PENDIDIKAN DALAM CENGKERAMAN KAPITALISME: SAATNYA UMAT KEMBALI KEPADA ISLAM KAFFAH


Oleh: Tita Umma Ghazi
Komunitas Ibu Peduli Generasi

Pendidikan merupakan sumber utama dalam pembuktian bahwa sebuah negara telah berhasil mensejahterakan rakyatnya serta melindungi dan memenuhi segala kebutuhan warga negaranya. Di Indonesia sendiri, pendidikan sering dielu-elukan sebagai hak mendasar setiap warga negara walau realitas di lapangan tak seindah narasinya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 mengungkapkan bahwa rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas hanya mencapai 9,22 tahun, setara dengan tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Meskipun angka ini sedikit melampaui target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 sebesar 9,18, ketimpangan akses dan kualitas pendidikan masih menjadi masalah serius. (beritasatu.com, 02/05/2025).

Dalam sistem kapitalis, pendidikan tidak lagi diperlakukan sebagai hak dasar yang dijamin oleh negara, melainkan telah berubah menjadi barang dagangan yang bisa diperjualbelikan. Kualitas pendidikan yang diterima seseorang sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan ekonominya. Akibatnya, terjadi ketimpangan dan ketidakadilan dalam akses pendidikan di tengah masyarakat. Tingginya biaya pendidikan dan ketimpangan sarana prasarana menjadi penghalang bagi sebagian besar warga untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Realitas ini menunjukkan bahwa sistem kapitalis menjadikan pendidikan sebagai alat pencetak keuntungan, bukan sebagai sarana pembentukan kepribadian yang luhur atau generasi yang bertakwa. Pembangungan peradaban manusia yang utuh tidak lagi dipandang sebagai tujuan karena seberapa besar keuntungan yang dapat diraih merupakan hal yang lebih diutamakan.

Kondisi ini tampak nyata dalam kehidupan saat ini: biaya pendidikan semakin membengkak, bahkan sejak pendidikan usia dini hingga jenjang perguruan tinggi. Fasilitas dan layanan pendidikan berkualitas hanya tersedia bagi mereka yang mampu secara finansial, sedangkan masyarakat kurang mampu harus menerima layanan pendidikan dengan standar minim, yang pada akhirnya memperdalam kesenjangan sosial di tengah-tengah umat.

Berbeda dengan kapitalisme, Islam memandang pendidikan sebagai tanggung jawab negara yang harus diberikan secara adil dan merata kepada seluruh rakyat, tanpa memandang status sosial atau ekonomi. Dalam sistem Khilafah, negara wajib menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas bagi semua warga negara.

Tujuan pendidikan dalam Islam bukan hanya untuk meningkatkan mobilitas sosial, tetapi untuk membentuk individu yang berkepribadian Islam, menguasai ilmu pengetahuan, dan siap menjalankan tugas dakwah serta memimpin peradaban sesuai dengan firman Allah ﷻ yang berbunyi:

يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)

Dalam sistem pendidikan Islam, kurikulum dirancang untuk membentuk akidah yang kuat dan membekali keterampilan duniawi. Tokoh-tokoh besar dalam pendidikan Islam yang kontribusinya dalam ilmu pengetahuan dan kepemimpina yang diakui dunia seperti Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, dan Salahuddin Al-Ayyubi merupakan bukti nyata hasil dari sistem pendidikan yang terpadu dan visioner, bukan produk dari sistem kapitalistik yang transaksional.

Selama pendidikan dikelola dalam kerangka kapitalisme, selama itu pula umat akan terus menghadapi ketimpangan dan degradasi kualitas. Islam menawarkan solusi sistemik yang menyeluruh, mencakup aspek pendidikan, ekonomi, sosial, dan politik dalam satu bangunan utuh yakni penerapan syariat Islam secara kaffah oleh negara. Saatnya umat menyadari bahwa kemuliaan pendidikan hanya dapat terwujud dalam sistem yang memuliakan manusia. Mari perjuangkan penerapan Islam kaffah demi lahirnya generasi terbaik, penjaga peradaban, dan pembangun masa depan yang gemilang.

Wallahualam Bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar