MUSTAFA KEMAL ATATÜRK: SOSOK DI BALIK RUNTUHNYA KHILAFAH UTSMANIYAH DAN LAHIRNYA TURKI SEKULER


Oleh: Abu Ghazi
Pemerhati Sejarah

Mustafa Kemal Atatürk (1881–1938) adalah pendiri dan Presiden pertama Republik Turki modern. Perannya dalam sejarah dunia Islam sangat kontroversial: dipuji sebagai pembaharu yang memodernisasi Turki, namun dikritik oleh banyak kalangan Muslim karena dianggap menghancurkan institusi Khilafah Utsmaniyah dan mengubah wajah negara itu menjadi sekuler.


Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah

Setelah kalah dalam Perang Dunia I (1914–1918), Kesultanan Utsmaniyah berada dalam kondisi sangat lemah. Inggris, Prancis, Italia, dan Yunani berusaha membagi wilayahnya. Dalam situasi ini, Mustafa Kemal muncul sebagai pemimpin nasionalis Turki. Ia memimpin Perang Kemerdekaan Turki (1919–1922), menolak pendudukan Barat, dan mendirikan pemerintahan baru di Ankara.

Pada 1 November 1922, atas desakan gerakan nasionalisnya, Majelis Agung Nasional Turki secara resmi menghapus kekuasaan Sultan, memisahkan Sultanat dan Khilafah. Sultan Mehmed VI diasingkan. Saat itu, Khilafah sempat mempertahankan adanya pemimpin baru dengan mengangkat Abdulmejid II sebagai khalifah simbolik. Namun pada 3 Maret 1924, melalui dekrit Majelis Agung, institusi Khilafah Utsmaniyah dihapuskan total, dan Abdulmejid II diusir. Inilah hari yang menandai berakhirnya Khilafah Islam yang telah berusia lebih dari 13 abad.


Transformasi Sekuler Turki

Setelah menghapus Khilafah, Atatürk melakukan serangkaian reformasi radikal untuk mentransformasikan Turki:
  • Penggantian Hukum Syariah: Hukum Islam yang sebelumnya menjadi dasar negara dihapuskan. Turki mengadopsi Swiss Civil Code (1926) untuk hukum keluarga dan sipil, menggantikan hukum waris, pernikahan, dan kriminalitas Islam.
  • Pelarangan Simbol Keagamaan di Ruang Publik: Pemakaian fez dilarang, dan hijab dipersempit perannya di instansi negara. Tidak ada larangan hijab total di masyarakat umum, namun perempuan berhijab dikecualikan dari posisi resmi.
  • Adzan Berbahasa Turki: Pada 1932, adzan resmi diwajibkan dikumandangkan dalam bahasa Turki, bukan bahasa Arab, sebagai bagian dari program nasionalisasi budaya (baru dikembalikan ke bahasa Arab pada 1950).
  • Perubahan Status Masjid Hagia Sophia: Pada 1935, Hagia Sophia, bekas gereja Bizantium yang dijadikan masjid sejak era Sultan Mehmed II, diubah menjadi museum untuk menunjukkan prinsip sekularisme dan "persatuan budaya manusia."
  • Liberalitas Gaya Hidup: Konsumsi alkohol dipromosikan di tempat umum sebagai bagian dari modernisasi ala Barat. Prostitusi dilegalkan dan diawasi oleh negara, sesuatu yang sebelumnya dianggap tabu dalam pemerintahan Utsmani.


Kepemimpinan Otoriter

Mustafa Kemal memerintah Turki sebagai presiden dengan tangan besi. Semua partai oposisi dibubarkan, dan Partai Rakyat Republik (Cumhuriyet Halk Partisi/CHP) menjadi satu-satunya partai yang berkuasa hingga kematiannya. Kritik terhadap kebijakannya sulit disuarakan tanpa konsekuensi berat.

Meski begitu, kisah pidatonya yang dikaitkan dengan menantang Tuhan ("Siapa yang berkuasa sekarang, aku atau Tuhan?"), tidak ada bukti akademik sah yang mencatat pernyataan itu. Kisah tersebut lebih banyak beredar dalam narasi keagamaan sebagai bentuk kritik terhadap arogansi Atatürk, namun tidak ditemukan dalam sumber-sumber sejarah primer Turki.


Akhir Hidup yang Tragis

Mustafa Kemal menderita berbagai penyakit berat di tahun-tahun terakhir hidupnya:
  • Sirosis Hati: Didiagnosis menderita sirosis akibat kebiasaan konsumsi alkohol berat. Ini menyebabkan pembengkakan perut dan organ dalam, infeksi, dan akhirnya kegagalan sistemik.
  • Komplikasi Lain: Ada laporan tentang infeksi kulit, malaria, serta kemungkinan penyakit kelamin, namun penyakit utamanya tetap sirosis hati.
  • Sakaratul Maut yang Berat: Catatan resmi menyebutkan Atatürk mengalami koma panjang sebelum meninggal dunia pada 10 November 1938, di Istana Dolmabahçe, Istanbul.

Beberapa sumber seperti Sayyid Husein Al-Affani dalam bukunya Al-Jazaa min Jinsil Amal menggambarkan bahwa Mustafa Kemal mengalami sakaratul maut yang sangat berat, dihubungkan sebagai bentuk "balasan" terhadap penolakannya terhadap syariat Islam. Namun ini adalah tafsir moral, bukan fakta medis.


Pemakaman yang Kontroversial

Setelah meninggal, jenazah Atatürk disemayamkan di Museum Etnografi Ankara. Baru pada 1953, jasadnya dipindahkan ke Anıtkabir, makam megah yang dibangun khusus untuknya.

Adapun kisah tentang jenazah yang "ditolak bumi," "berbau busuk," atau "ditimbun batu 44 ton," adalah bagian dari narasi keagamaan populer, namun tidak ada catatan resmi atau bukti arkeologis yang mendukung hal tersebut. Penempatan jasad dalam sarkofagus batu berat adalah prosedur umum untuk mausoleum negara, bukan karena jenazah bermasalah.

Bau tidak sedap di area makam juga tidak pernah dikonfirmasi secara resmi oleh pihak Anıtkabir atau lembaga kesehatan Turki.


Khatimah

Mustafa Kemal Atatürk adalah figur bersejarah yang sangat kompleks. Ia menghapus Khilafah, membentuk negara Turki modern sekuler, dan mengubah wajah dunia Islam secara drastis. Bagi sebagian Muslim, ia dikenang sebagai "pengkhianat" dan "penghancur syariat." Bagi sebagian lain, ia dipuji sebagai "bapak pembebas Turki" dari kolonialisme dan keterbelakangan.

Apapun penilaiannya, yang pasti, warisan Mustafa Kemal Atatürk hingga hari ini masih menjadi perdebatan sengit di dunia Islam dan sejarah global.

Posting Komentar

0 Komentar