HUAWEI BANGKIT: KETANGGUHAN TEKNOLOGI TIONGKOK DI TENGAH SANKSI AMERIKA


Oleh: Reza
Jurnalis

Apa yang dimulai sebagai serangan ekonomi terhadap Huawei oleh pemerintah Amerika Serikat kini menjelma menjadi babak baru dalam persaingan teknologi global. Pada Mei 2019, Washington menempatkan Huawei dalam daftar hitam perdagangan, memutus akses perusahaan ini dari berbagai pemasok penting seperti Qualcomm, Intel, Google, dan lainnya. Langkah itu dianggap sebagai "pukulan telak" terhadap ambisi teknologi Tiongkok. Namun, kenyataan yang terjadi justru sebaliknya: Huawei tidak hanya bertahan, tetapi juga melesat sebagai simbol kedaulatan teknologi dan ketangguhan ekonomi Tiongkok.


Dari Keterpurukan Menuju Ketangguhan

Alih-alih kolaps, Huawei membuktikan kematangan strateginya. Menjelang sanksi, Huawei telah menimbun komponen penting senilai USD 23 miliar dan mempercepat pengembangan chip internalnya seperti Kirin 990. Mereka juga meluncurkan sistem operasi alternatif HarmonyOS, menggantikan Android dan berhasil merebut kembali pasar domestik.

Dalam waktu singkat, Huawei mengganti sekitar 70% pemasok utamanya ke mitra non-AS atau domestik. Investasi R&D mereka meningkat drastis dari USD 15 miliar pada 2019 menjadi USD 24 miliar pada 2023, melampaui Apple. Di sisi lain, patriotisme nasional menyulut gelombang dukungan bagi Huawei setelah penahanan CFO Meng Wanzhou di Kanada.


Perang Teknologi Bergeser Bentuk

Perang tidak lagi hanya soal smartphone atau cip. Pada 2024, Huawei meluncurkan teknologi 5.5G yang menawarkan kecepatan luar biasa dan latensi sangat rendah. Mereka juga mulai uji coba teknologi komunikasi kuantum dan jaringan berbasis AI. Sementara operator Amerika seperti Verizon dan AT&T masih menghadapi masalah peluncuran 5G, Huawei sudah lebih maju selangkah.

Huawei juga memperkenalkan sistem ERP sendiri bernama MetaERP, sepenuhnya bebas dari perangkat lunak AS seperti Oracle dan SAP. Mereka bahkan mulai mengganti GPU Nvidia di pusat data mereka dengan cip buatan dalam negeri.


Strategi Bumi Hangus dan Kemandirian Tiongkok

Huawei menjadi pionir dalam pelaksanaan strategi "bumi hangus" menghapus semua komponen teknologi Amerika dari ekosistemnya. Ini selaras dengan inisiatif Made in China 2025 yang menargetkan otonomi penuh dalam rantai pasokan teknologi.

Indeks kemandirian teknologi Tiongkok naik drastis dari 46% pada 2020 menjadi 78% pada awal 2025. Huawei kini memproduksi hingga 90% komponen lokal untuk perangkat unggulan seperti Mate 60 Pro. Pangsa pasar mereka di segmen premium Tiongkok bahkan menyalip Apple dalam waktu lima bulan.


Efek Domino bagi Amerika Serikat

Sanksi terhadap Huawei ternyata berbalik menyerang ekonomi AS. Pada awal 2025, Presiden Trump menetapkan tarif 145% untuk produk teknologi Tiongkok. Namun, harga laptop di AS melonjak 28% dalam semalam dan pengiriman PC anjlok 19%. Best Buy melaporkan bahwa 40% laptop dan smartphone entry-level kini berisi komponen Tiongkok.

Ironisnya, strategi pemisahan (decoupling) justru memperdalam ketergantungan Amerika terhadap teknologi Tiongkok. Editorial Wall Street Journal menyebutnya sebagai "kerentanan strategis baru".


Celah dalam Ketangguhan Tiongkok

Namun Tiongkok juga tidak kebal. Sebagian besar merek besar seperti Xiaomi, Oppo, dan Vivo masih mengandalkan cip Qualcomm dan Mediatek. Ketika Tiongkok memberlakukan tarif balasan 125% terhadap cip AS, biaya produksi naik drastis. Dalam diam, Tiongkok akhirnya mencabut tarif tersebut untuk menjaga stabilitas industri smartphone domestik.

Langkah ini menimbulkan paradoks: di satu sisi ingin mandiri, di sisi lain masih tergantung. Huawei mungkin berhasil memutus rantai ketergantungan itu, tetapi mereka adalah pengecualian, bukan aturan umum.


Pertaruhan Masa Depan

Kisah Huawei menunjukkan bahwa sanksi bisa menjadi katalisator inovasi. Namun ia juga menyingkap kompleksitas geopolitik dan realitas ekonomi global. Tiongkok bergerak untuk tidak hanya menggantikan Silicon Valley, tetapi juga membangun sistem keuangan dan teknologi alternatif.

Ketergantungan yang tidak bisa dihapuskan ini membuat China dan AS pada hari ini Jumat, 02 Mei 2025 mulai melunak dan China membuat pernyataan resmi bahwa mereka menunggu ketulusan dari pihak AS untuk melakukan pembicaraan tentang tarif. Beijing mengungkapkan bahwa Washington lah yang  "mengambil inisiatif" dalam mengupayakan negosiasi itu.

Posting Komentar

0 Komentar