ONE PIECE DAN CERMIN KETIDAKADILAN DI NEGERI KAPITALIS


Oleh: Ummu Khadeejah
Muslimah Peduli Umat

Fenomena pengibaran bendera One Piece menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 menjadi perbincangan hangat di media sosial. Antusiasme para penggemar One Piece tampak jelas, namun di balik itu terselip pesan yang lebih dalam, sebuah cerminan nyata bahwa ketidakadilan masih mengakar kuat di negeri ini.

Kapitalisme, yang sejak lama menjadi fondasi ekonomi dan politik Indonesia, kerap memperlebar jurang kesenjangan sosial. Gambaran kemewahan hidup dalam cerita One Piece seolah menjadi kontras yang mencolok dengan realitas kehidupan rakyat yang masih berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Potret ini tak jauh berbeda dengan kondisi masyarakat kita: ada segelintir pihak yang hidup berkelimpahan, sementara mayoritas harus bertahan di tengah keterbatasan.

Aksi pengibaran bendera One Piece tersebut bukanlah bentuk makar atau ancaman terhadap negara. Justru, bagi sebagian orang, itu menjadi simbol kecintaan rakyat terhadap negeri sekaligus sindiran halus terhadap penderitaan yang tak kunjung usai akibat keserakahan oligarki.

Kisah One Piece sendiri memiliki kemiripan dengan situasi Indonesia. Dalam dunia fiksi itu, kekuasaan dan kekayaan sering dikuasai segelintir pihak, sementara masyarakat luas terhimpit penindasan dan ketidakadilan. Begitu pula di negeri ini, secara formal kita telah merdeka, tetapi makna kemerdekaan sejati belum sepenuhnya dirasakan. Kebijakan publik kerap lebih memihak kepentingan elit, bukan rakyat banyak.

Akar persoalan ini terletak pada penerapan sistem kapitalisme. Sistem inilah yang memelihara dan memperparah kesenjangan sosial, karena orientasi kebijakannya lebih menguntungkan kalangan elit. Dampaknya, rakyat terus terjerat ketidakadilan struktural, serupa dengan dunia One Piece yang penuh korupsi, kolusi, dan penindasan.

Beberapa faktor yang memicu ketidakadilan tersebut antara lain:
  • Kesenjangan Ekonomi – Kapitalisme yang berjalan tanpa kendali membuat jurang antara yang kaya dan miskin semakin lebar.
  • Korupsi dan Kolusi – Praktik busuk ini memperparah ketidakadilan sosial dan mengikis kepercayaan rakyat terhadap penguasa.
  • Keterbatasan Akses terhadap Sumber Daya – Minimnya akses pada pendidikan, pekerjaan, dan peluang ekonomi membuat banyak rakyat kehilangan kesempatan untuk memperbaiki hidup.

Islam hadir bukan hanya sebagai ajaran ritual, tetapi sebagai sistem kehidupan yang menjadikan umat Islam khairu ummah (umat terbaik), menegakkan keadilan, dan menolak segala bentuk kezaliman. Allah ï·» berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 3:

Ù„ْÙŠَÙˆْÙ…َ اَÙƒْÙ…َÙ„ْتُ Ù„َÙƒُÙ…ْ دِÙŠْÙ†َÙƒُÙ…ْ ÙˆَاَتْÙ…َÙ…ْتُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ Ù†ِعْÙ…َتِÙŠْ ÙˆَرَضِÙŠْتُ Ù„َÙƒُÙ…ُ الْاِسْÙ„َامَ دِÙŠْÙ†ًاۗ
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan nikmat-Ku bagimu, serta telah Kuridhai Islam sebagai agamamu."

Ayat ini menegaskan bahwa Islam adalah agama yang sempurna, mencakup seluruh aspek kehidupan (mulai dari ibadah, muamalah [interaksi sosial], hingga akidah [keyakinan]) dan menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia di setiap zaman.

Kesadaran rakyat yang mulai bangkit seharusnya diarahkan kepada perjuangan hakiki: mengubah sistem kapitalisme menuju penerapan syariat Islam secara kaffah di bawah naungan Khilafah. Perjuangan ini bukan sekadar simbolik, tetapi merupakan perlawanan terarah dan terukur melalui dakwah serta perubahan sistem.

Wallahu a'lam bish-showwab.

Posting Komentar

0 Komentar