
Oleh: Azka Afqihatunnisa
Penulis Lepas
Penulis Lepas
Kegiatan penambangan di negara ini kian meningkat dan semakin beragam dari waktu ke waktu. Salah satu fakta yang cukup menggemparkan publik adalah penambangan di Raja Ampat. Tabir eksploitasi Raja Ampat terkuak ketika aktivis Greenpeace Indonesia membentangkan banner bertuliskan "Nickel Minus Destroy Lives" (Tambang Nikel Menghancurkan Kehidupan) saat Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno memberikan pidato yang disampaikan dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference yang digelar di Hotel Pullman, Jakarta, pada 3 Juni lalu. Greenpeace bersama empat anak muda Papua dari Raja Ampat menggelar aksi damai untuk menyuarakan dampak buruk pertambangan dan hilirisasi nikel di sana.
Banner mereka yang lain berbunyi "What is the true cost of your nickel?" dan "Raja Ampat from Nickel Mining". Lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional ini ingin mengirimkan pesan kepada pemerintah Indonesia, pengusaha industri nikel yang berkumpul di acara tersebut, serta publik bahwa aktivitas pertambangan dan hilirisasi nikel di berbagai wilayah telah menimbulkan penderitaan bagi masyarakat. Selain itu, industri nikel turut menyebabkan kerusakan lingkungan, seperti penggundulan hutan, pencemaran sumber air, sungai, laut, udara, dan lainnya. (Greenpeace, 03-06-2025)
Media sosial juga dibanjiri video tentang kondisi sejumlah pulau di Kepulauan Raja Ampat yang menjadi lokasi tambang nikel. Kondisinya sangat memprihatinkan. Raja Ampat, yang dikenal sebagai "surga terakhir" di dunia, saat ini berada di ujung tanduk. Hal ini menghantarkan publik kompak menyerukan hashtag #SaveRajaAmpat. Aksi tersebut adalah bentuk kepedulian masyarakat terhadap keindahan dan keberagaman ekosistem laut Raja Ampat, yang dikenal sebagai salah satu pusat keragaman terumbu karang dunia. Sebagaimana diketahui, Raja Ampat terdiri dari lebih dari 610 pulau dan merupakan rumah bagi 75% spesies laut dunia, termasuk 540 jenis karang dan lebih dari 1.500 spesies ikan.
Bahkan pada September 2023, UNESCO menetapkan Raja Ampat sebagai bagian dari Global Geopark. Artinya, kawasan itu dipandang UNESCO sebagai salah satu kekayaan dunia yang patut dijaga dan dilestarikan lantaran memiliki potensi luar biasa, baik di atas maupun di bawah laut. Raja Ampat kembali mendapat pengakuan dunia setelah National Geographic, pada Oktober 2024, mencantumkannya dalam daftar 25 destinasi terbaik global untuk tahun 2025.
Sekilas Tentang Raja Ampat
Kabupaten Raja Ampat merupakan salah satu wilayah administratif di Provinsi Papua Barat Daya, Indonesia, dengan pusat pemerintahan berada di Waisai. Wilayah ini terdiri atas 610 pulau, termasuk gugusan Kepulauan Raja Ampat, di mana empat di antaranya (Pulau Misool, Salawati, Batanta, dan Waigeo) menjadi pulau utama. Meski jumlah pulaunya sangat banyak, hanya 35 yang berpenghuni; sisanya masih kosong dan sebagian besar bahkan belum memiliki nama. Luas total wilayah ini mencapai 67.379,60 km², terdiri dari 7.559,60 km² daratan dan 59.820,00 km² lautan.
Wilayah tersebut resmi menjadi Kabupaten berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong, dan merupakan salah satu dari 14 kabupaten baru di Tanah Papua. Pemerintahan Raja Ampat mulai berjalan efektif pada 9 Mei 2003, yang ditandai dengan peresmian oleh Gubernur Papua saat itu, Alm. Drs. Jaap Salosa. Lokasi Waisai, ibu kota kabupaten, berada sekitar 36 mil dari Kota Sorong, tepatnya di Distrik Waigeo Selatan. (Rajaampat KAB., 18-09-2023)
Sejarah Raja Ampat
Selama abad ke-15, kepulauan ini diperintah oleh Kesultanan Tidore di Kepulauan Maluku. Agar dapat memerintah secara efektif, kesultanan ini mengangkat empat raja dari daerah tersebut. Mereka memerintah Pulau Misool, Salawati, Batanta, dan Waigeo. Pulau-pulau ini merupakan empat pulau terbesar di daerah ini. Istilah yang digunakan untuk merujuk kepada keempat raja ini menjadi akar dari nama yang diberikan kepada pulau-pulau tersebut, yakni Raja Ampat. Raja Ampat terdiri dari 610 pulau yang membentang dengan total garis pantai mencapai 743 kilometer. Ibu kotanya adalah Waisai, sebuah kota yang terletak di Pulau Waigeo. (Papua Paradise, 23-02-2017)
Selain itu, Kepulauan Raja Ampat adalah gugusan kepulauan yang berlokasi di barat bagian Semenanjung Kepala Burung Pulau Papua. Secara administrasi, gugusan ini berada di bawah Kabupaten Raja Ampat dan Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya. Keanekaragaman bawah laut yang menakjubkan menjadikan kepulauan ini magnet bagi para penyelam. Empat kelompok pulau utama di kawasan ini mengambil nama dari empat pulau terbesarnya, yakni Waigeo, Misool, Salawati, dan Batanta. Perairan Kepulauan Raja Ampat memiliki kurang lebih 574 spesies terumbu karang dan 553 jenis ikan karang, yang menjadikannya kawasan laut terkaya dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. (Wikipedia, 12-07-2025)
Kandungan SDA Melimpah Ruah, Oligarki Makin Serakah
Selain yang disebutkan di atas, Raja Ampat memiliki kandungan sumber daya alam yang sangat luar biasa. Hingga 31 Desember 2018, total cadangan nikel yang dimiliki PT Gag di Raja Ampat tercatat mencapai 47,76 juta wet metric ton (wmt), yang terdiri atas 39,54 juta ton bijih nikel jenis saprolit dan 8,22 juta ton lainnya. juta mwt bijih nikel limonit. Oligarki pun kian serakah. Ada 16 izin pertambangan di sana, dengan 5 di antaranya masih aktif, dan sisanya sudah tidak aktif. Dari 5 izin tersebut, 1 milik BUMN, dan 4 lainnya milik swasta. Kementerian Energi Sumber Daya Alam Mineral (ESDM) merilis 5 perusahaan tersebut, yakni: PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham.
Dalam hal pengelolaan lahan, PT Gag Nikel memperoleh izin konsesi seluas 13.100 hektare di Pulau Gag. Hingga tahun 2025, total area tambang yang telah dibuka mencapai 187,87 hektare, dengan 135,45 hektare di antaranya telah melalui proses reklamasi. Perusahaan ini telah memasuki tahap produksi berdasarkan Surat Keputusan Menteri ESDM Nomor 430.K/30/DJB/2017 yang berlaku selama 30 tahun, hingga 30 November 2047. Selain itu, PT Gag Nikel telah mengantongi dokumen AMDAL sejak tahun 2014, disusul dengan Adendum AMDAL pada 2022, dan Adendum AMDAL Tipe A yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2024. (Gag Nikel, ESDM, Tempo, diakses pada 12-07-2025)
Aksi yang dimotori oleh Greenpeace Indonesia ini bak bola salju yang terus menggelinding dan membesar. Pemerintah pun langsung bertindak. Selang sepekan dari aksi tersebut, pemerintah resmi mencabut izin usaha empat perusahaan yang ada di Raja Ampat. Pencabutan dikecualikan bagi PT Gag Nikel yang merupakan anak perusahaan PT Antam. Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan alasannya, mulai dari memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) hingga permintaan pemerintah daerah yang menginginkan daerah tersebut menjadi daerah maju.
Pandangan lslam Tentang Harta Kepemilikan Umum Beserta Jenisnya
Harta milik umum adalah harta yang telah ditetapkan kepemilikannya oleh syar'i (Allah & Rasul-Nya) bagi kaum muslim, dan menjadikan harta tersebut sebagai milik bersama kaum muslim. Individu-individu dibolehkan mengambil manfaat dari harta tersebut. Namun mereka dilarang untuk memilikinya secara pribadi. Rasulullah ﷺ bersabda:
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
“Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Daud)
Jenis-jenis harta ini dikelompokkan pada tiga macam yaitu:
Pertama, sarana-sarana umum yang diperlukan untuk seluruh kaum muslim dalam kehidupan sehari-hari. Yang jika sarana ini tidak ada akan menimbulkan permasalahan ditengah masyarakat, contohnya seperti air.
كُلُّ مَا كَانَ مِنْ مَرَافِقِ الْجَمَاعَةِ كَانَ مِلْكِيَّةً عَامَةً
“Setiap apa saja yang keberadaannya dibutuhkan oleh masyarakat umum maka statusnya adalah milik umum (al-milkiyyah al-’āmmah).” (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Nizhām Al-Iqtishādī fī Al-Islām, hlm. 219).
Kedua, harta-harta yang keadaan asalnya terlarang bagi individu untuk memilikinya. Seperti: jalan umum, lapangan, masjid, laut, sungai, danau, teluk, selat. Rasulullah ﷺ bersabda:
وَإيا كُمْ وَ الْجُلُوْسَ فِي الطُّرُقَاتْ
“Kalian semua dilarang duduk-duduk di jalan (umum)” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Ketiga, Barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas. Dalilnya adalah hadits riwayat Tirmidzi tentang tambang garam yang diberikan oleh Rasulullah ﷺ kepada Abidh bin Hamal.
عَنْ أَبْيَضَ بْنِ حَمَّالٍ أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ-صلى الله عليه وسلم فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ فَقَطَعَ لَهُ فَلَمَّا أَنْ وَلَّى، قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْمَجْلِسِ: أَتَدْرِى مَا قَطَعْتَ لَهُ؟ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ. قَالَ: فَانْتَزَعَهُ مِنْهُ
“Dari Abyadh bin Hammal RA, bahwa dia pernah mendatangi Rasulullah ﷺ dan meminta beliau agar memberikan tambang garam kepada dirinya. Rasulullah ﷺ lalu memberikan tambang itu kepada Abyadh bin Hammal. Ketika Abyadh bin Hammal RA telah pergi, ada seseorang di majelis itu yang berkata, ‘Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberi dia sesuatu yang seperti air mengalir (al-mā’ al-‘idd).’ Ibnu Al-Mutawakkil berkata, ‘Lalu Rasulullah SAW menarik kembali pemberian tambang garam itu dari dirinya (Abyadh bin Hammal RA).’ ” (HR. Abu Dawud dan Al-Timidzi).
Tambang itu tergolong kepemilikan umum bagi seluruh kaum muslim. Karena itu, kepemilikannya tidak boleh jatuh ke tangan individu atau sekelompok orang. Tidak dibenarkan pula jika hak atasnya diberikan kepada pihak tertentu. Begitu juga, tidak boleh ada pihak (baik perorangan maupun lembaga) yang diberi keistimewaan untuk mengeksploitasinya. Harta ini harus tetap menjadi milik bersama seluruh kaum Muslim, di mana mereka memiliki hak yang sama atasnya. Negara bertanggung jawab untuk melakukan eksplorasi dan pengelolaan, mulai dari pemisahan, peleburan, hingga penjualan atas nama umat. Seluruh hasilnya wajib disimpan di Baitul Mal untuk kepentingan umum. (Syaikh Abdul Qadim Zallum, dalam kitab Al-Amwal)
Dalam hal ke pemilihan umum, dilarang seseorang atau lembaga atau swasta menguasai atau memagari sesuatu yang diperuntukkan bagi seluruh manusia, karena Rasulullah ﷺ bersabda:
لاَ حِمَى إَلاَّ لله وَلِرَسُوْلِهِ
“Tidak ada penguasaan (atas harta milik umum) kecuali bagi Allah dan Rasul-Nya.” (HR al-Bukhari)
Konsep lslam Dalam Pemanfaatan SDA
Dalam hal pengelolaan aset milik umum, negara memiliki dua pendekatan yang dapat ditempuh:
Pertama, sebagian harta milik umum dapat dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat, seperti air, padang rumput, api, jalan umum, laut, samudra, dan sungai. Setiap individu berhak mengakses dan menggunakannya secara langsung. Namun, negara tetap memiliki peran penting dalam mengawasi pemanfaatan aset-aset ini agar tidak menimbulkan kerugian atau bahaya (darar) bagi masyarakat luas.
Kedua, Untuk jenis kekayaan umum yang tidak bisa dimanfaatkan langsung oleh individu masyarakat (karena memerlukan keahlian khusus, teknologi canggih, dan biaya besar, seperti minyak bumi, gas alam, serta berbagai jenis barang tambang lainnya) pengelolaannya sepenuhnya berada di tangan negara. Seluruh hasilnya disetor ke Baitul Mal. Negara (dalam hal ini Khilafah) memiliki wewenang untuk mengatur distribusi hasil tambang dan pendapatannya berdasarkan ijtihad, demi mewujudkan kemaslahatan umat.
Dalam mengelola harta milik umum, hasil yang diapat dari pengelolaannya, negara tidak diperkenankan menjualnya kepada rakyat semata-mata untuk mencari keuntungan. Jika sekalipun negara menjualnya kepada masyarakat, harganya harus dibatasi sebatas biaya produksi saja. Namun, bila dijual untuk kepentingan produksi komersial, negara dibolehkan menetapkan harga dengan margin keuntungan yang wajar. Adapun jika kekayaan milik umum tersebut dijual ke luar negeri, pemerintah diperbolehkan mengambil keuntungan sebesar-besarnya. Hasil dari penjualan tersebut wajib dimasukkan ke Baitul Mal dan digunakan untuk kepentingan umat. Diantaranya:
Pertama, dana hasil pengelolaan harta milik umum digunakan untuk membiayai seluruh kebutuhan operasional lembaga negara yang bertanggung jawab atas pengelolaan tersebut. Termasuk di dalamnya biaya administrasi, perencanaan, eksplorasi, proses produksi, pemasaran, hingga distribusi.
Kedua, hasil tersebut dapat didistribusikan kepada kaum Muslim atau seluruh warga negara. Pemerintah memiliki kewenangan untuk menyediakan kebutuhan rumah tangga seperti air minum, gas, listrik, minyak tanah, dan sejenisnya secara cuma-cuma. Adapun hasil tambang yang tidak dikonsumsi langsung oleh rakyat, seperti emas, perak, tembaga, atau batubara, dapat dijual ke luar negeri, dan keuntungannya didistribusikan kepada rakyat, baik dalam bentuk uang tunai maupun berupa pelayanan publik seperti pendidikan gratis, rumah sakit tanpa biaya, dan fasilitas umum lainnya.
Khatimah
Mengambil kebijakan pengelolaan alam menurut Islam berarti mengikuti perintah Allah dan Rasul. Sebaliknya menentang ketentuan itu adalah pelanggaran hukum syara dan itu adalah dosa. Dampaknya Allah subhanahu wa ta'ala memperingatkan dengan sangat keras dalam Firman-Nya:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُۥ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ أَعْمَىٰ
“Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya penghidupan yang sempit. Dan pada hari kiamat akan Aku bangkitkan dalam kondisi buta.” (QS. Thaha [20]: 124).
Karena itu, satu-satunya cara untuk mengakhiri seluruh kezaliman ini adalah dengan merekonstruksi sistem yang rusak. Hal ini harus dimulai dengan memperluas kesadaran umat terhadap rusaknya cara berpikir yang ada saat ini, melalui dakwah politik Islam. Tujuan akhirnya adalah untuk mengembalikan kehidupan Islam secara menyeluruh (li isti'nafil hayah al-Islamiyyah) dalam naungan sistem agung: Khilafah Islamiyah.
Wallahu a'lam bisshawab.
0 Komentar