
Oleh: Rika Dwi Ningsih
Aktivis Dakwah
Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi sarana berbagi momen dan informasi dalam kehidupan sehari-hari. Tak jarang kita menyaksikan foto-foto yang diunggah oleh teman, kerabat, atau tokoh publik, termasuk yang menampilkan laki-laki dan perempuan berfoto bersama, padahal bukan mahram satu sama lain. Ada yang berfoto dengan rekan kerja, dosen, trainer, bahkan ustadz atau tokoh agama.
Fenomena ini memunculkan pertanyaan mendasar: bagaimana hukum foto bersama lawan jenis yang bukan mahram dalam Islam?
Memahami Ikhtilath dan Hukumnya
Dalam pandangan Islam, berfoto bersama lawan jenis yang bukan mahram termasuk dalam kategori ikhtilath (percampuran laki-laki dan perempuan) yang dilarang.
Ikhtilath didefinisikan sebagai:
"Bertemunya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram di suatu tempat secara campur baur dan terjadi interaksi antara mereka, seperti berbicara, bersentuhan, berdesak-desakan, dan sejenisnya." (Said Al-Qahthani, Al-Ikhtilat, hlm. 7)
Islam secara tegas mengharamkan ikhtilath dalam kehidupan umum kecuali pada kondisi tertentu yang syar’i. Ini merupakan bagian dari perintah syariat untuk melakukan infishal (pemisahan antara komunitas laki-laki dan perempuan) demi menjaga kesucian interaksi sosial.
Dalil-Dalil Diharamkannya Ikhtilath
Dari Abu Usaid Al-Anshari, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda ketika melihat laki-laki dan perempuan bercampur di jalan setelah keluar dari masjid:
اسْتَأْخِرْنَ فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ عَلَيْكُنَّ بِحَافَّاتِ الطَّرِيقِ
“Menepilah karena kalian tidak layak berada di tengah jalan, hendaknya kalian berada di tepi jalan.” Maka seorang wanita menempelkan tubuhnya di dinding hingga bajunya menempel karena saking rapatnya dia dengan dinding tersebut. (HR. Abu Daud dalam Sunannya, bab Al-Adab, pasal tentang berjalannya seorang wanita bersama laki-laki di jalan)
Hadis ini menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ menetapkan aturan pemisahan antara laki-laki dan perempuan, bahkan dalam ruang publik seperti jalanan.
Dalam pelaksanaan shalat berjamaah, laki-laki dan perempuan dipisah secara tegas. Shaf laki-laki berada di depan, dan shaf perempuan di belakang. Setelah shalat, Rasulullah ﷺ mendahulukan perempuan keluar lebih dulu sebelum laki-laki.
Dalam kitab An-Nizhamul Ijtima'i fil Islam, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani menyatakan bahwa:
“Kehidupan Islam mewajibkan pemisahan komunitas laki-laki dan perempuan dalam berbagai aktivitas kehidupan, kecuali pada kondisi tertentu yang dibolehkan oleh syariah.” (hlm. 35-36)
Pengecualian yang Diperbolehkan
Meskipun ikhtilath dilarang secara umum, syariah memberikan pengecualian terbatas dalam kondisi berikut:
Adanya aktivitas yang dibolehkan syariah, seperti jual beli, belajar mengajar, merawat pasien, ibadah haji, pengajian di masjid, dan semisalnya.
Aktivitas tersebut benar-benar mengharuskan adanya pertemuan, tanpa alternatif lain.
Contoh: Seorang laki-laki membeli barang dari pedagang perempuan, atau seorang dokter perempuan merawat pasien laki-laki, dan sebaliknya.
Namun, jika aktivitas tersebut tidak mengharuskan pertemuan, maka ikhtilath tetap tidak diperbolehkan. Salah satunya adalah berfoto bersama, yang tidak memiliki urgensi atau kebutuhan syar’i.
Foto Bersama Lawan Jenis: Termasuk Ikhtilath yang Diharamkan
Berfoto bersama lawan jenis yang bukan mahram tidak memenuhi dua syarat pengecualian ikhtilath yang dibolehkan, karena:
- Tidak ada kebutuhan syar’i yang mengharuskan foto bersama.
- Tidak ada kepentingan umum atau maslahat syar’i yang jelas.
Oleh karena itu, berfoto bersama lawan jenis bukan mahram tergolong ikhtilath yang diharamkan, baik dalam konteks santai, pekerjaan, pendidikan, maupun dakwah. Bahkan dengan niat “sekadar kenang-kenangan”, tetap tidak mengubah status hukumnya.
Mengapa Islam Melarang Ikhtilath?
Larangan ini bukan bentuk ketertutupan atau kesempitan, melainkan:
- Menjaga kehormatan dan kesucian diri.
- Mencegah terjadinya fitnah dan zina.
- Membentuk masyarakat yang bersih dan beradab.
Allah ﷻ berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”
(QS. Al-Isra’: 32)
Foto bersama bisa menjadi pemicu untuk mendekati zina, baik dalam bentuk syahwat mata, perasaan, atau hasrat lainnya yang berujung pada pelanggaran syariat.
Kembali kepada Syariat
Marilah kita sebagai umat Islam saling mengingatkan dan kembali kepada hukum-hukum Allah. Jangan biarkan budaya permisif dari Barat membentuk gaya hidup kita yang justru menjauhkan dari nilai-nilai Islam.
Jika ingin mengabadikan momen, lakukanlah dengan tetap menjaga batasan syar’i. Berfoto bersama sesama jenis, atau secara individu, tentu tidak menjadi masalah.
Tetapi jika melibatkan lawan jenis bukan mahram, hendaknya ditinggalkan sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah, demi menjaga kesucian diri, kehormatan Islam, dan kemuliaan umat.
وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا ۙ وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ
“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath-Thalaq: 2–3)
Wallahu A'lam Bishawab.
0 Komentar