KUATNYA BUDAYA MENYONTEK, GAGALNYA GENERASI


Oleh: Herlin Hartanti, A.Md.AP
Content Creator

Kemajuan teknologi sejatinya bisa memudahkan kehidupan kita dengan memanfaatkannya untuk hal-hal yang baik, tapi kebaikan dari teknologi pada saat ini tidak dilakukan oleh para calon mahasiswa. Mereka memanfaatkan teknologi justru dengan cara tidak tepat bahkan untuk kecurangan agar lulus tes UTBK. Ini mencerminkan akhlak yang buruk dari para calon mahasiswa.

Publik tengah dihebohkan dengan dugaan kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) untuk Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) tahun 2025. Panitia menyoroti adanya modus kecurangan baru oleh sejumlah peserta UTBK SNBT 2025, yakni memasang kamera yang tidak terdeteksi metal detector di behel gigi, kuku, ikat pinggang dan kancing baju. Panitia akan berkomitmen untuk menggandeng sejumlah pihak untuk melakukan investigasi lebih lanjut. (beritasatu.com,25-04-25)

Hal ini juga dikuatkan oleh survey yang dilakukan oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Dadan Wardana dalam acara Peluncuran Indeks Integritas Pendidikan 2024 dan Penandatanganan Komitmen Bersama Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi, beliau mengatakan dalam kejujuran akademik, kasus menyontek masih ditemukan pada 78% sekolah dan 98% kampus. Dengan kata lain menyontek masih terjadi pada mayoritas sekolah maupun kampus. (detikedu,25-04-25)

Ini adalah fakta buruk dan gagalnya dunia pendidikan. Pendidikan yang seharusnya mencetak siswa yang jujur ternyata justru melakukan kecurangan. Siswa menghalalkan segala cara demi memperoleh nilai yang bagus dalam ujian tanpa memikirkan halal atau haram. Pola pikir menghalalkan segala cara ini tidak lepas dari proses pendidikan saat ini yang materialistis.

Sistem pendidikan materialistis ini tegak di atas asas sekularisme liberal yang memisahkan agama dari kehidupan dan membebaskan manusia untuk bertingkah laku, termasuk bebas untuk menyontek dan curang demi mencapai tujuan. Standar kebahagiaan pada sistem hidup hari ini adalah materi. Miris, ini adalah bentuk gagalnya generasi.

Jika kita hidup dalam sistem yang benar yaitu Islam, kita akan belajar bahwa standar hidup untuk bahagia adalah ridha Allah Taala. Kita akan senantiasa berpikir sebelum bertindak, halal ataukah haram yang kita lakukan dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam sektor pendidikan.

Setiap siswa dalam sistem pendidikan Islam akan bersemangat menuntut ilmu demi meraih ridha Allah Taala karena Allah memerintahkan umat Islam untuk menuntut ilmu berdasarkan sabda Rasulullah ï·º, “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR Ibnu Majah no. 224). Tujuan belajar adalah untuk meraih ridha Allah, bukan keuntungan materiil. Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang mempelajari ilmu yang dengannya dapat memperoleh keridaan Allah Subhanahu wa ta'ala, (tetapi) ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan kesenangan duniawi maka ia tidak akan mendapatkan harumnya surga pada hari kiamat nanti.”(HR Abu Daud).

Tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk membentuk kepribadian Islami (syakhsiyyah al-Islamiyyah) dan membekali para peserta didik dengan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan. Metode pendidikan dirancang untuk merealisasikan tujuan tersebut. Setiap metode yang berorientasi bukan kepada tujuan tersebut, maka dilarang (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah, Muqaddimah Dustur pasal 167).

Sistem pendidikan Islam akan menghasilkan generasi yang unggul, jujur, bertakwa, memiliki keterampilan yang handal dan menjadi agen perubahan. Pola pikir dan pola sikapnya benar, sesuai akidah Islam. Apapun keinginannya pasti dicapai dengan cara yang Allah ridhoi. Kemajuan teknologi yang dihadapi pun akan digunakan dengan cara yang benar, bukan untuk kecurangan demi mendapatkan materi semata. Dari fakta ini semoga kita sebagai generasi muda, bisa tergerak untuk terus belajar dengan benar dan memperjuangkan tegaknya sistem yang shahih yaitu sistem Islam.

Wallahu'alam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar