WAJAH GENERASI DI NEGERI KAPITALIS


Oleh: Maya Dhita
Pegiat Literasi

Generasi muda adalah penerus estafet perjuangan bangsa. Jika ingin mengetahui masa depan suatu bangsa, lihatlah bagaimana kualitas generasi mudanya. Maka, negara yang sadar akan peran generasi ini akan berupaya sekuat tenaga untuk membentuk dan menempa generasi mudanya agar tumbuh menjadi pemimpin-pemimpin tangguh di masa depan.

Lalu bagaimana kondisi generasi kita saat ini? Media sosial kita hari ini dipenuhi dengan pemberitaan tentang kriminalitas, tindakan amoral, pembunuhan, penyalahgunaan narkoba, judi online, dan berbagai tindak kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak dan remaja negeri ini. Pemberitaan ini tak ada putusnya bahkan makin tak masuk akal. Seorang anak yang seharusnya dalam masa belajar berubah menjadi monster yang mampu berbuat kriminal bahkan hingga berujung pembunuhan.

Seperti yang baru terjadi di salah satu sekolah di Indragiri Hulu, Riau. Seorang anak SD kelas dua meninggal setelah dipukul dan ditendang oleh empat orang temannya. Luka dalam akibat terkena benda tumpul mengakibatkan infeksi di ususnya yang akhirnya berujung pada kematian. (Tempo, 08/06/2025)

Ini hanya satu dari banyak kejadian yang membuat miris. Generasi saat ini begitu mudah tersulut emosi. Bahkan mereka banyak yang gagal nalar sehingga tanpa berpikir panjang melampiaskan emosinya dengan membabi buta. Mereka pun minim empati dan berkepedulian rendah. Tanggung jawabnya kurang, serta mudah patah hatinya.

Karakter semacam ini bukanlah bawaan lahir. Tidak sesuai pula dengan fitrahnya. Sikap ini merupakan bentukan dari sistem yang ada saat ini. Adanya paham kebebasan membuat orang bersikap permisif atas hal-hal yang bertentangan dengan syariat. Bahkan hal yang pernah dianggap tabu di masyarakat kini dinormalisasi.

Ketidakmampuan lingkungan dalam memberikan sanksi moral, atau setidaknya teguran menjadikan perilaku buruk berkembang tanpa kendali. Ketidakjelasan sanksi hukum pun menjadikan perilaku buruk ini menyebar, menduplikasi, dan akhirnya menjadi hal yang dapat dimaklumi.


Sistem Peradilan Pidana Anak

Di Indonesia, Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) diatur dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Anak yang berumur di bawah 12 tahun tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana. Mereka hanya akan dikenakan tindakan, seperti dikembalikan kepada orang tua atau mengikuti program pendidikan dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS.

Anak yang berada dalam rentang usia 12 hingga 18 tahun dapat dikenai sanksi pidana, tetapi dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak.

Lemahnya hukum saat ini menjadikan pelaku kriminal di atas 12 tahun dan di bawah 18 tahun tidak mendapat sanksi menjerakan. Hal ini akan membentuk mindset pelaku bahwa apa yang telah diperbuatnya bukanlah hal besar yang harus disesali. Bahkan bisa jadi dia akan mengulangi perbuatan tersebut.

Negara memiliki peran penting dalam mengatur hal ini. Kewenangan negara untuk mengadopsi hukum menjadi kunci dalam membentuk masyarakat. Kesalahan dalam menerapkan sistem yang diterapkan dalam sebuah negara mampu menghancurkan peradaban suatu bangsa.

Dalam Islam, taklif hukum berlaku pada mereka yang sudah baligh. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

رُفِعَ الْقَلَمُ عن ثلاثة: عن النائم حتى يَسْتَيْقِظَ، وعن الصبي حتى يَحْتَلِمَ، وعن المجنون حتى يَعْقِلَ
Diangkat pena (tidak dicatat dosa) dari tiga orang: dari orang yang tidur hingga ia bangun, dari anak kecil hingga ia baligh, dan dari orang gila hingga ia sembuh.” (HR. Abu Dawud).

Anak belum baligh yang melakukan perbuatan menyimpang diberikan ta’dīb (pendidikan/disiplin) oleh orangtua atau wali. Bukan dihukum dengan hudud atau qishash.

Khilafah menjalankan perannya dalam menjaga generasi muda melalui sistem pendidikan, tarbiyah Islamiyah, peraturan sosial, serta hukum yang bersumber dari syarak.


Sistem Pendidikan

Sistem pendidikan menjadi fondasi perkembangan nalar dan perilaku generasi. Pendidikan berbasis kapitalisme hanya akan membentuk generasi yang berorientasi pada kapital. Anak-anak dididik menjadi calon pekerja yang siap diserap oleh dunia kerja. Mereka dibentuk menjadi objek dalam kancah perekonomian negara.

Alhasil, generasi saat ini hanya pintar tetapi nir akhlak. Mereka cerdas tetapi tidak memiliki empati. Kepedulian terhadap lingkungan dan sesama sangat rendah. Saat menjadi pemimpin, mereka hanya akan menjadi pemimpin yang otoriter dan tidak berpihak pada rakyat.


Sistem Rusak

Tidak dapat dimungkiri bahwa sistem saat inilah biang kerok rusaknya generasi muda kita. Segala bentuk kemaksiatan berpangkal dari paham kebebasan, mindset HAM, faktor ekonomi, lemahnya kepribadian, dan juga mental health. Ini merupakan imbas dari tidak terpenuhinya peran negara dalam meriayah rakyatnya.

Para pemimpin di negeri ini terlalu sibuk mempertebal kantongnya sendiri. Mereka lupa akan suara rakyat yang menghantarkan ke kursi panas. Hilang sudah janji manis yang dulu pernah ditebar.

Alih-alih peduli dengan generasi mudanya, mereka malah menghalalkan segala cara untuk tetap eksis memegang kendali kuasa. Generasi mudanya dibiarkan terlena dengan tayangan pornografi, gim online, film, konten viral, dan berbagai hal yang tidak memiliki nilai konstruktif. Standar nilai telah bergeser. Tujuan hidup mereka adalah kebebasan finansial, kekuasaan, dan terpenuhinya hasrat diri.


Sistem Sahih

Dalam Islam, penerapan sistem pendidikan berbasis akidah Islam menjadi salah satu upaya negara untuk menjaga generasi muda agar tumbuh menjadi pribadi yang takut pada Allah sebagai Sang Khaliq. Rasa takut ini akan menjaga mereka tetap berada di dalam koridor hukum syarak. Mereka akan dibentuk pola pikir (akliah) dan pola sikap (nafsiyah) sehingga terbentuk generasi yang berkepribadian (syakhsiyah) Islam.

Melihat kembali pada sejarah masa keemasan Islam. Terutama pada masa dinasti Abbasiyah (750 M – 1258 M/ 132H – 656 M). Perkembangan pendidikan di masa ini begitu pesat. Khalifah Harus Ar Rasyid memberikan perhatian penuh terhadap ilmu pengetahuan. Lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun informal mendominasi. Dominasi ini mempengaruhi pola hidup dan budaya masyarakat Islam pada saat itu.

Keilmuan pun berkembang pesat seiring bermunculannya ulama-ulama besar serta ilmuan-ilmuan yang memberikan kontribusi sains dan teknologi pada dunia.

Dunia Islam pun menjadi pusat pendidikan dunia. Bahkan warga Barat pun berbondong-bondong untuk menuntut ilmu di negeri Islam.

Tak hanya maju di bidang keilmuan, rakyat pun hidup makmur dan sejahtera.


Khatimah

Keberhasilan suatu bangsa ditentukan oleh generasi muda yang memiliki kepribadian tangguh. Sistem pendidikan berbasis akidah Islam mampu membentuk fondasi yang kuat bagi generasi. Peran negara adalah memberikan fasilitas yang memadai dan memberikan lingkungan yang sehat bagi tumbuh kembang generasi ini. Semua ini hanya mampu dibentuk pada sistem sahih yaitu sistem Islam. Sistem yang menjadikan hukum syarak sebagai sumber dari segala sumber hukum.

Dengan kembali tegaknya Khilafah maka masa keemasan dan kejayaan Islam akan kembali terwujud. Generasi gemilang pun tak lagi sekadar impian.

Wallahualam bissawab.

Posting Komentar

0 Komentar