
Oleh: Ainul Mizan
Peneliti LANSKAP
Bukan Kang Dedi Mulyadi (KDM) kalau tidak membuat sensasi. Kali ini, KDM ingin mengganti nama RSUD Al-Ihsan menjadi RSUD Welas Asih. Menurutnya, hal ini sesuai dengan Pergub tertanggal 19 Juni 2025 tentang penggantian nama rumah sakit.
Ia menyatakan bahwa penggantian nama itu tidak akan mengubah anggaran. Ia menegaskan bahwa nama "Welas Asih" lebih mudah dipahami oleh masyarakat Sunda. Inilah bentuk penonjolan kearifan lokal yang dimaksudkan.
Lebih jauh, penggantian nama menjadi "Welas Asih" ini, menurutnya, dijiwai oleh Asmaul Husna "Ar-Rahman Ar-Rahim". Alasannya, makna Ar-Rahman Ar-Rahim adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Maka, nilai yang diambil semata-mata adalah maknanya.
Namun dari aspek penggantian nama ini, tampak ada upaya memperuncing sikap alergi terhadap unsur yang berbau Arab. Bukan Islam Arab yang dimaksud, tetapi Islam Jawa, Islam Nusantara, dan sejenisnya.
Yang dikehendaki sebenarnya adalah pencampuran antara Islam dan ajaran nenek moyang, khususnya budaya Sunda. Kepercayaan nenek moyang suku Sunda dikenal sebagai Sunda Wiwitan. Artinya, entri poinnya adalah menundukkan ajaran Islam agar sejalan dengan kepercayaan dan adat asli daerah tersebut. Padahal, Islam hadir untuk menghapus kesyirikan dan menempatkan manusia sebagai pengatur kehidupan dunia dengan aturan Islam yang sempurna.
Lebih jauh lagi, penghapusan istilah-istilah Arab justru akan menggiring umat untuk membenci ajaran Islam itu sendiri. Padahal, potensi Islam sangat erat kaitannya dengan bahasa Arab. Ketika umat Islam meninggalkan bahasa Arab, maka umat ini akan menjadi asing terhadap agamanya sendiri. Akibatnya, mereka akan terus terbelenggu dalam penjajahan dan keterpurukan.
Selanjutnya, perlu dilihat kembali orientasi pemerintah dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Banyak masyarakat mengeluhkan layanan di rumah sakit pemerintah, mulai dari antrean panjang, minimnya fasilitas rawat inap, kurangnya tenaga medis, hingga keterbatasan alat kesehatan. Namun, mereka tidak pernah mempersoalkan nama rumah sakit tersebut. Inti keluhan masyarakat justru terletak pada mutu pelayanan kesehatan.
Artinya, jika pemprov lebih fokus pada penggantian nama rumah sakit, maka itu merupakan kesalahan orientasi. Seharusnya, pemerintah memusatkan perhatian pada penyediaan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi rakyat.
Dalam Islam, ada tiga prinsip dasar pelayanan kepada rakyat: profesional, sederhana, dan cepat. Profesional berarti ditangani oleh petugas yang berkompeten dan didukung oleh peralatan serta fasilitas yang memadai. Sederhana berarti tidak berbelit-belit dalam birokrasi dan administrasi. Sedangkan cepat berarti penanganan dilakukan segera dan tanpa diskriminasi. Semua lapisan masyarakat akan mendapatkan pelayanan sebaik-baiknya.
Penggantian nama rumah sakit ini juga pasti akan menimbulkan biaya tambahan. Mulai dari penggantian papan nama, surat-menyurat legal formal, hingga penyesuaian standar layanan yang mungkin berubah. Maka, memprioritaskan penggantian nama adalah tindakan pemborosan.
Anggaran yang digunakan untuk mengganti nama sebaiknya dialihkan untuk meningkatkan kualitas layanan rumah sakit. Terlebih lagi, setelah berganti nama menjadi "Welas Asih", masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, yaitu melengkapi sarana dan prasarana rumah sakit. Apalagi ada keinginan dari KDM agar RSUD Welas Asih bisa setara dengan Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS). Lagi-lagi, masyarakat akan dipaksa menanggung biaya lebih besar demi mendapatkan layanan kesehatan di RSUD. Pemerintah pun bisa beralasan bahwa melengkapi sarana dan prasarana rumah sakit membutuhkan biaya besar, dan tidak gratis.
Jika RSUD Welas Asih ingin setara dengan RSHS, maka akan muncul orientasi pada layanan berbiaya mahal. Akhirnya, rumah sakit ini tidak lagi menjadi "welas asih" bagi masyarakat miskin.
Sesungguhnya, pelayanan kesehatan termasuk salah satu kewajiban negara yang harus dipenuhi. Negara wajib menyediakan pelayanan kesehatan yang prima, bermutu tinggi, dan gratis bagi seluruh rakyatnya.
Islam telah menetapkan pos-pos pemasukan dan pengeluaran negara agar pelayanan terbaik bisa terwujud. Pemasukan negara dari sektor sumber daya alam (SDA), ghanimah, kharaj, zakat, harta rikaz, fai, dan sektor kepemilikan negara akan mampu menyediakan dana besar dan memadai untuk menjalankan kewajiban negara. Negara pun dapat membiayai para peneliti untuk melakukan riset medis, demi mendorong kemajuan dunia kesehatan, baik dalam pengembangan obat-obatan maupun teknologi alat kesehatan yang canggih dan modern.
Hanya dengan penerapan Islam secara paripurna, layanan kesehatan yang prima dan berkualitas dapat dibenahi. Khilafah akan mengerahkan seluruh sumber dayanya untuk memberikan layanan kesehatan terbaik, sebagai bagian dari tanggung jawabnya kepada umat.
0 Komentar