KAPITALISME BEBAS BLOKIR REKENING, ISLAM MENJAGA HARTA RAKYAT


Oleh: Eka Septiani
Aktivis Muslimah

Hak rekening pribadi rakyat dirampas. Lalu, timbul pertanyaan besar: ke mana perginya uang hasil rampasan dari rekening rakyat tersebut? Apakah masuk ke kantong pribadi para pejabat kapitalis atau digunakan untuk kepentingan yang tak pernah rakyat rasakan?

Sistem Kapitalisme Sekuler membolehkan pelanggaran atas hak milik pribadi, seperti pemblokiran rekening yang dilakukan baru-baru ini tanpa dasar hukum yang jelas.

Tak akan ada habisnya perampasan hak rakyat. Kali ini, PPATK telah masuk ke ranah privat masyarakat pemilik rekening. Kebijakannya menuai banyak penolakan, bahkan muncul tuntutan agar dasar hukum pemblokiran rekening yang tidak aktif dalam jangka waktu tertentu dijelaskan secara terbuka.

Anggota Komisi XI DPR RI, Melchias Marcus Mekeng, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap langkah PPATK memblokir rekening pasif (dormant) sebagai upaya pencegahan tindak kejahatan keuangan. Menurutnya, kebijakan tersebut justru menyerupai intervensi terhadap kepemilikan uang pribadi seseorang (Republika, 31/07/2025).

Mekeng menegaskan bahwa PPATK perlu memiliki dasar hukum yang kuat sebelum memberlakukan kebijakan tersebut. “Saya belum tahu dasar apa yang digunakan PPATK untuk menyatakan hal itu,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (29/07/2025).

Kebijakan PPATK memblokir rekening dormant telah memicu kekhawatiran publik terhadap keamanan dana mereka. Sementara itu, Sekretaris Eksekutif YLKI, Rio Priambodo, menyampaikan lima sikap lembaganya terkait kebijakan ini.

Pertama, YLKI meminta PPATK memberi penjelasan menyeluruh kepada konsumen terkait alasan pemblokiran tersebut, serta langkah yang harus ditempuh oleh konsumen yang terkena dampak. Langkah ini dilakukan untuk memastikan hak dasar konsumen atas informasi tetap terjaga.

Kedua, YLKI mendesak PPATK agar lebih selektif karena persoalan keuangan bersifat sangat sensitif, terutama jika rekening yang diblokir adalah tabungan yang sengaja disimpan dalam jangka panjang untuk tujuan tertentu.

Ketiga, PPATK diminta memberi pemberitahuan terlebih dahulu kepada konsumen sebelum pemblokiran dilakukan. Dengan demikian, konsumen bisa melakukan mitigasi, termasuk menyanggah jika rekeningnya aman dan tidak digunakan untuk tindak pidana, apalagi terkait judi online.

Keempat, pembukaan blokir rekening tidak boleh mempersulit konsumen, dan PPATK harus menjamin dana konsumen tetap utuh tanpa berkurang sedikit pun.

Kelima, PPATK didorong untuk membuka layanan hotline crisis center guna memfasilitasi konsumen yang membutuhkan informasi atau ingin memulihkan rekening yang diblokir.

Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK mengungkapkan, pemblokiran ini berkaitan dengan maraknya penyalahgunaan rekening dormant untuk pencucian uang dan kejahatan lainnya. Karena itu, langkah ini disebut sebagai “pemblokiran sementara”.

Namun, istilah “sementara” ini kerap berujung pada alasan yang menyulitkan rakyat kecil. Mereka menilai bahwa rekening dormant sering dimanfaatkan untuk menampung dana hasil kejahatan, seperti jual beli rekening, peretasan, hingga transaksi narkotika atau korupsi.

Pernyataan ini mengindikasikan adanya data terselubung terkait maraknya kejahatan di negeri ini, yang justru berimbas pada masyarakat yang tidak melakukan pelanggaran. Padahal, tidak sedikit rekening milik masyarakat yang sebenarnya digunakan sebagai simpanan dana darurat untuk kebutuhan khusus.

Bayangkan, jika seorang ibu hamil membutuhkan dana transportasi persalinan yang sudah ditabung di rekening, tetapi rekening itu telah terblokir. Proses aktivasi yang memakan waktu lama akan menghambat penanganan dan mobilisasi, sehingga membahayakan dua nyawa sekaligus.

Kebijakan PPATK ini jelas bertolak belakang dengan ajaran Islam yang menjamin hak kepemilikan secara mutlak. Dalam sistem Kapitalisme Sekuler, negara justru berperan sebagai alat penekan, bahkan sampai merampas harta rakyat tanpa dasar yang sah. Seolah-olah negara terus mencari celah untuk mengambil keuntungan dari warganya sendiri.

Pemblokiran tanpa proses hukum syar’i melanggar prinsip al-bara’ah al-asliyah (praduga tak bersalah). Dalam Islam, seseorang dianggap bebas dari tanggung jawab hukum sampai terbukti sebaliknya dengan jelas. Negara tidak memiliki kewenangan untuk merampas atau membekukan harta warga secara sewenang-wenang.

Allah ï·» berfirman:

ÙˆَÙ„َا تَØ£ْÙƒُÙ„ُÙˆْٓا اَÙ…ْÙˆَالَÙƒُÙ…ْ بَÙŠْÙ†َÙƒُÙ…ْ بِالْبَاطِÙ„ِ
Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil” (QS. Al-Baqarah Ayat 188)

Berbeda dengan sistem kapitalis, Islam memiliki cara yang sangat berbeda dalam mengatur kehidupan. Dalam sistem Islam, Negara Khilafah berperan sebagai ra’in (pengurus rakyat) yang menjamin distribusi kekayaan secara adil dan pemerataan kesejahteraan dalam seluruh aspek kehidupan. Islam menegaskan bahwa para pemegang kekuasaan wajib memegang amanah dan menegakkan keadilan, serta mengatur sistem hukum yang transparan dan selaras dengan syariat.

Umar bin Khattab ra., salah satu khalifah yang paling tegas dalam menegakkan keadilan, bahkan pernah menegur aparat yang mengambil harta rakyat meski dalam kondisi darurat. Negara Islam tidak memandang rakyat sebagai objek yang bisa dieksploitasi, melainkan sebagai amanah yang wajib dilindungi dan dijaga hak-haknya.

Khilafah menerapkan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh), sehingga jelas batas antara yang hak dan yang batil. Hal ini menghadirkan kehidupan tenteram di dunia dan keselamatan di akhirat.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Posting Komentar

0 Komentar