada institusi negaranya. Kekuatan ini dibangun karena pondasi pribadi dan negaranya sama, yaitu akidah Islam.

Islam memandang bunuh diri adalah perbuatan haram sebagaimana firman Allah ï·» yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (TQS an-Nisa:29).

Rasulullah ï·º juga bersabda, “Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, ia akan di adzab dengan itu di hari kiamat” (HR. Bukhari no. 6105, Muslim no. 110). Maka, menjadi kewajiban negara untuk menjaga mental rakyatnya agar senantiasa dalam keadaan baik. Ridha terhadap ketetapan Allah ï·» baik buruknya, dan senantiasa bersyukur atas nikmat dan karunia-Nya.

Di sisi lain juga menjamin 100 persen kebutuhan pokok rakyat agar setiap ibadah, misal menafkahi keluarga secara makruf bisa terpenuhi. Kemudian negara mendorong agar setiap individu masyarakat melakukan amar makruf nahi mungkar, sehingga suasana keimanan yang tinggi bisa terus menerus dirasakan. Setiap orang ditekankan memiliki kesadaran yang utuh tentang misi dan visi hidup yaitu menjadi hamba Allah sejati.

Tentu dibutuhkan pendidikan yang berkualitas dan mudah diakses setiap individu rakyat. Terutama pendidikan yang berbasis akidah Islam, yang mampu menempa pribadi setiap anak didik dengan akidah dan tsaqofah Islam, sehingga tumbuh tidak hanya menjadi generasi yang cakap dalam akademik seperti sains dan teknologi, tapi juga mampu menjadi sosok yang senantiasa merasa diawasi Allah sehingga senantiasa menyelaraskan pola pikir dan pola sikap sesuai syariat Islam.

Di sisi lain, negara memberikan sanksi tegas bagi setiap pelanggaran hak dan kewajiban individu rakyat, dimana setiap hukum yang dijatuhkan bersifat jawabir (penebusan dosa di dunia) dan zawabir (memunculkan efek jera bagi siapapun yang belum melakukannya).

Keluarga sejahtera dalam jaminan negara, masyarakat yang ringan beramar makruf nahi munkar dan penegakkan hukum syara yang dilaksanakan oleh negara akan bisa memastikan bahwa upaya bunuh diri dapat diminimalisir. Semua hanya bisa terwujud dalam sistem Khilafah ala minhaji nubuwwah, bukan sekuler kapitalisme demokrasi.

Wallahualam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar