
Oleh: Rini Fahmi Al Fauziah
Penulis Lepas
"Kalau ada 9 nyawa...
Mau sama kamu saja semuanya...
Ini dada isinya kamu semua..."
By the way, lagunya enak banget ya, guys, buat kita denger, apalagi posisi sebagai Gen-Z yang lagi masa-masanya dimabuk cinta wkwk. Ngeliat esensi atau arti dari lagu itu sendiri juga tuh kayak seolah-olah dunia beserta isinya hanya milik kita berdua, jadi nggak akan ada orang lain atau hal lain yang bakal mengusik cerita cinta kita.
Hhhmm, 9 Nyawa?
Faktanya, memang sebucin itu sampai-sampai mereka mengira bahwa kehidupan ini adalah masa di mana kita bisa melakukan segala hal yang kita inginkan tanpa adanya landasan aturan. Padahal, Allah sudah memberi peringatan keras dalam Al-Qur'an surah Al-Ankabut ayat 64:
ÙˆَÙ…َا Ù‡ٰذِÙ‡ِ الْØَÙŠٰوةُ الدُّÙ†ْÙŠَآ اِÙ„َّا Ù„َÙ‡ْÙˆٌ ÙˆَّÙ„َعِبٌۗ ÙˆَاِÙ†َّ الدَّارَ الْاٰØ®ِرَØ©َ Ù„َÙ‡ِÙŠَ الْØَÙŠَÙˆَانُۘ Ù„َÙˆْ ÙƒَانُÙˆْا ÙŠَعْÙ„َÙ…ُÙˆْÙ†َ
"Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, jika mereka mengetahui."
Ayat ini mengingatkan kita bahwa kehidupan dunia ini bersifat sementara dan tidak kekal, serta tidak seharusnya menjadi tujuan utama kita. Sebaliknya, kita harus fokus pada kehidupan akhirat yang kekal dan mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
Oke, kita balik lagi ke fokus kita tentang "9 nyawa." Kalian tahu nggak sih, sepanjang apa hidup kita kalau dikasih 9 nyawa sama Allah? Nggak kebayang kan... mana sembilan nyawa itu cuma dipake buat menghabiskan waktu bersama orang yang kita cintai, bukan malah dipake buat beribadah kepada Allah.
Sedangkan satu nyawa itu hisabnya mencapai 50.000 tahun menurut perhitungan akhirat, dan satu tahun di akhirat itu setara dengan 1.000 tahun di dunia. Coba kalian perhitungkan jika kalian diberi sembilan nyawa, lalu dikalikan dengan 50.000 tahun per-nyawa-nya, seberapa panjang waktu penghisaban kita di akhirat kelak?
Nyawa itu bukanlah tentang angka. Allah menghidupkan seseorang di dunia ini memiliki tujuan, yaitu agar kita beribadah kepada-Nya, menjalankan seluruh syariat-Nya, sesuai dengan firman Allah dalam surah Adz-Dzariyat ayat 56:
ÙˆَÙ…َا Ø®َÙ„َÙ‚ْتُ الْجِÙ†َّ ÙˆَالْاِÙ†ْسَ اِÙ„َّا Ù„ِÙŠَعْبُدُÙˆْÙ†ِ
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku."
Maka dari itu, tugas kita sebagai seorang yang beriman kepada Allah ï·» adalah menjadikan kehidupan ini sebagai ladang untuk beribadah kepada-Nya, mempersiapkan satu nyawa yang telah Allah berikan untuk kembali lagi dalam keadaan meraih ridha-Nya Allah ï·».
"Lalu, bagaimana cara kita kembali untuk meraih ridha-Nya Allah?" Mungkin sebagian besar dari teman-teman semua bingung ya, dengan sebuah keadaan yang bisa dibilang sangat jauh dari akidah Islam, tetapi aturan Allah tetap menuntut kita untuk senantiasa beriman kepada-Nya.
Nah, berikut beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk tetap taat walau dalam keadaan lingkungan penuh dengan maksiat:
- Pertama, Kenali kita itu siapa? Sebagai seorang Muslim, sudah semestinya kita mengenal jati diri kita sebelum baligh, karena ini adalah pondasi yang akan menuntun ke mana arah kehidupan kita akan berlanjut.
- Kedua, Kenali keinginan Sang Pencipta. Setelah kita mengetahui bahwa kita adalah seorang hamba, maka kita harus menggunakan akal pikiran kita untuk mencari tahu apa yang Allah mau. Dan kita sudah tahu bahwasannya Allah menciptakan manusia itu hanya untuk beribadah kepada-Nya. Jadi, pergunakan jatah umur yang telah Allah berikan kepada kita untuk senantiasa mengabdi kepada Allah.
- Ketiga, Kenali circle, dan juga lingkungan tempat kita tinggal. Keimanan seseorang itu ibarat ritme sebuah lagu, yang kadang naik, kadang juga turun. Maka dari itu, kita harus memastikan untuk senantiasa berada di lingkungan orang-orang yang sholeh, agar ketika kita sedang di fase keimanan di bawah standar, ada orang-orang yang mengingatkan kita untuk kembali kepada Allah.
Wallahu a'lam bishawab.

0 Komentar