SASTRAWAN POLITIK MINTA PENDUKUNG ANIES BASWEDAN INTROSPEKSI SETELAH GAGAL PILPRES DAN PILKADA


Oleh: Rika Dwi Ningsih
Jurnalis Lepas

Setelah kegagalannya di Pilpres 2024, Anies Baswedan kembali mengalami tantangan dalam perjalanan politiknya. Baru-baru ini, beredar luas di publik sebuah voice note yang diduga berasal dari Anies, ditujukan kepada Khoirudin, yang menandai berakhirnya hubungan Anies dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Voice note tersebut dianggap sebagai konfirmasi bahwa hubungan antara Anies dan PKS sudah tidak lagi harmonis.

Dalam situasi ini, PKS merasa dirugikan, terutama setelah voice note tersebut bocor ke publik. PKS menjadi pihak yang dianggap bertanggung jawab atas keputusan untuk tidak lagi mendukung Anies sebagai calon gubernur (Cagub). Menyikapi hal ini, Khoirudin segera merespons dengan voice note balasan, yang juga kemudian tersebar luas di masyarakat. Akibatnya, komunikasi pribadi antara kedua tokoh ini menjadi konsumsi publik dan memicu perpecahan di kalangan pendukung.

Kondisi ini memunculkan berbagai pendapat pro dan kontra terkait PKS dan cara Anies berkomunikasi. Bagi sebagian pihak, keputusan PKS untuk tidak melanjutkan dukungan kepada Anies dianggap wajar. Apalagi, ketika Anies menolak tawaran untuk menjadi kader PKS, keputusan PKS untuk membuka komunikasi dengan partai lain dianggap sebagai langkah yang logis.

Ahmad Khozinudin, seorang sastrawan politik, menyampaikan pendapatnya bahwa langkah PKS memberikan karpet merah kepada Anies untuk menjadi Cagub tanpa melewati jenjang partai seperti kader lainnya adalah sebuah pengecualian yang luar biasa. Namun, sayangnya, tawaran tersebut ditolak oleh Anies.

Ahmad juga menyoroti dukungan yang diberikan oleh Partai NasDem kepada Anies sebagai sesuatu yang mungkin bersifat sementara. Ia mengingatkan bahwa pada akhirnya, NasDem mungkin akan mundur karena kursi yang dimiliki NasDem tidak cukup untuk mengusung Anies dalam Pilkada.

Selain itu, Ahmad mengingatkan relawan Anies agar bersikap realistis dan tidak memaksa Anies masuk dalam situasi yang lebih sulit. Ia juga menekankan bahwa jika Anies diusung oleh PDIP, hal tersebut justru dapat merontokkan elektabilitasnya, mengingat PDIP adalah partai yang dianggap pro terhadap penista agama, sebuah stigma yang sangat kuat di kalangan umat Islam, terutama sejak Pilkada Jakarta yang melibatkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Ahmad menutup opininya dengan kritik terhadap sistem demokrasi sekuler yang dianggapnya tidak akan menempatkan orang baik di puncak kekuasaan. Menurutnya, dalam demokrasi, uang adalah penentu utama, bukan rakyat. Ia berpendapat bahwa untuk mewujudkan kepemimpinan yang ideal, diperlukan perubahan mendasar dalam sistem politik yang ada, menuju sistem yang lebih selaras dengan nilai-nilai Islam.

Pendapat ini tentu menjadi bahan perenungan bagi Anies dan pendukungnya, apakah langkah-langkah yang diambil selama ini sudah tepat, atau perlu ada introspeksi dan penyesuaian strategi di masa mendatang, tutupnya memungkasi.

Posting Komentar

0 Komentar