MEMAHAMI PRIORITAS DALAM BERAMAL


Oleh: Abu Ghazi
Penulis Lepas

Allah ﷻ telah menetapkan aturan dalam syariat-Nya yang harus kita jadikan pedoman dalam menilai amal perbuatan. Salah satu prinsip utama dalam Islam adalah mendahulukan kewajiban (fardhu) daripada amalan sunnah. Ibnu Hajar rahimahullah berkata:

مَنْ شَغَلَهُ الْفَرْضُ عَنْ النَّفْلِ فَهُوَ مَعْذُورٌ وَمَنْ شَغَلَهُ النَّفْلُ عَنْ الْفَرْضِ فَهُوَ مَغْرُورٌ
"Barangsiapa disibukkan oleh kewajiban hingga tidak sempat mengerjakan sunnah, ia dimaafkan. Tetapi barangsiapa disibukkan oleh sunnah hingga melalaikan kewajiban, ia tertipu." (Fath Al-Bari, 11: 343)

Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu juga berkata:

إن الله تبارك وتعالى لا يقبل النافلة حتى تؤدى الفريضة
"Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta'ala tidak menerima amalan sunnah hingga kewajiban ditunaikan."

Allah juga mengajarkan kita untuk mendahulukan kewajiban yang waktunya sempit dibandingkan yang waktunya luas. Misalnya, dalam kondisi darurat seperti menyelamatkan nyawa seseorang, syariat memperbolehkan seseorang untuk menunda shalat. Hal ini pernah terjadi saat Nabi ﷺ dan para sahabat menunda shalat dalam peristiwa Pengepungan Hudaibiyah.

Seorang Muslim wajib mengevaluasi amal saleh yang dilakukan dan mengurutkannya sesuai tuntunan syariat, bukan sekadar mengikuti hawa nafsu.


Tingkatan Dosa dan Dampaknya

Dosa terbagi dalam beberapa tingkatan:
  • Dosa kecil, yang dapat dihapus dengan wudhu dan shalat.
  • Dosa besar, yang bisa membinasakan pelakunya jika tidak bertaubat.

Sebagian dosa bahkan dapat menghapus pahala amal saleh dan menghalangi terkabulnya doa. Nabi ﷺ bersabda:

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّباً... ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟
"Sesungguhnya Allah itu baik dan hanya menerima yang baik... Kemudian beliau menyebutkan seorang lelaki yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut, berdebu, menengadahkan tangannya ke langit seraya berdoa, 'Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!' Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia diberi makan dari yang haram. Maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan?" (HR. Muslim no. 1015 dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)

Dalam hal meninggalkan shalat, Rasulullah ﷺ bersabda:

بَكِّرُوا بِصَلَاةِ الْعَصْرِ فَإِنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: مَنْ تَرَكَ صَلَاةَ الْعَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
"Bersegeralah mengerjakan shalat Ashar, karena Nabi ﷺ bersabda, 'Barangsiapa meninggalkan shalat Ashar, maka sia-sia amalnya.' " (HR. Bukhari no. 553 dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma)

Beliau juga bersabda:

أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلَاةُ، فَإِنْ صَلُحَتْ صَلُحَ لَهُ سَائِرُ عَمَلِهِ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ
"Amal hamba yang pertama kali dihisab pada Hari Kiamat adalah shalat. Jika shalatnya baik, maka seluruh amalnya baik. Jika shalatnya rusak, maka seluruh amalnya rusak." (Imam Ath-Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Awsath no. 1859 dan oleh Imam Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra no. 4381, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)


Dosa Besar yang Menghapus Amal Saleh

Salah satu dosa besar yang dapat menghilangkan pahala amal saleh adalah meninggalkan kewajiban menegakkan syariat Allah, termasuk dalam bentuk mendirikan pemerintahan Islam yang menyatukan umat (Khilafah). Nabi ﷺ bersabda:

مَنْ خَلَعَ يَداً مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ، وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
"Barangsiapa melepas tangan dari ketaatan (kepada Imam), ia akan menghadap Allah pada Hari Kiamat tanpa memiliki hujjah (alasan). Dan barangsiapa mati tanpa baiat di lehernya, ia mati seperti kematian Jahiliyah." (HR. Muslim dalam Shahih Muslim no. 1851 dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma)

Hadits ini menunjukkan ancaman bagi mereka yang merusak persatuan umat di bawah seorang pemimpin Islam. Meninggalkan baiat setelah dibaiat adalah kejahatan besar, kecuali jika Allah mengampuninya. Oleh karena itu, kewajiban ini harus diwujudkan, bukan sekadar diperbincangkan.


Dosa Lain yang Menghapus Amal Saleh

Mengabaikan Orang yang Dizalimi, Nabi ﷺ bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَخْذُلُ مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ تُنْتَهَكُ فِيهِ حُرْمَتُهُ وَيُنْتَقَصُ فِيهِ مِنْ عِرْضِهِ إِلَّا خَذَلَهُ اللَّهُ فِي مَوْطِنٍ يُحِبُّ فِيهِ نُصْرَتَهُ، وَمَا مِنْ أَحَدٍ يَنْصُرُ مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ يُنْتَقَصُ فِيهِ مِنْ عِرْضِهِ وَتُنْتَهَكُ فِيهِ حُرْمَتُهُ إِلَّا نَصَرَهُ اللَّهُ فِي مَوْطِنٍ يُحِبُّ فِيهِ نُصْرَتَهُ
"Tidaklah seorang Muslim membiarkan saudaranya yang Muslim dalam keadaan terzalimi kecuali Allah akan membiarkannya di saat ia sangat ingin dibantu. Dan tidaklah seorang Muslim menolong saudaranya yang Muslim dalam kesulitannya kecuali Allah akan menolongnya di saat ia sangat ingin ditolong." (HR. Abu Dawud, no. 4884, dan Ahmad, no. 16653, dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’, no. 5690)


Menerima Keadaan Umat yang Terpecah dan Terzalimi

Di zaman ini, banyak umat Islam yang sibuk dengan amalan pribadi tetapi mengabaikan kewajiban besar seperti menegakkan Khilafah sebagai pelaksana syariat dan membela kaum Muslimin yang tertindas. Nabi ﷺ bersabda:

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ، وَكَمْ مِنْ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ
"Betapa banyak orang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar. Dan betapa banyak orang yang shalat malam, tetapi tidak mendapatkan apa-apa darinya kecuali begadang." (HR. Ahmad dalam Musnad (no. 8693) dan Ibnu Majah dalam Sunan Ibnu Majah (no. 1690), dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)

Apakah Allah akan menerima ibadah kita jika kita mengabaikan hukum-hukum-Nya dan membiarkan saudara-saudara Muslim kita tertindas tanpa berbuat sesuatu?


Kesimpulan

Islam mengajarkan kita untuk memahami prioritas dalam beramal. Mendahulukan kewajiban atas sunnah, menjaga shalat, menjauhi dosa besar, dan berjuang untuk menegakkan syariat-Nya dalam setiap sendi kehidupan adalah bagian dari ketakwaan sejati. Jangan sampai kita hanya sibuk dengan ibadah pribadi tetapi mengabaikan kewajiban besar yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang memahami prioritas amal dan selalu berada dalam ridha-Nya. Aamiin.

Posting Komentar

0 Komentar