
Oleh: Masna Maisyaroh, SE
Penulis Lepas
Wilmar Group, sebuah perusahaan besar yang dulunya juga tersandung kasus korupsi, kembali terseret dalam masalah hukum. Tiga tahun lalu, tepatnya pada tahun 2022, Wilmar Group terlibat dalam kasus ekspor CPO (Cride Palm Oil) dan produk turunannya. Namun mirisnya, pada tahun 2025, perusahaan ini kembali diperiksa oleh Menteri Pertanian Andi Arman Sulaiman yang juga dibantu oleh Satgas Pangan Polri, pada Sabtu, 12 Juli 2025. Wilmar Group, bersama dengan tiga perusahaan besar lainnya, yakni: Food Station Tjipinang Jaya, Belitary Panen Raya (BPR), dan Sentosa Utama Lestari, kini terseret dalam kasus praktek perdagangan pangan beras oplosan merk premium. Kejahatan ini tidak hanya mencakup pemalsuan merk beras kualitas biasa menjadi kualitas premium, tetapi juga menyangkut manipulasi timbangan dan label kemasan.
Terbongkarnya kebohongan ini semakin memperjelas bahwa pemerintah masih belum serius dalam menjaga keamanan pasokan pangan yang berkualitas. Yang lebih memprihatinkan, pelakunya adalah perusahaan-perusahaan besar yang telah terbiasa bersembunyi di balik kebijakan yang lebih memihak kepada kepentingan mereka. Praktik-praktik curang seperti ini menunjukkan betapa lemah dan rentannya pengawasan terhadap sektor pangan.
Apakah ini kali pertama terjadinya praktek kecurangan semacam ini?
Tentu tidak! Praktik penipuan beras oplosan, telur palsu, uang palsu, bahkan ijazah palsu, telah berulang kali terjadi, mulai dari era pemerintahan Presiden SBY hingga saat ini di bawah kepemimpinan Bapak Prabowo. Kerugian yang ditimbulkan dari praktik curang ini tidak hanya dirasakan oleh negara, tetapi juga oleh rakyat yang seharusnya dilindungi oleh pemerintah. Sayangnya, meskipun periode kepemimpinan berganti, praktek-praktek curang seperti ini terus berlanjut.
Meskipun negara memiliki regulasi yang seharusnya melindungi masyarakat, kebijakan-kebijakan yang ada seringkali berpihak pada para pemilik modal besar. Negara yang terjebak dalam sistem sekuler kapitalisme, di mana pemisahan antara agama dan negara terjadi, telah melahirkan kebijakan-kebijakan yang justru menguntungkan segelintir pihak, terutama para oligarki yang mengendalikan sektor-sektor ekonomi penting. Dalam sistem ini, kepentingan rakyat sering kali terabaikan.
Pemimpin-pemimpin yang ada di bawah pengaruh sistem ini, lebih mementingkan keuntungan pribadi dan kelompok, daripada kesejahteraan rakyat. Hal ini menyebabkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap para pelaku usaha yang berbuat curang.
Berbeda dengan Islam, Islam memiliki pandangan yang sangat berbeda dalam menangani masalah kecurangan semacam ini. Islam memandang praktek oplosan sebagai aktivitas yang diharamkan dan bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar syariat. Dalam Islam, hukum syara' tidak hanya mengatur tentang keuntungan atau kerugian, tetapi juga mengedepankan keadilan dan kesejahteraan umat.
Dalam hal ini, Islam mengajarkan bahwa para pelaku kecurangan akan diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan Al-Qur'an dan As-Sunah. Tidak ada toleransi terhadap praktik bisnis yang merugikan masyarakat, terutama dalam sektor pangan yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari.
Islam juga mengatur dengan tegas tentang hubungan antara penguasa dan pengusaha, karena dalam Islam, kepemimpinan dan bisnis harus dipisahkan. Seorang pemimpin yang baik dalam Islam adalah pemimpin yang takut kepada Allah ï·» dan bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya. Pemimpin dalam Islam tidak berorientasi pada keuntungan, tetapi sebagai penganggunjawab dalam memastikan bahwa semua urusan rakyat berjalan dengan adil dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariat.
Dalam sistem Islam, negara tidak hanya bertindak sebagai pengawas, tetapi juga aktif terlibat dalam produksi dan distribusi barang. Negara bertanggung jawab untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan berkualitas, harganya terjangkau, dan dikelola oleh orang-orang yang bertakwa. Produk pangan, misalnya, akan dijamin kualitasnya dan tersedia dengan harga yang wajar, bahkan bisa diberikan secara gratis bagi yang membutuhkan.
Dalam sistem Islam, masyarakat akan terjamin kemudahan aksesnya terhadap pangan yang berkualitas, tanpa perlu khawatir mengenai apakah itu beras oplosan atau palsu. Negara akan menjamin bahwa distribusi pangan berjalan dengan lancar dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Tidak ada lagi sistem pajak yang memberatkan atau harga yang tinggi. Semua ini akan terwujud jika kita mau menjadikan Islam sebagai sistem aturan hidup yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Islam tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, tetapi juga memberikan solusi konkret untuk mengatasi masalah sosial dan ekonomi, termasuk dalam sektor pangan. Dengan menerapkan sistem ini, kita akan melahirkan masyarakat yang adil, sejahtera, dan takut akan Allah ï·».
0 Komentar