
Oleh: Lathifa Rohmani
Muslimah Peduli Umat
Minimnya perhatian negara terhadap pendidikan kembali terlihat jelas ketika tunjangan kinerja (Tukin) dosen ASN dihentikan. Pemerintah beralasan, kebijakan ini terjadi akibat perubahan nomenklatur dan ketiadaan anggaran. Namun, alasan tersebut sulit diterima, mengingat pentingnya peran dosen dalam mencerdaskan generasi bangsa. Bahkan, banyak dosen mengaku tidak menerima tunjangan tersebut selama lima tahun terakhir, meskipun mereka tetap menjalankan tugas mendidik mahasiswa. Sebagai bentuk protes, mereka mengirimkan 60 karangan bunga ke Kantor Kemendikbudristek untuk menyampaikan pesan kekecewaan mereka secara simbolis (Kompas.com, 7 Januari 2025).
Masalah pendidikan tidak hanya dirasakan oleh dosen, tetapi juga oleh mahasiswa dari keluarga kurang mampu. Pada tahun 2025, persyaratan penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah menjadi semakin ketat. Di salah satu perguruan tinggi, hanya tujuh calon mahasiswa yang memenuhi kriteria penerima beasiswa ini. Hal ini menunjukkan bahwa akses pendidikan bagi masyarakat miskin semakin dipersulit oleh aturan yang kaku dan tidak sensitif terhadap realitas sosial (Kompas.com, 10 Januari 2025).
Sistem Kapitalisme Penyebabnya
Ketidakmampuan mahasiswa miskin untuk melanjutkan pendidikan tinggi akibat kendala biaya memperlihatkan kegagalan pemerintah dalam memastikan hak pendidikan untuk semua. Padahal, pendidikan merupakan hak dasar yang harus dijamin oleh negara sesuai dengan amanat konstitusi. Ironisnya, banyak kebijakan yang dibuat pemerintah justru mempersempit peluang bagi kelompok marginal untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Masalah ini menjadi salah satu bukti nyata dari dampak buruk sistem kapitalisme yang saat ini diterapkan di Indonesia. Dalam sistem kapitalisme, pendidikan sering kali dipandang sebagai sektor ekonomi yang berorientasi pada keuntungan. Pemerintah lebih memprioritaskan alokasi anggaran untuk sektor-sektor yang menghasilkan keuntungan finansial, seperti infrastruktur atau proyek strategis nasional, dibandingkan pendidikan. Akibatnya, sektor pendidikan sering kali dianaktirikan, baik dalam hal alokasi anggaran maupun kebijakan pendukung.
Selain itu, sistem kapitalisme juga mendorong komersialisasi pendidikan, di mana biaya pendidikan menjadi semakin mahal dan hanya dapat diakses oleh kalangan tertentu. Hal ini menciptakan ketimpangan sosial yang semakin lebar, di mana kelompok miskin sulit mendapatkan pendidikan berkualitas, sementara kelompok kaya memiliki akses yang lebih baik. Kondisi ini jelas bertentangan dengan prinsip keadilan sosial, di mana setiap individu seharusnya memiliki hak yang sama untuk mengakses pendidikan tanpa memandang latar belakang ekonomi.
Sistem Pendidikan Islam sebagai Solusi
Islam menawarkan solusi komprehensif untuk mengatasi masalah ini dengan menjadikan pendidikan sebagai hak dasar yang dijamin oleh negara. Dalam sistem Islam, pendidikan disediakan secara gratis untuk semua warga negara, termasuk pendidikan tinggi. Negara memiliki tanggung jawab penuh untuk memastikan setiap individu mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas, tanpa terkendala oleh biaya.
Pendanaan pendidikan dalam Islam berasal dari sumber pemasukan yang beragam, seperti pengelolaan sumber daya alam, zakat, jizyah, dan pengelolaan aset publik. Sistem ini memastikan bahwa negara memiliki sumber daya yang cukup untuk mendanai pendidikan tanpa harus membebani rakyat melalui pajak atau biaya pendidikan yang mahal. Dengan demikian, pendidikan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat secara merata.
Selain memberikan pendidikan gratis, sistem Islam juga sangat menghargai peran pendidik. Para dosen dan guru mendapatkan gaji yang layak, bahkan lebih besar dibandingkan profesi lainnya. Hal ini mencerminkan penghargaan tinggi terhadap peran pendidik sebagai pembangun generasi bangsa. Dengan jaminan kesejahteraan yang memadai, para pendidik dapat fokus menjalankan tugas mereka tanpa perlu mencari pekerjaan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pada masa Kekhilafahan, pendidikan menjadi salah satu sektor yang sangat diperhatikan. Negara memberikan anggaran besar untuk membangun sekolah, universitas, dan lembaga pendidikan lainnya. Salah satu contohnya adalah Baitul Hikmah di Baghdad, yang menjadi pusat pendidikan dan penelitian terkemuka pada masanya. Lembaga ini tidak hanya memberikan pendidikan gratis, tetapi juga memberikan dukungan penuh kepada para ilmuwan dan pendidik untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Dengan menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama, sistem Islam berhasil melahirkan generasi cendekiawan yang berkontribusi besar terhadap perkembangan peradaban. Nama-nama seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, dan Al-Khawarizmi adalah bukti nyata keberhasilan sistem pendidikan Islam dalam melahirkan individu-individu unggul. Hal ini sangat kontras dengan kondisi pendidikan saat ini di bawah sistem kapitalisme, di mana potensi individu sering kali terhambat oleh keterbatasan akses dan biaya.
Khatimah
Solusi Islam tidak hanya terbukti efektif dalam menjamin kesejahteraan pendidik dan akses pendidikan yang merata, tetapi juga mampu menciptakan sistem pendidikan yang berorientasi pada kemaslahatan umat. Dengan menempatkan pendidikan sebagai hak dasar yang harus dipenuhi oleh negara, sistem Islam memastikan bahwa setiap individu memiliki peluang yang sama untuk mengembangkan potensi dirinya dan berkontribusi bagi masyarakat.
Masalah kesejahteraan dosen dan akses pendidikan yang sempit merupakan cerminan dari kegagalan sistem kapitalisme dalam menjamin hak-hak dasar rakyat. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan perubahan mendasar menuju sistem Islam yang menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama. Dengan solusi Islam, kesejahteraan pendidik terjamin, pendidikan gratis untuk semua lapisan masyarakat, dan sistem yang berorientasi pada keadilan sosial dapat terwujud.
Wallahu a'lam bish-shawwab.

0 Komentar