
Oleh: Irohima
Penulis Lepas
Selain sandang-pangan, rumah menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat penting mengingat fungsinya sebagai tempat tinggal, berlindung dan bernaung. Idealnya, setiap orang harus memiliki tempat tinggal yang tetap, namun sayang, saat ini memiliki sebuah rumah bagi sebagian besar orang sangat sulit karena terhalang oleh berbagai persoalan dan kendala, seperti harga rumah yang mahal. Apalagi sekarang harga rumah terus mengalami kenaikan, sementara rata – rata penghasilan sangat jauh dari kata menjanjikan.
Menurut data BPS, saat ini terdapat 9,9 juta masyarakat Indonesia yang belum memiliki rumah, dan jumlah ini bisa jadi akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan penduduk. Guna menjawab kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan masyarakat miskin yang belum memiliki hunian yang layak, pemerintah meluncurkan program 3 juta rumah yang diinisiasi oleh Presiden Prabowo dengan memanfaatkan aset yang dimiliki oleh negara seperti tanah sitaan dari kasus korupsi, aset hasil Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, tanah milik Pemda yang tidak terpakai, lahan idle, serta eks-Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan yang dikelola Kementerian ATR/BPN.
Program ini mencakup pembangunan 2 juta rumah di wilayah pedesaan dan satu juta apartemen di perkotaan. Dari 3 juta rumah yang direncanakan, sekitar 20% akan dialokasikan sebagai rumah bersubsidi, sedangkan sisanya dikembangkan untuk hunian komersial. Selain pulau Jawa, program ini juga menyasar wilayah lain seperti Kota Bekala di Medan, Talang Keramat di Palembang, dan Bonto di Makassar (Tempo.co, 01/12/2024).
Memiliki rumah layak huni saat ini seperti mimpi di siang hari, karena harganya yang sangat tinggi akibat tata kelola perumahan yang diatur berdasarkan kapitalisme yang sifatnya merugikan. Sejatinya menyediakan perumahan layak huni adalah kewajiban negara, namun dalam sistem kapitalisme, negara hanya menjadi regulator yang bertugas memuluskan pihak swasta dalam mengendalikan pembangunan perumahan rakyat untuk mendapatkan keuntungan dengan menggunakan narasi seolah negara yang bekerja memenuhi kebutuhan rakyat akan rumah, padahal sebenarnya para pemilik modal besar yang berada di belakang layar, memainkan dan mengendalikan setiap peran.
Para pemilik modal besar bersikap seolah telah membantu masyarakat memiliki rumah dengan dalih memberi keringanan dalam memiliki rumah melalui KPR yang dengan jangka waktu dan bunga tertentu, padahal KPR bisa mengandung riba jika akadnya tidak sesuai, jika cicilan dan bunga tinggi maka akan memberikan keuntungan berkali-kali lipat bagi pengusaha sementara butuh waktu hingga bertahun-tahun dan biaya besar bagi rakyat untuk melunasinya.
Kepemimpinan dalam kapitalisme jauh dari fungsi riayah dan tidak memiliki dimensi ruhiyah. Kapitalisme yang memprioritaskan materi akan terus berupaya mencari keuntungan besar dalam setiap langkahnya, para pemimpin pun akan melahirkan berbagai kebijakan yang menguntungkan mereka dan para pengusaha meski harus mengorbankan kepentingan rakyat banyak. Inilah karakter kapitalis sebenar-benarnya, menjadikan hampir seluruh aspek kehidupan sebagai produk yang diperjualbelikan, termasuk penyediaan perumahan.
Dalam Islam, rumah adalah salah satu kebutuhan dasar selain sandang, pangan, pendidikan, kesehatan dan keamanan yang wajib dijamin pemenuhannya oleh negara. Islam akan melarang negara mengalihkan tanggung jawab kepada badan usaha, swasta, bank-bank, atau pengembang perumahan karena akan menghilangkan peran negara sebagai pelayan rakyat. Negara juga akan melarang penguasaan tanah oleh korporasi.
Negara dalam Islam memiliki ketahanan dan kedaulatan finansial dari berbagai sumber pendapatan negara yang mampu membiayai pembangunan perumahan. Bagi rakyat yang berpenghasilan rendah ataupun miskin, negara akan memberikan tanah miliknya secara gratis untuk dibangun rumah. Dalam hal industri bahan bangunan yang berasal dari bahan tambang, negara akan mengolah agar menjadi semen, besi, tembaga dan lain-lain yang murah dan berkualitas serta siap pakai hingga masyarakat mudah mengaksesnya. Rumah-rumah masyarakat yang belum layak huni juga akan dibantu renovasi oleh negara.
Terjaminnya ketersediaan perumahan yang layak hanya akan terwujud jika kita menerapkan sistem Islam secara kaffah di bawah naungan daulah. Kita tentu masih ingat akan masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, di mana masyarakatnya hidup dalam keadaan sangat sejahtera, sampai tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat, sehingga harta di Baitulmal sampai membengkak.
Hanya dalam Islam, memiliki rumah bukan lagi sekedar mimpi di siang hari, tapi merupakan mimpi yang wajib diwujudkan. Hanya Islam pula yang mampu mewujudkan kesejahteraan yang merata untuk semua orang.
Wallahulam bis shawab
0 Komentar