
Oleh: Abu Jannah
Sahabat Gudang Opini
"Mau istri baik, ajarin. Mau istri cantik, modalin. Mau istri patuh, cukupin. Mau istri taat, contohin."
Kalimat ini saya temukan di sebuah meme di Facebook. Setelah membacanya, seperti ada yang menjitak kepala saya setengah keras, tapi membekas.
Kalimat itu membuka tabir kebenaran: bahwa membina keluarga sakinah bukan sekadar soal niat dan cinta, tapi juga sangat bergantung pada sistem yang menaungi kehidupan. Dan sayangnya, hari ini kita hidup dalam naungan sistem kapitalisme, yang justru merusak fondasi keluarga dari dalam.
Masalahnya bukan pada sebatas faktor individu, tapi pada sistem yang memaksa. Banyak dari para suami punya niat tulus untuk membimbing, mencukupi, menafkahi dengan cinta dan amanah. Tapi sistem kapitalis menempatkan para suami di medan yang tak adil.
Dalam sistem ini, harga kebutuhan pokok terus naik, sedangkan umumnya pendapatan stagnan, lapangan kerja pun tak menentu, dan tanggung jawab ekonomi dalam naungan kapitalisme kian hari makin berat.
Dampaknya, peran suami dan istri pun dibenturkan. Istri didorong menjadi pencari nafkah kedua, bukan karena ingin, tapi karena tidak ada pilihan lain. Rumah pun kehilangan fungsi utamanya: tempat pulang dan menenangkan jiwa.
Kapitalisme menjadikan kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, bahkan keamanan sebagai komoditas yang harus dibeli. Rumah tangga dibuat tak lagi menjadi ruang ibadah dan kasih sayang, melainkan ladang tekanan dan kekhawatiran. Akhirnya perceraian meningkat, data kekerasan dalam rumah tangga bertambah, dan peran suami-istri kabur dalam kabut materialisme.
Belum lagi menyoal pemikiran kapitalisme, yang memaksakan standar cinta yang palsu: bahwa kecantikan harus dibeli, kebahagiaan harus dimiliki dalam bentuk barang, dan ketaatan istri diukur dari seberapa banyak uang belanja yang tersedia. Padahal semua ini racun peradaban, menjauhkan kita dari makna sejati cinta dan keluarga dalam pandangan Ilahi.
Kapitalisme Perusak Keluarga, Islam Solusinya
Kapitalisme rusak dari akarnya. Menempatkan materi di atas manusia, profit di atas keberkahan, dan individualisme di atas tanggung jawab kolektif. Maka jangan heran jika keluarga sebagai unit terkecil pembentuk masyarakat menjadi korban pertama dari sistem ini.
Solusinya tidak cukup hanya perbaikan individu. Dibutuhkan perubahan sistemik, sebuah sistem yang menjamin kebutuhan dasar rakyat, mengangkat peran keluarga sebagai pusat pembinaan peradaban, dan menjadikan negara sebagai pelindung sejati. Sistem itu bukan kapitalisme, melainkan Islam.
Islam menetapkan keluarga sebagai pilar utama peradaban. Negara dalam Islam bukan hanya pengatur ekonomi, tapi pelayan umat, penjamin kesejahteraan, dan penjaga ketenteraman rumah tangga.
Berasabarlah!
Maka bagi kita yang hari ini terus berjuang menjaga keluarga bersabarlah. Kesabaran bukan berarti pasrah pada ketidakadilan, tapi bertahan sambil memperjuangkan perubahan.
Kita bukan lemah, kita hanya sedang dikepung oleh sistem yang salah. Dan semoga Allah kuatkan kita, hingga tiba waktunya keluarga tak lagi dipaksa bertahan dalam badai kapitalisme, tapi bisa tumbuh dalam naungan sistem yang penuh rahmat dan keadilan.
Ingatlah janji Allah,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10).
0 Komentar