KELUARGA EPISODE 3: PERAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN


Oleh: Diaz
Subscriber Budi Ashari Official

Dalam podcastnya, Ustadz Budi Azhari mengangkat pertanyaan menarik: "Mengapa istri Adam dinamakan Hawa?" Pertanyaan ini tidak hanya sekadar tentang nama, tetapi juga menyimpan makna filosofis yang dalam tentang penciptaan manusia, peran laki-laki dan perempuan, serta bagaimana keduanya saling melengkapi dalam kehidupan. Melalui kisah Adam dan Hawa, kita dapat memahami bagaimana Allah menciptakan manusia dengan tujuan dan peran yang berbeda, namun saling melengkapi.


Makna di Balik Penciptaan

Ustadz Budi Azhari mengutip kisah penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam yang diceritakan dalam kitab "Al-Bidayah wa An-Nihayah" karya Imam Ibnu Katsir. Saat Adam tidur, Allah mengambil tulang rusuknya dan menciptakan Hawa. Ketika Adam bangun, ia melihat sosok Hawa dan langsung merasa tenang (sakinah) bersamanya. Malaikat pun bertanya kepada Adam, "Siapa namanya?" Adam menjawab, "Hawa."

Nama Hawa sendiri memiliki makna yang dalam. Menurut ulama, nama ini diberikan karena Hawa diciptakan dari sesuatu yang hidup (hayat), yaitu Adam. Berbeda dengan Adam yang diciptakan dari tanah (benda mati), Hawa diciptakan dari makhluk hidup. Ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki sifat dan peran yang berbeda dengan laki-laki, namun saling melengkapi.


Filosofi Penciptaan Laki-Laki dan Perempuan

Ustadz Budi menjelaskan bahwa perbedaan bahan baku penciptaan Adam dan Hawa mencerminkan peran dan karakteristik mereka. Adam diciptakan dari tanah, yang melambangkan kekuatan fisik dan logika. Sementara Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam, yang melambangkan kelembutan, rasa, dan kehidupan. Ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki peran yang berbeda namun saling melengkapi.
  • Laki-laki cenderung lebih kuat dalam hal logika dan fisik. Mereka diberi tanggung jawab untuk mengelola dan memakmurkan bumi, seperti mengelola tanah, air, dan sumber daya alam. Logika yang kuat diperlukan untuk menghadapi tantangan dan risiko dalam pekerjaan seperti pertambangan, konstruksi, atau eksplorasi.
  • Perempuan lebih kuat dalam hal rasa dan emosi. Mereka diberi tanggung jawab untuk mengurus makhluk hidup, seperti anak-anak, keluarga, dan hubungan sosial. Perempuan memiliki kepekaan yang tinggi terhadap kebutuhan emosional orang lain, terutama dalam mengasuh anak dan menjaga keharmonisan rumah tangga.


Peran Laki-Laki dan Perempuan: Jangan Sampai Overlapping

Ustadz Budi menekankan pentingnya memahami peran masing-masing berdasarkan fitrah penciptaan. Laki-laki dan perempuan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan keduanya harus saling melengkapi, bukan saling bersaing atau mengambil alih peran satu sama lain.
  • Laki-laki harus belajar untuk tidak kehilangan rasa dan cinta dalam hidup mereka. Meskipun logika dan fisik mereka kuat, mereka juga perlu memiliki kepekaan emosional untuk menjaga hubungan dengan pasangan dan keluarga.
  • Perempuan harus belajar untuk tidak kehilangan logika. Meskipun rasa dan emosi mereka kuat, mereka juga perlu memiliki kemampuan berpikir logis untuk menghadapi tantangan hidup.

Ustadz Budi mengutip contoh dari Imam Syafi'i, yang menjelaskan bahwa kencing bayi laki-laki dan perempuan memiliki perlakuan berbeda dalam Islam. Kencing bayi laki-laki cukup diciprat air, sedangkan kencing bayi perempuan harus dicuci. Ini karena kencing bayi laki-laki berasal dari air dan tanah (benda mati), sedangkan kencing bayi perempuan berasal dari daging dan darah (makhluk hidup). Ini menunjukkan bahwa perbedaan penciptaan memiliki implikasi dalam kehidupan sehari-hari.


Keseimbangan antara Logika dan Rasa

Ustadz Budi juga mengutip Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, yang dalam kitab "Raudhatul Muhibbin" menekankan pentingnya keseimbangan antara logika dan rasa. Laki-laki dengan logika yang kuat harus tetap menjaga cinta dan kepekaan emosional. Sementara perempuan dengan rasa yang kuat harus tetap memiliki logika untuk menghadapi tantangan hidup.
  • Laki-laki yang terlalu fokus pada logika tanpa rasa cinta akan menjadi kaku dan tidak peka terhadap kebutuhan emosional pasangan dan keluarga.
  • Perempuan yang terlalu fokus pada rasa tanpa logika akan kesulitan menghadapi tantangan hidup yang membutuhkan pemikiran rasional.


Refleksi untuk Kehidupan Modern

Dalam kehidupan modern, banyak orang melupakan fitrah penciptaan mereka. Laki-laki dan perempuan seringkali saling bersaing atau mengambil alih peran satu sama lain, yang justru menimbulkan ketidakseimbangan dalam hubungan dan keluarga. Ustadz Budi mengingatkan bahwa memahami peran dan fitrah masing-masing adalah kunci untuk menciptakan hubungan yang harmonis.
  • Laki-laki harus belajar untuk lebih peka terhadap kebutuhan emosional pasangan dan keluarga. Mereka juga harus menghargai peran perempuan dalam mengurus rumah tangga dan anak-anak.
  • Perempuan harus belajar untuk tidak terlalu emosional dalam menghadapi masalah. Mereka juga perlu memiliki kemampuan berpikir logis untuk mengambil keputusan yang tepat.

Kisah penciptaan Adam dan Hawa bukan hanya sekadar cerita sejarah, tetapi juga mengandung pelajaran berharga tentang peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan. Dengan memahami fitrah penciptaan dan saling melengkapi, laki-laki dan perempuan dapat menciptakan hubungan yang harmonis dan keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.

Seperti yang diingatkan oleh Ustadz Budi Azhari, "Laki-laki dan perempuan diciptakan dengan peran yang berbeda, namun saling melengkapi. Jangan sampai kita melupakan fitrah penciptaan kita, karena itu adalah kunci kebahagiaan dalam hidup."

Posting Komentar

0 Komentar