ANCAMAN KEAMANAN: KEGAGALAN SISTEM SEKULER DAN CARA ISLAM MEMBERI PENJAGAAN


Oleh: Shabrina Noor
Santriwati PPTQ Darul Bayan Sumedang

Pada Minggu, 2 November 2025, seorang balita di Makassar menjadi korban penculikan. Pada hari itu, ayah BR berencana mengajari ibu-ibu bermain tenis di lapangan taman Pakui, Makassar. Namun, rencana tersebut batal dan akhirnya digantikan dengan bermain tenis bersama rekannya.

BR, yang ikut dengan ayahnya, sedang bermain HP sebelum akhirnya meminta izin untuk bermain di tempat bermain yang berada tepat di samping lapangan tenis. Karena posisi tempat bermain tersebut terbuka dan mudah dipantau, ayahnya pun mengizinkannya bermain. Ayahnya memanggil BR sebanyak tiga kali untuk memastikan ia baik-baik saja, namun pada panggilan ketiga, BR sudah tidak menjawab lagi.

Setelah proses pencarian yang cukup lama, pada Selasa, 4 November, pihak kafe taman Pakui berinisiatif memberikan rekaman CCTV-nya. Dalam rekaman tersebut, BR terlihat digandeng seorang wanita. Pada rekaman CCTV lain, BR sudah mengenakan topi bersama wanita tersebut dan dua anak lainnya. Setelah itu, BR dijual ke pasangan yang sebelumnya terlibat dalam kasus penjualan anak dengan harga 30 juta.

Setelah tiga kali berpindah tangan dan dua kali proses penjualan, akhirnya BR dijual ke suku pedalaman di Jambi dengan harga 80 juta. Pasangan tersebut menjual BR dengan surat pernyataan palsu adopsi dari orang tua BR, yang menyatakan bahwa BR berasal dari keluarga kurang mampu dan merupakan bagian dari keluarganya. Dengan menunjukkan selembar surat pernyataan penyerahan dari ibu kandung bermaterai 10.000, pihak keluarga suku pedalaman tersebut mengadopsi BR dan menyerahkan uang 80 juta sebagai ganti biaya perawatan sebelumnya.

Pada 9 November 2025, BR akhirnya ditemukan dan berhasil dibawa pulang oleh kedua orang tuanya.

Menurut PBB, terdapat beberapa kelompok yang rentan dimanfaatkan, seperti suku pedalaman dan masyarakat miskin. Banyaknya keterbatasan informasi dunia luar kerap membuat orang-orang di suku pedalaman dijadikan sasaran perdagangan anak-anak yang diculik. Masyarakat yang tidak mengetahui apa-apa, serta lokasi yang terpencil, membuat para pelaku seringkali melakukan aksi kejahatan di sana. (BBC, 15/11/2025)

Nyatanya, meskipun Indonesia memiliki UU TPPO dan perlindungan anak, penerapannya di lapangan seringkali belum maksimal. Banyak daerah yang tidak memiliki unit khusus untuk menangani TPPO, kasus-kasus yang lambat diproses karena kurangnya koordinasi, dan tidak jarang pelaku mendapatkan pasal yang lebih ringan dari yang seharusnya.

Sistem yang seringkali gagal memberikan kesejahteraan, keadilan, dan keamanan bagi rakyatnya menjadikan tugas untuk menjamin keamanan sepenuhnya sebagai tujuan yang sangat besar dan sulit dipenuhi. Sistem ini juga membuat banyak individu menjadi acuh tak acuh terhadap apa yang dialami orang lain. Minimnya kepedulian dan kepekaan masyarakat sekitar juga membuat banyak kasus seperti ini berjalan lancar.

Dalam Islam, keamanan masyarakat adalah tujuan syariat (maqasid al-shari'ah). Kasus seperti penculikan di atas melanggar prinsip hifzh al-nafs dan hifzh al-nasl, yang pelakunya akan ditindak dan mendapatkan sanksi tegas sehingga dampak jera yang ditimbulkan sangat tinggi.

Setiap individu juga akan selalu dibina dan diajarkan pemahaman Islam serta pentingnya kepedulian terhadap semua golongan tanpa membeda-bedakan. Islam juga berhak menjamin kesejahteraan dalam ekonomi, sehingga meminimalkan kejahatan-kejahatan yang terjadi akibat himpitan ekonomi.

Semua itu adalah kewajiban pemimpin dan negara untuk menjamin keamanan dan kesejahteraan rakyat, serta pembinaan individu-individu sesuai syariat Islam agar dapat mengurangi segala motif kejahatan. Semua itu hanya bisa direalisasikan dengan adanya negara yang menerapkan syariat Islam sebagai solusi atas seluruh permasalahan.

Wallahu a'lam bishawab.

Posting Komentar

0 Komentar