DARI IJAZAH MISTERIUS KE SISTEM RUSAK, SAATNYA KEMBALI PADA ISLAM


Oleh: Abu Jannah
Sahabat Gudang Opini

Peristiwa yang menciderai akal sehat publik kembali terjadi di ruang pengadilan. Dalam sidang mediasi kasus dugaan ijazah palsu di Pengadilan Negeri (PN) Kota Solo, Rabu (30/4/2025), berlangsung tanpa kehadiran langsung tergugat, kuasa hukum YB Irpan, dikabarkan menolak menunjukkan ijazah kliennya, Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Padahal, dokumen ijazah asli tersebut menjadi inti dari penyelesaian perkara yang tengah diperkarakan.

Penolakan ini tentu bukan hanya janggal, tapi juga memantik pertanyaan keras, mengapa seorang yang pernah memiliki jabatan presiden enggan membuktikan legalitas pendidikan formalnya di hadapan hukum?


Tiga Kejanggalan

Dari peristiwa itu, setidaknya ada tiga kejanggalan yang bisa kita rasakan.

Pertama, penolakan itu dilakukan di ruang sidang, dalam konteks hukum resmi. Ini artinya, bukan sekadar tindakan pribadi, tapi representasi dari sikap resmi terhadap proses hukum. Ironisnya, sikap tersebut justru mencerminkan ketidakpatuhan terhadap asas keterbukaan yang menjadi ruh hukum itu sendiri.

Kedua, dokumen akademik seperti ijazah seharusnya mudah diakses dalam profil seorang pejabat publik, apalagi presiden. Namun, dalam kasus ini, bukannya membantah atau membuktikan dengan gamblang, pihak tergugat justru menutup rapat dokumen tersebut.

Ketiga, penolakan ini menampar wajah demokrasi yang kerap mengklaim menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas.

Jika seorang presiden saja bisa dengan mudah menghindar dari keharusan menunjukkan dokumen akademiknya di pengadilan, bagaimana rakyat bisa percaya pada integritas kepada kepemimpinan dan sistem demokrasi. Kejadian ini juga menggambarkan betapa jauhnya sistem kepemimpinan demokrasi sekuler dari nilai-nilai keteladanan.


Demokrasi Lahirkan Pemimpin Ambigu

Demokrasi membuka ruang bagi siapa pun menjadi pemimpin, selama memiliki modal politik atau dukungan oligarki. Kredibilitas bisa diciptakan lewat pencitraan. Integritas bisa dikaburkan oleh kekuatan uang. Maka tak heran jika muncul pemimpin dengan latar belakang buram, bahkan dokumen pendidikannya pun menjadi teka-teki yang tak kunjung terjawab.

Sistem ini memungkinkan siapapun duduk di kursi kekuasaan, tanpa standar ketat. Dengan begitu demokrasi tak menjamin pemimpin yang jujur, tapi hanya mengandalkan popularitas dan kekuatan finansial. Ini berbahaya. Sebab pemimpin yang tidak transparan adalah benih kehancuran bangsa.


Islam Tawarkan Kepemimpinan Amanah

Islam menawarkan sistem yang menjamin lahirnya pemimpin amanah dan berkualitas. Dalam Khilafah, hanya mereka yang memenuhi syarat-syarat ketat yang dapat menjadi khalifah: adil, muslim, berakal, baligh, merdeka, dan mampu menjalankan urusan negara. Syarat ini diperiksa oleh ahlul halli wal ‘aqdi atau majlis para tokoh umat yang amanah dan terpercaya.

Dalam Islam, kepemimpinan bukan soal pencitraan dan sarana ambisi kekuasaan atau perlindungan diri, tapi soal tanggung jawab di hadapan Allah ﷻ dan umat. Maka, soal penolakan menunjukkan ijazah Jokowi ini bukanlah sekadar masalah hukum, lebih dalam lagi merupakan cerminan rusaknya sistem politik dan pemerintahan demokrasi sekuler yang membuka celah bagi masuknya nuansa kebohongan.

Tentang kepemimpinan dalam Islam, Rasulullah ﷺ bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ
Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala Negara), dia adalah pemimpin manusia secara umum, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka (rakyatnya).” (HR. Bukhari no. 2554 dan Muslim no. 1829)

Bayangkan! Dalam sistem Islam, bahwasannya Khalifah Umar bin Khattab r.a pernah membuka diri secara lantang bagi kehidupannya untuk dikoreksi publik. Tak hanya siap dikritik, Khalifah Umar bin Khattab juga mendorong rakyat untuk mengoreksinya jika ia menyimpang. Bandingkan dengan pemimpin hari ini yang bahkan ijazahnya saja enggan dibuka untuk umum.

Sudah saatnya umat sadar, bergerak dan berupaya untuk kembali kepada sistem Islam yang menjamin terwujudnya transparansi, kejujuran, dan akuntabilitas sejati.

Posting Komentar

0 Komentar