
Oleh: Darul Iaz
Penulis Lepas
Media sosial tengah diramaikan oleh tagar #KaburAjaDulu, yang mencerminkan keinginan sebagian masyarakat untuk meninggalkan Indonesia demi kehidupan yang lebih baik di luar negeri. Fenomena ini mencerminkan keresahan mendalam terhadap kondisi ekonomi, pendidikan, hukum, dan sosial di tanah air.
Bukan sekadar tren, tagar ini mencerminkan realitas bahwa banyak anak muda merasa tidak memiliki harapan di negeri sendiri. Mereka melihat Singapura, Australia, Kanada, atau negara-negara lain sebagai tempat yang lebih menjanjikan untuk menempuh pendidikan, mencari pekerjaan, hingga membangun kehidupan.
Menurut data Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, sebanyak 4.241 WNI telah memilih pindah kewarganegaraan ke Singapura dalam periode 2019 hingga April 2023. Fakta ini menunjukkan bahwa keinginan untuk "kabur" bukan sekadar wacana, tetapi sudah menjadi realitas.
Mengapa Banyak yang Ingin Kabur?
Fenomena ini muncul bukan tanpa alasan. Ada beberapa faktor utama yang mendorong munculnya gerakan #KaburAjaDulu:
- Peluang Kerja yang Minim
Setiap tahun, ratusan ribu lulusan perguruan tinggi dihasilkan, tetapi lapangan kerja yang tersedia tidak sebanding.Industri tidak mampu menyerap tenaga kerja yang ada, menyebabkan banyak lulusan menganggur atau bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan keahlian mereka.
- Ekonomi yang Tidak Stabil
Kesenjangan antara rakyat dan elite semakin melebar.Pajak yang terus meningkat menambah beban hidup masyarakat.Harga kebutuhan pokok semakin mahal sementara pendapatan stagnan.
- Pendidikan yang Kurang Kompetitif
Sistem pendidikan di Indonesia belum mampu menghasilkan lulusan yang benar-benar siap bersaing di tingkat global.Negara lain, seperti Singapura, memiliki sistem pendidikan yang lebih terarah dan didukung oleh pemerintah dengan investasi besar dalam riset dan inovasi.
- Ketidakpastian Hukum dan Kesenjangan Sosial
Hukum kerap tajam ke bawah, tumpul ke atas.Korupsi masih merajalela, sementara rakyat kecil sulit mendapatkan keadilan.
Hijrah atau Kabur?
Sebagian pihak mencoba membandingkan fenomena ini dengan hijrah Rasulullah ﷺ dari Mekah ke Madinah. Namun, perbandingan ini kurang tepat. Rasulullah ﷺ berhijrah bukan untuk meninggalkan masalah, tetapi untuk mencari solusi dalam menegakkan Islam secara kaffah. Sementara #KaburAjaDulu lebih cenderung kepada pelarian dari permasalahan tanpa upaya perubahan mendasar.
Solusi Nyata Raih Perubahan
Daripada mencari solusi individu dengan "kabur", ada alternatif lain yang lebih bermakna: berjuang untuk perubahan fundamental di negeri ini. Akar permasalahan bukan sekadar kesalahan individu atau pemerintah, melainkan sistem yang diterapkan. Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan telah melahirkan pemimpin yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan oligarki, bukan kesejahteraan rakyat.
Islam telah memberikan solusi sistematis yang terbukti membawa kesejahteraan bagi rakyatnya. Jika kita ingin perubahan yang hakiki, maka kita harus mengganti sistem yang rusak ini dengan sistem Islam yang menempatkan hukum Allah sebagai pedoman utama dalam segala aspek kehidupan.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-A'raf ayat 96:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."
Tetap Berjuang atau Kabur?
Pilihan ada di tangan kita: apakah kita memilih untuk kabur dan menyerahkan negeri ini kepada orang-orang yang tidak amanah, atau kita berjuang untuk perubahan sistem yang akan membawa keberkahan dan kesejahteraan bagi semua?
Jika kita ingin melihat Indonesia bangkit dari keterpurukan, maka perubahan harus dilakukan secara kolektif, bukan dengan melarikan diri. Negeri ini kaya akan sumber daya, yang dibutuhkan hanyalah sistem yang benar untuk mengelolanya. Apakah kita siap untuk memperjuangkannya?
0 Komentar