
Oleh: Ummu Zaid
Penulis Lepas
Keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali terjadi di berbagai daerah di Kabupaten Lebong, Bengkulu (427 anak), Lampung Timur (20 anak), di SMP Berbah Sleman (135 siswa), dan di Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen (siswa dan guru SD, SMP, 196 orang) (Kompas, Kompas, Tirto, Harian Jogja, CNN Indonesia). Hasil uji laboratorium di Sragen, Jawa Tengah, ditemukan sanitasi lingkungan menjadi permasalahan utama. Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) menyampaikan keprihatinan dan menginstruksikan agar operasional satuan pemenuhan pelayanan gizi (SPPG) dihentikan sementara.
Sejak tanggal 6 Januari 2025, diluncurkan MBG yang masih menyisakan banyak persoalan hingga hari ini, yaitu keracunan, gizi yang tidak terjaga, maupun masalah saat makanan dibuat dan sebagainya. Pada tahun 2029, pemerintah menargetkan penurunan angka stunting hingga 14,2%, berdasarkan data Riskesdas 2018 yang menunjukkan bahwa 23% bayi lahir dengan kondisi stunting. Untuk mendukung penurunan angka stunting dan membantu ibu hamil, pemerintah berharap program MBG dapat memberikan solusi. Pemerintah juga berharap MBG dapat membuka lapangan pekerjaan dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Banyak terjadi keracunan di berbagai daerah, sehingga perlu evaluasi apakah program MBG perlu dilanjutkan atau tidak. Pemerintah dinilai tidak serius dan lalai dalam menyiapkan SOP serta mengawasi SPPG sehingga tidak mempertimbangkan kesehatan anak-anak Indonesia yang menerima program MBG. Seolah-olah, mereka menganggap remeh nyawa manusia. Ada rasa was-was jika makan MBG bisa mengancam keselamatan.
Padahal, persoalan MBG tidak serta-merta dapat mengatasi persoalan terkait stunting pada balita, ibu hamil, apalagi menyelesaikan persoalan gizi anak secara nasional. Dengan banyaknya kasus keracunan, seharusnya pemerintah menyadari bahwa MBG belum bisa dianggap sebagai solusi yang efektif untuk masalah ini.
Program MBG tidak menyentuh akar persoalan kenapa bisa terjadi stunting pada balita, ibu hamil, dan malnutrisi. Jawabannya karena program pemerintah seperti penyediaan pangan masih bergantung pada mekanisme pasar, layanan kesehatan masih banyak yang belum bisa diakses karena tidak sepenuhnya gratis, ditambah prosedur yang rumit. Ada ketimpangan kaya dan miskin, gizi ibu dan anak ada program TTD, PMT, edukasi gizi, kelas ibu hamil, tetapi cakupannya kurang meluas dan kadang terbatas.
Persoalan gizi dan pangan seharusnya dilihat dari perspektif yang menyeluruh, bukan hanya individu yang bermasalah. Namun, harus dimulai dari pemimpin, sistem yang dijadikan pedoman untuk mengatasi persoalan, yang juga perlu dievaluasi apakah sudah berhasil menyelesaikan masalah. Sesungguhnya, kasus MBG hanya merupakan bagian dari sejumlah permasalahan yang lebih besar. Ibarat gunung es, tampaknya kecil, tetapi sebenarnya sangat besar.
Dalam Islam, pemimpin memiliki tanggung jawab besar terhadap kesejahteraan rakyatnya, termasuk dalam pemenuhan kebutuhan dasar seperti gizi, pangan, dan kesehatan. Rasulullah ﷺ bersabda:
الإِمَامُ وَالٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Imam (Khalifah) adalah pengurus, dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Khalifah menyediakan akses pangan bergizi dengan menjamin ketersediaan dan keterjangkauan pangan yang sehat, bergizi, dan halal. Di masa Umar bin Khattab, beliau membagikan gandum dan minyak langsung kepada rakyat saat masa paceklik.
Islam menjamin kesehatan ibu dan anak dengan menyediakan layanan kesehatan gratis dan mudah diakses, karena menjaga nyawa dan kesehatan adalah kewajiban yang diatur oleh hukum syariat.
Mengelola sumber daya alam untuk kesejahteraan seluruh rakyatnya dengan melarang pihak asing mengelolanya. Rasulullah ﷺ bersabda:
النَّاسُ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ: الْكَلَإِ، وَالْمَاءِ، وَالنَّارِ
"Manusia berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Khalifah memastikan tidak ada rakyat yang kelaparan, tetapi juga menjamin bahwa setiap orang akan mendapatkan akses pangan bergizi, halal dan sehat, serta melindungi ibu hamil, anak-anak, dan kelompok rentan dari masalah gizi. Semua ini dilaksanakan melalui pengelolaan sumber daya alam yang adil, distribusi yang setara, serta penyediaan layanan kesehatan tanpa biaya.
Persoalan MBG akan tuntas jika umat mau menerapkan Islam secara kaffah, baik dalam individu, masyarakat, maupun negara. Saatnya umat Islam kembali kepada aturan dan hukum Allah ﷻ.
Allah ﷻ berfirman:
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى
"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (QS. Thaha: 124)
0 Komentar