
Oleh: Darul Iaz
Penulis Lepas
Banyak yang masih membela demokrasi tanpa menyadari bahwa konsep ini menempatkan kedaulatan di tangan rakyat, sebuah prinsip yang sejatinya bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam Islam, kedaulatan mutlak berada di tangan Allah ﷻ, bukan manusia. Oleh karena itu, menjadi hal yang mengherankan ketika ada aktivis Islam yang mendukung demokrasi. Dukungan ini seolah-olah menunjukkan kesediaan mereka untuk menggantikan hukum Allah dengan hukum yang dibuat oleh manusia. Lantas, apa dasar umat Islam untuk tunduk pada hukum rakyat yang bersumber dari akal manusia, bukan dari wahyu Ilahi?
Kenyataannya, demokrasi tidak benar-benar menempatkan kedaulatan di tangan rakyat. Sebaliknya, kedaulatan diambil alih oleh partai politik dan oligarki. Pilkada Jakarta menjadi contoh nyata bagaimana pemimpin yang diharapkan oleh rakyat justru dijegal oleh kekuatan oligarki dan partai politik. Mereka hanya menyodorkan pilihan-pilihan yang sudah ditentukan, seakan-akan rakyat hanya bisa memilih dari apa yang telah ditetapkan tanpa ada pilihan lain.
Fakta ini seharusnya membuka mata umat Islam untuk memahami betapa rusaknya demokrasi sebagai sistem pemerintahan. Dengan pemahaman yang mendalam, umat Islam seharusnya dapat segera melihat jalan keluar dari kerusakan ini, yaitu dengan kembali kepada Islam secara kaffah. Jalan Islam yang dimaksud bukanlah melalui sistem republik, kerajaan, atau bentuk pemerintahan lainnya, melainkan melalui penerapan sistem Khilafah. Sepanjang sejarah, Khilafah telah terbukti menjadi sistem yang konsisten menerapkan hukum Allah, bukan hukum manusia.
Penulis merasa perlu untuk mengkritisi pandangan yang menyatakan "KRITIKLAH DEMOKRASI TAPI JANGAN ANTI-DEMOKRASI DAN ANTI-PILKADA". Judul ini seolah-olah menyarankan untuk tetap berada dalam jebakan sistem yang rusak, padahal yang lebih mendesak adalah fokus pada perjuangan menegakkan syariah dan Khilafah. Apalagi jika penulisnya adalah Dr. Adian Husaini, yang selama ini tidak menunjukkan kepedulian terhadap kerusakan yang dibawa oleh demokrasi, baik dalam pemilu, pilpres, maupun kezaliman rezim yang berkuasa. Namun, tiba-tiba saja dia meminta rakyat untuk tidak menolak demokrasi, padahal jelas-jelas demokrasi adalah biang kerok dari berbagai keruwetan di negeri ini.
Lebih parah lagi, Adian Husaini dengan mudahnya mendeskreditkan perjuangan syariah dan Khilafah, seolah-olah perjuangan ini tidak memiliki dasar yang kuat. Pernyataan ini jelas mengabaikan upaya-upaya serius dari organisasi seperti Hizbut Tahrir yang konsisten memperjuangkan penerapan syariah dan Khilafah. Menganggap perjuangan ini sebagai opini belaka tanpa kajian yang matang sungguh tidak adil. Jika merasa memiliki kajian yang matang, sebaiknya Adian Husaini memaparkannya kepada publik dan biarkan umat Islam menilai sendiri apakah mereka akan terus tertipu oleh demokrasi atau bangkit dan kembali kepada Islam yang murni dengan memperjuangkan syariah dan Khilafah.
Di era Mulkan Jabariyan ini, semestinya para ulama dan cendekiawan berlomba-lomba dalam memperjuangkan tegaknya Khilafah. Bukannya malah menimbulkan keraguan terhadap perjuangan mulia ini, apalagi sampai ikut mempertahankan sistem demokrasi yang jelas-jelas sudah rusak. Kini saatnya umat Islam bersatu dan fokus pada perjuangan yang benar, yaitu menegakkan syariah dan Khilafah sebagai solusi atas semua kerusakan yang ada.
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ
“Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti minhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan) yang zalim; ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (kerajaan) diktator yang menyengsarakan; ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti minhaj kenabian.” Beliau kemudian diam. (HR Ahmad dan Al-Bazar).
0 Komentar