RIBA: DOSA BESAR YANG MENGUNDANG AZAB DAN MENGHANCURKAN EKONOMI


Oleh: Abu Siddiq
Pemerhati Ekonomi

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar istilah "riba". Tapi tidak semua orang paham apa itu riba dan mengapa Islam sangat melarangnya. Banyak yang mengira riba hanya ada pada praktik lintah darat, padahal riba saat ini menyusup dalam banyak aspek kehidupan, terutama dalam sistem ekonomi modern yang berbasis kapitalisme yang menjadikan riba sebagai tulang punggung roda perekonomiannya.


Apa Itu Riba?

Secara bahasa, riba berarti "tambahan" atau "kelebihan". Dalam istilah syariat Islam, riba adalah setiap tambahan yang diambil dari transaksi utang-piutang, baik berupa uang, barang, atau jasa, yang disyaratkan sejak awal oleh pemberi pinjaman. Riba adalah tambahan yang diperoleh tanpa adanya usaha atau kerja, hanya karena seseorang meminjamkan uang.

Contohnya: Jika A meminjamkan uang kepada B sebesar Rp1 juta, dan mensyaratkan bahwa B harus mengembalikan Rp1,2 juta, maka tambahan Rp200 ribu itu adalah riba. Tambahan itu tidak boleh, karena Islam memandang pinjaman sebagai bentuk tolong-menolong, bukan sarana untuk mencari keuntungan.


Hukum Riba dalam Islam

Islam secara tegas dan mutlak mengharamkan riba. Pengharaman riba disebutkan berulang kali dalam Al-Qur'an dan hadis. Bahkan, Allah ﷻ menyebut bahwa orang yang tidak meninggalkan riba berarti menyatakan perang kepada Allah dan Rasul-Nya.

Allah ﷻ berfirman:

اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ  فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Baqarah [2]: 275)

فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۚ وَاِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ اَمْوَالِكُمْۚ لَا تَظْلِمُوْنَ وَلَا تُظْلَمُوْنَ
Jika kalian tidak meninggalkan sisa riba, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan). (QS Al-Baqarah [2]: 279)

Dalam riwayat Al-Hakim disebutkan,

الرِبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ وَإِنْ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ
Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. (HR. Al-Hakim, 2: 37. Al-Hakim mengatakan bahwa hadits ini sesuai syarat syaikhain –Bukhari dan Muslim-. Hal ini disepakati oleh Adz-Dzahabi. Al-Bushiri mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, demikian disebutkan dalam tahqiq Sunan Ibnu Majah oleh Al-Hafizh Abu Thahir).

Rasulullah juga melaknat semua pihak yang terlibat dalam riba:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba. Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim, no. 1598).


Bentuk Riba di Zaman Sekarang

Di zaman modern, riba hadir dalam bentuk yang lebih canggih dan tersembunyi. Banyak orang terjebak dalam praktik ribawi karena kurangnya pemahaman. Bentuk-bentuk riba modern antara lain:
  • Bunga bank, baik dalam pinjaman maupun simpanan (deposito).
  • Pinjaman online (pinjol), yang mengenakan bunga dan denda.
  • Kredit rumah, kendaraan, atau barang lain yang memakai sistem bunga.
  • Tabungan berbunga, meski jumlahnya kecil.
  • Investasi obligasi dan surat berharga berbunga.
  • Valuta asing (valas), jika tidak diserahterimakan langsung dalam satu majelis.

Riba juga bisa muncul dalam bentuk biaya-biaya tersembunyi seperti biaya administrasi yang dipersyaratkan sejak awal dan dikaitkan dengan jumlah pinjaman.


Dampak Riba Bagi Individu dan Masyarakat

Riba bukan hanya persoalan dosa, tetapi membawa kerusakan nyata dalam kehidupan. Beberapa dampak buruk riba adalah:
  • Kemiskinan dan ketimpangan sosial. Orang miskin makin miskin karena bunga utang menumpuk, sedangkan orang kaya memperkaya diri lewat bunga.
  • Kehancuran rumah tangga. Banyak rumah tangga yang retak atau hancur karena lilitan utang berbunga.
  • Krisis ekonomi. Sistem ekonomi ribawi sering menyebabkan krisis karena bunga membuat uang berputar tanpa produktivitas nyata.
  • Hilangnya keberkahan. Harta yang bercampur riba tidak membawa ketenangan, bahkan sering cepat habis.


Riba dalam Skala Negara

Riba juga terjadi dalam skala besar, yaitu utang negara. Pemerintah Indonesia secara rutin menarik utang luar negeri dan dalam negeri dengan sistem bunga. Dikutip dari Laporan Badan Anggaran yang dibacakan Ketua Banggar Said Abdullah pada Rapat Paripurna DPR RI Kamis, (19/9/2024), untuk program pembayaran bunga utang pada 2025 total anggaran yang disiapkan untuk program itu adalah sebesar Rp 552,854 triliun. Angka ini bahkan lebih besar daripada anggaran subsidi untuk rakyat.

Ini menunjukkan bahwa negara pun ikut terjebak dalam sistem ribawi. Akibatnya:
  • Anggaran untuk rakyat makin kecil.
  • Ketergantungan kepada asing makin besar.
  • Kedaulatan negara terancam karena bisa ditekan oleh negara pemberi utang.

Negara-negara seperti Sri Lanka, Pakistan, dan Uganda mengalami krisis dan kehilangan aset penting karena gagal membayar utang ribawi.


Solusi Islam Terhadap Riba

Islam tidak hanya mengharamkan riba, tapi juga menyediakan solusi tuntas agar umat terbebas dari sistem ribawi. Dalam sistem ekonomi Islam:
  • Pinjaman tanpa bunga (qardh hasan) diperbolehkan untuk tolong-menolong.
  • Negara (dalam sistem Khilafah) wajib menjamin kebutuhan dasar rakyat (pangan, pendidikan, kesehatan), sehingga rakyat tidak terpaksa berutang.
  • Baitulmal (kas negara) menyediakan dana untuk membantu rakyat yang kesulitan.
  • Sistem perbankan ribawi dihapuskan dan diganti dengan sistem keuangan Islam.
  • Sanksi ta'zîr diberikan kepada pelaku riba, sesuai keputusan hakim, untuk mencegah penyebaran praktik ini.


Bertobat dari Riba

Bagi yang pernah terlibat dalam praktik riba, baik secara langsung maupun tidak, masih ada kesempatan untuk bertobat. Islam memberikan jalan tobat yang jelas:
  • Menyesal atas dosa yang telah dilakukan.
  • Segera berhenti dari praktik riba.
  • Bertekad tidak mengulangi lagi.

Jika menerima harta hasil riba, harta itu tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi, tapi harus disalurkan ke fakir miskin atau kepentingan umum (bukan sebagai sedekah, karena itu bukan hak kita).


Khatimah

Riba adalah dosa besar dan kejahatan ekonomi yang menghancurkan masyarakat secara perlahan. Banyak negara dan individu yang porak-poranda karena terjerat riba. Oleh karena itu, umat Islam harus memahami bahaya riba, menjauhinya, dan memperjuangkan sistem Islam yang bisa menghapus riba dari kehidupan.

Allah ﷻ telah memberi peringatan keras:

فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۚ
Jika kalian tidak meninggalkan riba, maka bersiap-siaplah menghadapi perang dari Allah dan Rasul-Nya. (QS Al-Baqarah [2]: 279)

Mari kita bertobat dan tinggalkan riba, serta dukung tegaknya sistem Islam yang akan menyelamatkan kita di dunia dan akhirat.

Wallâhu a'lam bish-shawâb.

Posting Komentar

0 Komentar