
Oleh: Ela Laelasari
Muslimah Peduli Umat
Kondisi sejumlah pulau di Kepulauan Raja Ampat yang menjadi lokasi tambang nikel sungguh memprihatinkan. Publik pun mulai geram. Raja Ampat yang selama ini dikenal dengan keindahan alam dan kekayaan lautnya, kini terkoyak oleh aktivitas tambang. Padahal, wilayah ini merupakan salah satu kawasan dengan keragaman terumbu karang terbesar di dunia yang seharusnya dijaga dan dilestarikan.
Sejumlah warga Raja Ampat telah menyuarakan penolakan terhadap aktivitas tambang nikel tersebut. Sebab, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil seperti Raja Ampat seharusnya hanya diperuntukkan bagi kegiatan pariwisata, konservasi, budidaya laut, dan penelitian.
Maraknya pertambangan nikel di berbagai wilayah Indonesia tidak lepas dari ambisi pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen baterai kendaraan listrik terbesar di dunia.
Sistem kapitalisme telah mendorong manusia berlomba-lomba mengejar keuntungan sebesar-besarnya. Kapitalisme selalu berpihak kepada pemilik modal dan membela kepentingan para oligarki.
Fakta-fakta ini sangat berbeda dengan konsep kepemimpinan dalam sistem Islam, di mana penguasa berperan sebagai ra'in (pengurus) yang bertanggung jawab atas urusan rakyatnya. Dalam Islam, kekayaan alam yang termasuk kategori kepemilikan umum tidak boleh dimiliki secara individu atau korporasi. Tambang seperti nikel adalah bagian dari harta milik umum.
Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
"Kaum Muslimin berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Daud)
Berdasarkan hadits ini, jelas bahwa penambangan nikel di Raja Ampat bertentangan dengan prinsip syariat Islam. Oleh karena itu, agar persoalan ini dapat diselesaikan secara tuntas, kita harus kembali kepada aturan Islam yang diterapkan di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyyah.
Wallahu a'lam bish-shawab.
0 Komentar