
Oleh: Nuning Murniyati Ningsih
Penulis Lepas
Deputi Bidang Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Budi Irawan memastikan penanganan tanggap darurat tanah longsor di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, yang saat ini masih menyisakan korban hilang, dilakukan dengan cepat sesuai instruksi dari Presiden Prabowo Subianto. "Presiden menyampaikan turut berduka. Beliau memerintahkan BNPB untuk bergerak ke lapangan dan membantu menyelesaikan penanganan longsor di Majenang hingga masa tanggap darurat selesai," kata Budi, Sabtu (15/11) (Media Indonesia, 15/11/2025).
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banjarnegara memperkirakan 27 warga masih tertimbun tanah longsor di Desa Pandanarum, Banjarnegara, Jawa Tengah, pada Sabtu (15/11). Tim SAR gabungan telah berhasil mengevakuasi 34 orang dari kawasan hutan di sekitar longsoran. "Sejumlah warga masih diperkirakan tertimbun material longsor," kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam keterangan tertulis, Senin (17/11) (CNN Indonesia, 17/11/2025).
Bencana longsor terjadi di Jawa Tengah sepekan terakhir, tepatnya di Kabupaten Cilacap dan Banjarnegara. Di Cilacap, longsor terjadi di Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, pada Kamis (13/11/2025). Sampai Selasa (18/11/2025), Tim SAR Gabungan telah mengevakuasi 16 korban tewas dan masih mencari 7 korban tertimbun longsor. Di Banjarnegara, longsor terjadi di Desa Pandanarum, Kecamatan Pandanarum, pada Minggu (16/11/2025) sore. Data menyebutkan dua orang meninggal dunia dan 800 warga mengungsi (Mogabay, 9/11/2025).
Tim SAR gabungan kembali menemukan dua orang dalam kondisi tak bernyawa dalam operasi pencarian korban longsor di Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, pada Selasa (18/11). Berdasarkan data sementara hingga hari keenam operasi pencarian, Selasa (18/11), total korban terdampak longsor berjumlah 46 orang. Mereka terdiri atas 23 orang selamat, 18 meninggal dunia, dan lima orang lainnya masih dalam pencarian (BBC, 18/11/2025).
Korban tanah longsor di Desa Cibeunying, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, masih belum ditemukan hingga Sabtu, ketika operasi pencarian memasuki hari ke-10. Tim SAR gabungan terus memaksimalkan upaya pencarian dengan memfokuskan kegiatan pada dua titik utama, yaitu Worksite A-1 dan Worksite B-1. Kepala Seksi Operasi dan Siaga Kantor SAR Cilacap, Priyo Prayudha Utama, mengatakan bahwa penambahan personel dilakukan di Worksite A-1 karena proses evakuasi memerlukan penggunaan alkon serta peralatan ekstrikasi manual (Media Indonesia, 22/11/2025).
Lima wilayah Rukun Tetangga (RT) di Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta, terendam banjir rob hingga Ahad siang. "Lima RT tersebut ada di dua kecamatan yang ada di daerah setempat," kata Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) BPBD DKI Jakarta, Mohamad Yohan di Jakarta. Ia mengatakan satu RT terendam banjir rob setinggi 15 sentimeter di Kelurahan Pulau Harapan dan saat ini masih dalam status penanganan petugas (Antara News, 23/11/2025).
Bencana Alam dan Kerusakan Lingkungan
Banyaknya bencana alam yang terjadi hingga hari ini adalah akibat dari salahnya tatanan kehidupan kita terhadap lingkungan. Jika kita perhatikan, banyaknya bencana yang terjadi disebabkan oleh kesalahan dalam tata kelola ruang hidup yang akhirnya menimbulkan kerusakan lingkungan. Salah satu hal penting yang tidak bisa kita abaikan adalah kerusakan lingkungan. Sebagai contoh, di Sumut, faktor pemicu utama deforestasi adalah izin konsesi perkebunan (terutama kelapa sawit) dan perambahan hutan.
Penanganan Bencana yang Lambat
Selanjutnya, penanganan bencana alam yang lambat dapat menunjukkan kepada kita adanya sistem mitigasi yang lemah serta tidak komprehensif, baik itu di tataran individu, masyarakat, maupun negara. Proses mitigasi seharusnya tidak sulit karena persoalan curah hujan ekstrem dan fenomena alam seperti air laut pasang, kerap terjadi berulang pada waktu yang sama setiap tahunnya. Namun, dalam hal ini, setidaknya ada hal-hal yang harus kita cermati lebih mendalam.
Upaya pemerintah untuk melakukan mitigasi bencana, langkah-langkah antisipasi, serta pembiayaan sarana dan prasarana penanganan bencana memang lemah. Evaluasi kondisi lahan setempat dalam kaitannya dengan pembukaan dan alih fungsi lahan seolah-olah diabaikan begitu saja. Kita bisa melihat bahwa pemerintah lamban dalam penanganan bencana, dan mitigasi pun dilakukan seadanya.
Kelemahan dalam Penanganan Bencana
Dapat dilihat dari kondisi ini bahwa pemerintah sebagai penanggung jawab penanganan kebencanaan kurang serius menyiapkan kebijakan preventif dan kuratif dalam mitigasi bencana. Sistem manajemen bencana di negeri ini juga ikut memperparah keadaan. Penanganan selama ini berlangsung lambat dan insidental. Pemerintah lebih sering merespons setelah bencana terjadi, bukan melakukan upaya sistematis dalam fase pencegahan.
Berdasarkan realitas ini, kita bisa menilai bahwa mitigasi bencana di negeri kita begitu payah, alih-alih mampu menanggulangi bencana secara tuntas. Tidak heran, bencana alam terjadi berulang kali setiap tahunnya, bahkan memburuk saat curah hujan ekstrem. Ini karena mitigasi dan penanganannya seadanya. Namun, curah hujan ekstrem malah sering kali menjadi kambing hitam, sedangkan kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan dan pembalakan liar justru kurang diperhatikan.
Paradigma Islam dalam Mitigasi Bencana
Paradigma Islam soal bencana memiliki dua dimensi: ruhiyah dan siyasiyah. Dimensi ruhiyah memaknai bencana sebagai tanda kekuasaan Allah. Dimensi siyasiyah terkait kebijakan tata kelola ruang dan mitigasi bencana. Islam menetapkan bahwa fungsi kepemimpinan adalah mengurus urusan umat (raa’in) dan melindungi mereka (junnah). Penguasa wajib mengerahkan segala daya untuk menyejahterakan umat dan menjauhkan mereka dari semua hal yang membinasakan.
Allah Ta'ala berfirman dalam ayat:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS Ar-Rum [30]: 41).
Edukasi ruhiyah dengan memahamkan ayat-ayat dan hadits terkait bencana akibat ulah manusia, merusak alam itu dosa dan membahayakan kehidupan, sangat penting. Dalam urusan penanganan bencana, para pemimpin dalam sistem Islam dituntut untuk melakukan berbagai hal demi mencegah bencana, sekaligus menghindarkan masyarakat dari risiko bencana. Yang paling mendasar adalah dengan cara menerapkan aturan dan kebijakan yang tidak merusak lingkungan, termasuk hal-hal yang bisa mengundang azab Allah Ta'ala.
Negara dalam Islam akan melakukan mitigasi bencana secara serius dan komprehensif untuk menjaga keselamatan jiwa rakyatnya. Islam sebagai ideologi menawarkan paradigma berbeda dalam tata kelola ruang hidup. Seluruh bumi adalah milik Allah ﷻ, sehingga pengelolaannya tidak boleh diorientasikan pada keuntungan, melainkan sebagai amanah langsung dari Allah ﷻ yang perlu dikelola berdasarkan ketentuan syariat-Nya. Paradigma mendasar tersebut, secara alami, akan mengondisikan setiap kebijakan wajib mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan dan kemaslahatan umat, sebagai wujud ketaatan total pada hukum syariat-Nya.
Saat bencana terjadi, pemerintah bertanggung jawab memberikan bantuan secara layak, pendampingan, hingga para penyintas mampu menjalani kehidupannya secara normal kembali pasca bencana. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam kegiatan mitigasi adalah melakukan kajian risiko bencana, konservasi ekosistem, hingga melakukan penguatan infrastruktur.
Fakih seperti Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitab As-Siyasah asy-Syar’iyyah menyatakan bahwa negara wajib mencegah bahaya yang lebih besar dengan kebijakan yang mendahulukan maslahat publik. Pada masa pemerintahan Islam, khususnya era Kekhalifahan Abbasiyah, Baghdad dirancang dengan sistem jaringan kanal pengendali banjir dan sistem drainase radial yang adaptif terhadap curah hujan tinggi.
Dengan demikian, apa yang terjadi hingga hari ini adalah pengingat dari Allah untuk kita semua yang masih menyepelekan lingkungan dan hutan, khususnya bagi pemerintah dan para pengguna hutan yang masih zalim terhadap alam. Agar kita semua bisa memberikan hak alam, menerapkan syariat Allah dengan maksimal, serta melakukan hal-hal lain yang kita bisa agar bencana alam seperti yang terjadi sampai hari ini tidak terulang kembali.
Wallahua’lam bissawab.

0 Komentar