
Oleh: Diaz
Subscriber Budi Ashari Official
Dalam podcastnya, Budi Azhari mengangkat topik menarik tentang dinamika rumah tangga, khususnya mengapa banyak pasangan suami istri yang gagal menjadi "kita". Padahal, ketika menikah, dua insan yang berbeda laki-laki dan perempuan sepakat untuk membangun kehidupan bersama. Namun, dalam praktiknya, banyak pasangan yang justru terjebak dalam pola "aku vs kamu", bukan "kita". Budi Azhari menjelaskan bahwa kegagalan ini seringkali bermula dari hal-hal yang terlihat remeh, seperti kurangnya komunikasi, pemahaman, dan keseimbangan dalam hubungan.
Aku vs Kamu
Budi Azhari memulai pembahasannya dengan menggambarkan situasi umum yang sering terjadi dalam rumah tangga. Misalnya, seorang suami yang pulang kerja dalam keadaan lelah, justru tidak mendapatkan kenyamanan dari istrinya. Sebaliknya, istri mungkin juga tidak memahami bagaimana cara menyambut suami dengan baik setelah seharian bekerja. Akibatnya, timbul ketegangan yang berujung pada pertengkaran, bahkan perpisahan.
Budi menekankan bahwa masalah ini seringkali bermula dari kegagalan pasangan untuk menjadi "kita". Meskipun mereka sudah menikah dan hidup bersama, banyak pasangan yang masih mempertahankan pola pikir "aku" dan "kamu", bukan "kita". Mereka hidup serumah, bahkan punya anak bersama, tetapi tidak benar-benar menyatu sebagai satu tim. Inilah yang disebut Budi sebagai "kurang ngopi", kurangnya kebersamaan dan komunikasi yang mendalam antara suami dan istri.
Kisah Adam dan Hawa
Budi Azhari kemudian mengajak pendengarnya untuk merenungkan kisah Adam dan Hawa. Dalam Al-Qur'an, Allah menyebut Adam dan Hawa sebagai "زَوْجِي" (pasangan). Kata "zauji" ini menarik karena dalam bahasa Arab, kata ini digunakan untuk menyebut pasangan yang setara dan saling melengkapi. Baik laki-laki maupun perempuan disebut sebagai "zauji", yang menunjukkan bahwa dalam rumah tangga, suami dan istri harus setara dan saling mendukung.
Budi menjelaskan bahwa Adam dan Hawa diciptakan dengan bahan baku yang berbeda. Adam diciptakan dari tanah, yang melambangkan kekuatan fisik dan logika, sementara Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam, yang melambangkan kelembutan dan kehidupan. Perbedaan ini bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan yang saling melengkapi. Laki-laki dan perempuan memiliki peran yang berbeda, namun keduanya harus bekerja sama untuk menciptakan keseimbangan dalam rumah tangga.
Pasangan yang Berbeda Justru Lebih Kuat
Budi Azhari juga mengutip teori modern yang menyatakan bahwa pasangan dengan karakter yang berbeda justru lebih kuat dan harmonis. Misalnya, jika suami memiliki sifat kekanak-kanakan (senang dilayani), maka istri yang memiliki sifat keibuan (senang melayani) akan menjadi pasangan yang cocok. Perbedaan karakter ini justru menciptakan keseimbangan dalam hubungan.
Namun, Budi mengingatkan bahwa perbedaan ini harus dikelola dengan baik. Banyak pasangan yang bercerai dengan alasan "kami berbeda", padahal perbedaan seharusnya menjadi kekuatan, bukan alasan untuk berpisah. Kuncinya adalah bagaimana pasangan tersebut bisa meleburkan perbedaan mereka menjadi satu kesatuan yang harmonis.
Pasangan itu Bagaikan Sendal Kanan dan Kiri
Untuk memudahkan pemahaman, Budi Azhari menggunakan ilustrasi sederhana: sendal kanan dan kiri. Sendal kanan dan kiri memang berbeda, tetapi keduanya saling melengkapi. Jika kedua sendal itu sama-sama kanan atau sama-sama kiri, maka tidak akan nyaman digunakan. Begitu juga dalam rumah tangga, suami dan istri harus saling melengkapi, meskipun mereka berbeda.
Budi juga menambahkan bahwa ukuran (size) pasangan harus seimbang. Jika satu pihak terlalu dominan atau terlalu pasif, hubungan akan menjadi tidak nyaman. Keseimbangan inilah yang membuat pasangan bisa berjalan harmonis, seperti sendal kanan dan kiri yang ukurannya sama.
Tiga Kunci Menjadi Pasangan yang Harmonis
Budi Azhari mengutip kisah Nabi Zakaria dan istrinya dalam Al-Qur'an sebagai contoh pasangan yang harmonis. Meskipun awalnya mereka tidak memiliki keturunan, akhirnya mereka dikaruniai anak setelah menjadi pasangan yang seimbang. Budi menyimpulkan tiga kunci menjadi pasangan yang harmonis berdasarkan kisah ini:
- Bersegera dalam Kebaikan: Pasangan suami istri harus saling mendukung dan bersegera dalam melakukan kebaikan. Ketika ada peluang untuk berbuat baik, mereka harus melakukannya bersama-sama. Ini akan menciptakan chemistry yang kuat dalam hubungan.
- Banyak Berdoa: Pasangan suami istri harus banyak berdoa kepada Allah dengan penuh harap dan kerendahan hati. Doa adalah kekuatan yang bisa mendekatkan pasangan dan memohon keberkahan dalam rumah tangga.
- Khusyuk dalam Ketaatan: Pasangan suami istri harus tunduk dan patuh kepada Allah dalam segala hal. Ketika mereka komitmen untuk hidup sesuai dengan syariat, Allah akan memberikan keberkahan dalam rumah tangga mereka.
Menjadi "Kita" yang Seimbang
Budi Azhari menutup pembahasannya dengan mengingatkan bahwa rumah tangga yang harmonis bukanlah rumah tangga yang bebas dari masalah, tetapi rumah tangga yang bisa mengelola perbedaan dan masalah dengan baik. Suami dan istri harus belajar untuk menjadi "kita" yang seimbang, saling melengkapi, dan saling mendukung.
Seperti yang diingatkan oleh Budi, "Pasangan yang berbeda justru lebih kuat, asalkan mereka bisa meleburkan perbedaan itu menjadi satu kesatuan yang harmonis. Jadilah seperti sendal kanan dan kiri—berbeda, tetapi saling melengkapi." Dengan memahami peran masing-masing dan menjaga keseimbangan, pasangan suami istri bisa menciptakan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.
0 Komentar