
Oleh: Dewi Rosita
Muslimah Peduli Umat
Dikutip dari Kompas.com, Dua hari pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) 2025, sudah ada temuan kecurangan yang dilakukan para peserta. Pada hari pertama UTBK SNBT, Rabu (23/4/2025) tim Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) menemukan ada sembilan kasus kecurangan.
Lalu, pada hari Kamis (24/4/2024), tercatat ada lima kasus. Ketua umum penanggung jawab SNPMB, Prof Eduart Wolok mengatakan jika dilihat dari total peserta yang hadir pada sesi 1 hingga 4 yaitu sebesar 196.328 ada temuan kecurangan sebanyak 0,0071 persen kasus.
Prof Eduart mengatakan peserta yang ketahuan melakukan kecurangan, masih terus didalami sehingga sangat mungkin akan ada pihak di luar peserta baik internal maupun pihak yang terlibat kasus tersebut.
Ia mengatakan ada juga peserta yang melakukan remote desktop yang dikerjakan oleh pihak lain di luar lokasi ujian.
Meski begitu, ia menegaskan soal yang bocor bukan soal yang akan diujikan sesi berikutnya. Ada 23 sesi UTBK yang sudah diset 23 soal berbeda. Sehingga peserta yang datang pada sesi pagi, mendapatkan soal yang berbeda dengan peserta sesi siang. Termasuk, soal didesain antar sesi setiap harinya sudah berbeda.
Eduart mengatakan kecurangan peserta yang hendak melakukan perekaman soal selalu terjadi setiap tahun. Namun tahun ini lebih variatif caranya. Misalnya, ada peserta yang menggunakan kamera dan dipasang di behel (braces gigi), kuku, ikat pinggang dan kancing yang tidak terdeteksi menggunakan metal detector.
Ada juga yang memasang HP di sepatu, badan, dan masih ada cara lain yang digunakan peserta.
Pemanfaatan teknologi untuk mengakali tes UTBK akhir-akhir ini menunjukkan kenyataan pahit tentang potret generasi muda kita. Alih-alih menjadi solusi kemajuan, teknologi justru dijadikan alat untuk curang. Fenomena ini menggambarkan rapuhnya akhlak sebagian calon mahasiswa—generasi yang seharusnya menjadi harapan bangsa.
Hal ini bukanlah kasus yang berdiri sendiri. Survei Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengungkap bahwa perilaku tidak jujur seperti menyontek sudah menjadi hal biasa di kalangan siswa dan mahasiswa. Ini mencerminkan kegagalan sistem pendidikan dalam menanamkan nilai kejujuran, integritas, dan akhlak mulia. Pendidikan saat ini terlalu menekankan pada pencapaian hasil, nilai tinggi, dan masuk perguruan tinggi favorit, tanpa mengindahkan cara yang ditempuh untuk mencapainya.
Inilah buah dari sistem kehidupan yang berlandaskan kapitalisme. Sistem ini menjadikan materi dan pencapaian duniawi sebagai tolok ukur keberhasilan dan kebahagiaan. Dalam paradigma ini, halal dan haram tidak lagi menjadi pertimbangan; yang penting adalah hasil akhir dan keuntungan pribadi.
Islam menawarkan paradigma yang berbeda. Dalam pandangan Islam, kebahagiaan sejati bukanlah pada pencapaian materi, melainkan pada keridaan Allah ï·». Pendidikan dalam sistem Islam bukan sekadar membentuk individu yang cerdas dan terampil, tetapi juga berkepribadian Islam: berpikir dan bersikap berdasarkan akidah Islam, serta senantiasa terikat dengan syariat.
Negara yang menerapkan sistem pendidikan Islam akan membentuk generasi yang tidak hanya pandai menggunakan teknologi, tetapi juga bijak memanfaatkannya untuk kemaslahatan dan meninggikan kalimat Allah. Generasi ini tidak akan menggunakan teknologi untuk mencurangi sistem, melainkan untuk membangun peradaban yang mulia.
Sudah saatnya kita mengevaluasi ulang sistem pendidikan kita. Selama pendidikan masih berada dalam kerangka kapitalisme, yang menjadikan materi sebagai tujuan, maka berbagai kecurangan dan penyimpangan akan terus berulang. Hanya dengan sistem pendidikan yang berasaskan akidah Islam, kita dapat mencetak generasi yang unggul, jujur, profesional, dan menjadi agen perubahan sejati.
Wallahu'alam bissawab

0 Komentar