
Oleh: Lilis Sumyati
Pegiat Literasi
Dilansir dari laman rejabar.republika.co.id (11/07/2024), Bupati Bandung Dadang Supriatna mengapresiasi secara positif mengenai penurunan inflasi di Kabupaten Bandung year on year pada Juni 2024 yakni menyentuh angka 2,24 persen dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 3,04 persen. Ia menegaskan bahwa penurunan tersebut bisa jadi karena dukungan masyarakat sepenuhnya dan juga kerja serius semua pihak.
Inflasi sendiri merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus dalam jangka waktu tertentu. Angka inflasi yang rendah juga stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan sehingga memberi peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Dengan stabilnya perekonomian ini akan berakibat pada menurunnya tingkat harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus di suatu negara. Ini secara teoritis.
Namun pada hakikatnya penurunan angka inflasi tak hanya dilihat dari aspek turunnya harga barang pokok dan jasa, serta hanya diukur dari skup wilayah kabupaten saja. Masalah inflasi itu adalah problem ekonomi makro yang nantinya akan memberikan dampak ketidakstabilan dalam perekonomian yang berpengaruh dari hulu ke hilir yakni dari pemerintah pusat hingga daerah.
Dalam hal ini, pertumbuhan ekonomi merupakan suatu masalah jangka panjang yang diurus dan diwujudkan oleh setiap negara. Karena pertumbuhan ekonomi menjadi penyebab sehat atau tidaknya perekonomian suatu negara dan menjadi syarat mutlak untuk memajukan dan menyejahterakan bangsa. Bila suatu negara tidak dapat meningkatkan pertumbuhan ekonominya maka akan menimbulkan masalah ekonomi dan sosial yang baru seperti tingginya tingkat kemiskinan yang terjadi.
Terlebih bahwa angka pertumbuhan ekonomi secara makro dihitung berdasarkan rata-rata dari harta yang dimiliki oleh semua masyarakat. Sementara selama ini konsentrasi harta banyak berpusat di beberapa kalangan individu masyarakat kaya saja, pemilik kapital, sementara rakyat kebanyakan tetap berada di tingkat yang rendah. Hal ini terjadi karena yang terlibat dalam kegiatan produksi termasuk investasi hanyalah pemilik modal alias orang-orang kaya yang jumlahnya hanya sedikit. Sedangkan sisanya, mayoritas adalah kalangan orang-orang miskin yang hanya mendapat sisanya.
Itulah cara pandang kapitalisme sekuler. Mereka menghitung tingkat kesejahteraan dari sisi pertumbuhan ekonomi yang ternyata tidak menyentuh level sejahtera individu per individu, melainkan hanya rata-rata saja. Jadi sampai kapanpun kesejahteraan di sistem kapitalisme sekuler secara berkeadilan itu hanya berupa angka dan tak berpengaruh pada kondisi riil masyarakat secara keseluruhan.
Begitupun bahwa dalam sistem ekonomi kapitalisme, tidak mengenal konsep kepemilikan harta. Semua diatur dengan prinsip kebebasan. Sumber daya alam yang seharusnya hak seluruh warga negara pun di sistem ini pada kenyataannya dikuasakan kepada para kapitalis (pemilik modal) untuk menjalankan roda perekonomiannya. Kebijakan inilah yang membuat bendera oligarki berkibar di setiap wilayah negeri ini hingga tak terbendung. Pada akhirnya pajaklah yang justru dijadikan sebagai sumber pendapatan yang dampaknya mencekik kehidupan rakyat. Maka dari itu, sampai kapanpun kesejahteraan hakiki rakyat secara keseluruhan tak akan didapat jika sistem kapitalisme yang masih berlaku.
Maka ketika dalam skup wilayah Kabupaten Bandung penurunan angka inflasi saat kepemimpinan petahana (Bupati Dadang Supriatna) dipandang sesuatu yang menggembirakan, patut diduga bahwa itu bentuk "mengarahkan" narasi betapa hal demikian adalah bagian dari hasil kerja keras dan keberhasilannya ketika memimpin Kabupaten Bandung. Bukankah pencitraan dan peningkatan elektabilitas adalah sesuatu yang biasa dalam sistem demokrasi?
Lain halnya dengan Islam, keberhasilan yang diraih seorang pemimpin bukan demi pencitraan. Melainkan karena kewajibannya untuk menjamin kesejahteraan masyarakat.
Dari Ibnu Umar ra., ia berkata, Rasulullah ï·º pernah bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang Imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (Hadis sahih, Muttafaq ‘alaih)
Sistem ekonomi Islam menjamin seluruh kebutuhan rakyat baik kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, keamanan, dan kesehatan. Adapun kebutuhan pokok individu masyarakat seperti sandang, pangan, dan papan wajib dapat diakses dengan mudah oleh rakyatnya. Kesejahteraan dalam Islam dipandang ketika semua rakyat individu per individu bisa sejahtera, bukan sekadar angka pertumbuhan ekonomi yang bersifat rata-rata.
Di bidang pendidikan, keamanan, dan kesehatan yang menjadi kebutuhan dasar publik akan dijamin oleh negara secara langsung. Semua rakyat dapat menikmati layanan publik dengan kualitas yang sama secara murah bahkan gratis.
Sedangkan jaminan kebutuhan pokok rakyat akan diberikan secara tidak langsung. Mekanismenya yaitu dengan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya dan memberikan kesempatan bekerja yang sama bagi laki-laki dewasa dan mampu bekerja. Itu dilakukan semata agar mereka dapat menafkahi pihak-pihak yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam pos kepemilikan, Islam membaginya menjadi tiga, kepemilikan umum, negara, dan individu. Negara juga menjamin tidak akan terjadi inflasi dan krisis ekonomi, sebab mengharamkan praktik ribawi, spekulan, ekonomi nonriil, dan sejenisnya.
Selain itu, dalam sistem Islam juga terdapat Baitul Maal. Baitul Maal adalah lembaga keuangan yang memiliki tiga pos pemasukan. Pertama, pos kekayaan milik negara yang berasal dari harta kharaj, fai’, usyur, jizyah, ghanimah, dan sebagainya. Kedua, pos kekayaan milik umum yang berasal dari harta pengelolaan SDA. Ketiga, pos zakat dan sedekah yang bersumber dari zakat fitrah, zakat mal, sedekah, infak, dan wakaf kaum Muslimin.
Setiap pos Baitul Maal ini memiliki jalur pengeluaran masing-masing. Oleh karenanya negara memiliki anggaran yang lebih dari cukup untuk menjamin kebutuhan masyarakat tanpa membebani mereka dengan pajak dan utang sebagaimana yang terjadi di sistem kapitalisme.
Untuk itulah, Islam datang dengan membawa seperangkat aturan hidup yang akan membimbing para pemimpin umat hingga tujuan kepemimpinannya bisa direalisasikan dengan sebaik-baiknya. Dengan syariat Islam, mereka benar-benar akan memfungsikan sistem ekonomi yang berujung pada kesejahteraan masyarakat dan meningkatnya daya beli masyarakat secara riil.
Wallahualam bissawab.
0 Komentar