
Oleh: Abu Hanif
Sahabat Gudang Opini
Lagi, lagi, dan lagi. Masyarakat kembali digemparkan dengan kasus predator seksual. Kali ini, berasal dari Jepara, pemuda berinisial S (21 tahun), memperdaya 31 remaja perempuan yang menjadi korban kelakuannya dengan modus foto tampan di media sosial.
Pelaku menggunakan Telegram, memanfaatkan fitur pencarian teman, dan menyamar dengan foto pria menawan untuk menjerat mangsa sejak November 2023. (Detik)
Fakta ini kembali menendang kesadaran kita, betapa anak-anak kita sedang dalam situasi yang tidak pernah aman, walaupun sedang berada di ruangan rumah sendiri.
Dan yang lebih ironis, ini terjadi di tengah sistem demokrasi sekuler yang kata pengagumnya modern dan menjunjung hukum serta hak asasi manusia.
Beginilah lucunya akidah demokrasi, yakni sekularisme, negara dipisahkan dari agama dengan dalih menjaga netralitas. Namun yang terjadi justru sebaliknya, negara menjadi gelap, buta terhadap kejahatan yang mengakar pada rusaknya moral masyarakat.
Berkat sekularisme, masyarakat termasuk remaja dibiarkan bebas menjelajahi dunia maya tanpa pengawasan sistemik oleh negara.
Pendidikan pun gagal membentengi akidah dan akhlak mereka. Sedangkan keluarga, dilemahkan oleh sistem ekonomi kapitalistik (yang juga berakar dari sekularisme), yang ringkasnya, membuat orang tua sibuk mengejar uang sehingga banyak orang tua terhambat bahkan tak sempat mendidik atau mengawasi anak-anaknya.
Media sosial yang dipuja-puji sebagai simbol kemajuan malah menjadi medan yang empuk bagi para predator seksual.
Dengan sekularisme yang diemban, membuat negara menjadi tidak serius untuk menertibkan dan mengamankan platform digital dan medsos dari hal yang membahayakan masyarakat.
Bukan hal mengejutkan jika pelaku S bisa menjaring puluhan korbannya dalam waktu cukup lama tanpa terendus aparat. Ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan lambatnya penanganan negara.
Jelas! Sekularisme terbukti gelap, telah gagal menjaga generasi. Sebab akar masalahnya adalah pemisahan agama dari kehidupan. Aturan Islam yang menyeluruh (kaffah) dilarang campur tangan dalam sistem hukum, pendidikan, bahkan sosial.
Padahal Islam bukan hanya agama ritual, tapi juga sistem kehidupan yang mengatur seluruh aspek termasuk perlindungan anak dan kehormatan perempuan.
Islam menetapkan aturan pergaulan yang jelas antara laki-laki dan perempuan. Interaksi bebas, berkhalwat, dan membuka aurat dilarang karena membuka jalan ke arah kemaksiatan.
Dalam sistem Khilafah, pendidikan anak dibangun di atas akidah Islam, negara hadir aktif dalam menjaga akhlak publik, dan sanksi tegas diberlakukan kepada pelaku kejahatan seksual agar jera dan memberi efek preventif.
Dalam Islam, pelaku kejahatan seksual tidak hanya dipandang sebagai pelanggar hukum, tetapi juga perusak tatanan sosial dan penjagal kehormatan manusia. Karena itu, sanksinya sangat tegas.
Jika pelaku terbukti melakukan pemerkosaan atau pencabulan, hukum Islam memberlakukan hukuman hudud, yakni rajam hingga mati bagi pezina muhshan (yang sudah/pernah menikah) dan cambuk 100 kali serta pengasingan selama satu tahun bagi pezina ghairu muhshan (yang belum menikah), disertai ta'zir tambahan seperti penjara atau hukuman yang lebih keras jika kejahatannya sadis atau berulang.
Jika kejahatannya melibatkan pelecehan terhadap anak, maka negara Islam bisa memberikan hukuman lebih berat sesuai kemaslahatan, hingga ke tingkat hukuman mati bila diperlukan. Tujuan hukuman dalam Islam bukan hanya balasan (jawabir) tetapi juga pencegahan (jawazir) dan pembersihan masyarakat dari kerusakan moral.
Bayangkan jika sistem Islam diterapkan, tidak ada ruang bagi remaja bebas bergaul di media sosial tanpa batas. Tidak ada konten rusak yang meracuni pikiran, dan predator tak punya celah untuk menjerat mangsa. Negara bertanggung jawab penuh atas penjagaan moral dan keamanan warganya.
Saatnya kita berhenti mengandalkan sistem rusak demokrasi kapitalisme sekularisme yang berkali-kali gagal melindungi anak-anak bangsa. Sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) bukan solusi, justru sumber masalah.
Hanya Islam yang mampu membangun peradaban yang menjamin keamanan, kehormatan, dan masa depan generasi. Maka itu, tak ada pilihan selain kembali pada sistem Islam yang diterapkan secara kaffah melalui institusi Khilafah.

0 Komentar