
Oleh: Darul Iaz
Pengamat Politik
Ketika penderitaan rakyat, khususnya nelayan, dijadikan bahan candaan oleh seorang pejabat negara, kita perlu bertanya: di mana empati yang seharusnya dimiliki oleh para wakil rakyat? Pernyataan Anggota DPD RI, Alfiansyah atau lebih dikenal sebagai Komeng, baru-baru ini menyingkap ironi tersebut. Dalam sebuah forum resmi, ia melontarkan lelucon yang menyakitkan hati: "Itu harusnya ada kerja sama dengan perusahaan teralis. Jadi enak semuanya kerja, yang mager dapat duit, yang dipager juga dapat duit."
Komentar ini tidak hanya menunjukkan ketidakpekaan, tetapi juga menambah luka bagi para nelayan di Pantai Utara Banten yang sudah lama menderita akibat pagar laut PIK-2 sepanjang lebih dari 30 km. Pagar tersebut menghalangi akses nelayan ke laut, memaksa mereka menempuh rute yang lebih jauh, menghabiskan bahan bakar lebih banyak, dan mengurangi hasil tangkapan. Alih-alih menunjukkan empati, candaan ini justru disambut gelak tawa oleh anggota DPD RI lainnya, menambah rasa ironi di tengah penderitaan rakyat.
Penderitaan Nyata Nelayan Banten
Pagar laut PIK-2 bukan sekadar penghalang fisik, tetapi juga menjadi simbol ketidakadilan bagi masyarakat pesisir. Nelayan kecil yang bergantung pada laut untuk penghidupan kini menghadapi tantangan besar: jarak tempuh yang lebih panjang, biaya operasional yang meningkat, dan tangkapan ikan yang semakin menurun. Kondisi ini memperburuk kesejahteraan mereka, membuat kehidupan semakin sulit.
Namun, alih-alih fokus pada penyelesaian masalah, seorang senator yang seharusnya berfungsi sebagai penyeimbang dan penyempurna fungsi DPR RI justru memilih untuk melontarkan candaan yang tidak sensitif dan menyayat hati.
DPD RI dan Wajah Politik yang Rusak
Komentar Komeng ini menambah daftar panjang perilaku tidak pantas dari anggota DPD RI. Sebelumnya, Yoris Raweyai, salah satu pimpinan DPD RI, pernah mengklaim bahwa proyek strategis nasional (PSN) PIK-2 tidak menimbulkan masalah atau komplain dari masyarakat. Klaim ini bertolak belakang dengan kenyataan di lapangan, di mana proyek tersebut melanggar Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) dan telah menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat sekitar.
Seharusnya, Komeng dan anggota DPD RI lainnya mengambil peran yang lebih aktif dalam memperjuangkan hak-hak nelayan dan mendesak pemerintah untuk segera mencabut pagar laut tersebut. Namun, sikap yang ditunjukkan justru semakin merusak kepercayaan rakyat kepada lembaga yang mestinya menjadi wakil mereka.
Pejabat Bukan Komedian
Latar belakang Komeng sebagai komedian tidak bisa dijadikan pembenaran atas perilaku seperti ini. Sejak dilantik sebagai senator, ia semestinya meninggalkan atributnya sebagai pelawak dan mulai menjalankan tugasnya sebagai pejabat negara yang peka terhadap nasib rakyat. Menghadapi penderitaan rakyat dengan canda bukan hanya tidak pantas, tetapi juga mencederai kepercayaan rakyat kepada wakil-wakilnya.
Jika seorang pejabat negara hanya mampu melucu tanpa solusi, maka kerugian rakyat semakin besar. Gaji yang diterima pejabat semestinya dibarengi dengan kinerja yang memadai, bukan sekadar hiburan kosong yang melukai hati rakyat.
Harapan untuk Para Wakil Rakyat
Pagar laut PIK-2 adalah masalah nyata yang membutuhkan perhatian serius dari para senator DPD RI, bukan sekadar lelucon. Rakyat, khususnya nelayan, membutuhkan solusi, bukan candaan. Para senator seharusnya menjadi teladan dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat, bukan menambah beban mereka dengan komentar tidak sensitif.
Rakyat Indonesia pantas mendapatkan wakil yang lebih baik, wakil yang peduli, empati, dan sungguh-sungguh menjalankan amanah. Bukan sekadar wajah-wajah dengan latar belakang selebritas, tetapi sosok yang benar-benar memahami tugas dan tanggung jawabnya.

0 Komentar