
Oleh: Diaz
Pengamat Politik dan Kebijakan Publik
Indonesia kembali menjadi sorotan dunia kesehatan global. Kali ini, pendiri Microsoft, Bill Gates, melalui Gates Foundation, menginisiasi uji klinis fase tiga vaksin tuberkulosis (TBC) di Tanah Air. Tidak hanya sebagai tempat uji klinis, Indonesia juga berpotensi menjadi produsen vaksin tersebut jika kelak vaksin M72 terbukti efektif dan aman. Gates Foundation bahkan telah memberikan dana hibah sebesar USD 159 juta sejak 2009 yang sebagian besar dialokasikan untuk sektor kesehatan, termasuk penelitian vaksin TBC ini.
Namun, niat baik ini tidak lepas dari kekhawatiran publik. Pengalaman pahit masyarakat saat pandemi COVID-19, di mana vaksinasi menjadi kewajiban yang dibebani sanksi administratif, masih membekas. Tidak sedikit yang khawatir jika vaksin TBC ini, meski saat ini masih berstatus sukarela, kelak akan berubah menjadi wajib seperti vaksin COVID-19.
Potensi Manfaat dan Risiko
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa Indonesia diuntungkan sebagai salah satu negara tempat uji klinis vaksin M72. Selain mendapatkan akses awal terhadap vaksin, Indonesia juga berkesempatan menjadi produsen vaksin yang akan diproduksi oleh Bio Farma. Namun, epidemiolog Dicky Budiman mengingatkan bahwa setiap uji klinis tetap menyimpan risiko. Meski tahap ketiga dianggap aman secara ilmiah, tetap ada kemungkinan efek samping dan dampak jangka panjang yang perlu diawasi.
Menurut Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Tjandra Yoga Aditama, partisipasi dalam uji klinis ini bersifat sukarela. Namun, kekhawatiran masyarakat tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Pengalaman vaksinasi COVID-19 menunjukkan bahwa sukarela bisa saja bergeser menjadi wajib jika pemerintah merasa ada urgensi yang mendesak. Ini bukan sekadar spekulasi, tetapi telah terjadi sebelumnya melalui Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 yang mewajibkan vaksinasi COVID-19 dengan ancaman sanksi administratif.
Perspektif Islam terhadap Vaksinasi Wajib
Sebelum membahas lebih jauh, ada baiknya kita mengetahui apa itu Vaksinasi? Vaksinasi adalah proses pemberian vaksin ke dalam tubuh untuk merangsang pembentukan antibodi sebagai perlindungan terhadap penyakit menular tanpa menimbulkan penyakit itu sendiri. Vaksin dapat berupa bakteri atau virus yang telah dilemahkan atau dimatikan, atau berupa toksin (zat beracun) dari organisme penyebab penyakit yang telah diproses secara kimiawi agar aman dan tetap efektif membentuk kekebalan.
Dalam perspektif Islam, vaksinasi hukumnya boleh dan tidak dilarang, karena termasuk bentuk ikhtiar untuk menjaga diri dari penyakit sebelum datang. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah ﷺ:
مَنْ أَكَلَ سَبْعَ تَمَرَاتٍ مِمَّا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا حِينَ يُصْبِحُ لَمْ يَضُرَّهُ سُمٌّ حَتَّى يُمْسِىَ
“Siapa yang makan tujuh butir kurma yang berasal dari Madinah ketika pagi, maka racun-racun tidak akan membahayakannya sampai sore.” (HR. Muslim, no. 5459).
Hadis ini menunjukkan bahwa Islam membolehkan tindakan pencegahan penyakit. Maka, jika ada kekhawatiran akan munculnya wabah, Vaksinasi sebagai upaya perlindungan diri hukumnya boleh, sebagaimana diperbolehkannya berobat ketika sudah sakit. Yang perlu diperhatikan justru proses pembuatan vaksin tersebut, menggunakan cara dan bahan yang halal atau haram? Atau sudahkah situasinya dapat mengancam nyawa sehingga dapat merubah hukum yang sebelumnya haram menjadi boleh?
Islam memandang, penerapan vaksinasi wajib harus memperhatikan hak-hak individu. Ulama seperti Syaikh Yusuf Al-Qaradawi menekankan bahwa vaksinasi wajib dapat diterima jika ada potensi bahaya besar bagi masyarakat umum. Namun, jika ancaman tersebut tidak signifikan atau tidak dapat dibuktikan secara ilmiah, maka vaksinasi wajib dapat menjadi tindakan yang melanggar prinsip syariat, karena dalam Islam pemimpin adalah ra'in (pengurus) sehingga tidak boleh menzalimi rakyatnya.
الإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (khalifah) itu pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR Al-Bukhari dan Ahmad)
Adapun jika dokter menyatakan bahwa vaksinasi jenis tertentu justru akan menimbulkan potensi bahaya, maka vaksinasi seperti ini tidak boleh dilakukan. Karena Nabi ﷺ bersabda:
لا ضَرَرَ ولا ضِرارَ
“Tidak boleh memulai memberi dampak buruk (mudhorot) pada orang lain, begitu pula membalasnya.” (HR. Ibnu Majah no. 2340)
Oleh karena itu, langkah yang bisa diambil oleh Pemerintah terkait kebijakan Vaksinasi adalah sebagai berikut:
- Edukasi dan Transparansi: Pemerintah harus menjelaskan secara terbuka efektivitas, keamanan, dan risiko vaksin TBC kepada masyarakat.
- Konsultasi Ulama dan Pakar Medis: MUI dapat dilibatkan dalam memberikan fatwa terkait kebolehan vaksin TBC, serta memastikan vaksin tersebut halal dan thayyib (baik).
- Menghindari Paksaan: Sesuai ajaran Islam, "Tidak ada paksaan dalam agama." (QS. Al-Baqarah: 256). Vaksinasi harus tetap bersifat sukarela kecuali jika ada darurat medis yang jelas.
Khatimah
Bill Gates melalui Gates Foundation telah menunjukkan kepeduliannya terhadap kesehatan global, termasuk Indonesia. Namun, program uji klinis vaksin TBC ini harus dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian dan transparansi. Keputusan untuk menjadikan vaksin ini wajib atau tidak harus didasarkan pada asas kemaslahatan yang benar-benar terbukti secara ilmiah. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat dapat terjaga dan hak-hak mereka tetap terlindungi.
Islam sebagai ideologi seharusnya diterapkan secara menyeluruh (kaffah) dalam setiap sendi-sendi kehidupan agar tercipta kepemimpinan yang mengayomi rakyatnya tanpa memikirkan untung dan rugi. Mirisnya, saat ini Kapitalisme-sekuler yang menjadi pondasi sistem pemerintahan negeri ini justru melahirkan pemimpin bermental pedagang yang kerap kali mengorbankan rakyatnya dengan mengatasnamakan rakyat.
Wallahualam bishawab.
0 Komentar