“BUNDIR” PADA ANAK KIAN MARAK, ISLAM SOLUSI YANG NAMPAK


Oleh: Titin Surtini
Muslimah Peduli Umat

Dikutip dari berbagai sumber bahwa kasus bunuh diri yang dialami anak-anak terus meningkat. Seperti yang terjadi di Kabupaten Cianjur dan Sukabumi, dua anak ditemukan meninggal diduga akibat bunuh diri. Kemudian dua siswa sekolah menengah pertama di Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, ditemukan bunuh diri di sekolah. Korban tewas bernama Bagindo ditemukan tergantung di ruang kelas pada Selasa (28/10/2025) siang, sedangkan Arif ditemukan tergantung di ruang OSIS pada Senin (6/10/2025) malam.

Anak-anak yang tumbuh di lingkungan dengan kondisi sosial ekonomi yang lemah cenderung menghadapi risiko lebih besar mengalami masalah kesehatan mental. Situasi hidup yang serba sulit membuat mereka lebih mudah mengalami kekerasan, baik secara fisik maupun emosional, karena orang tua kerap berada dalam tekanan. Selain itu, ancaman putus sekolah dan berbagai kesulitan hidup sehari-hari semakin menambah beban yang dapat mendorong mereka pada perilaku bunuh diri.

Masalah kesehatan mental pada anak dan remaja tidak muncul begitu saja, melainkan merupakan hasil dari kondisi lingkungan dan sistem hidup yang membentuk mereka. Sejak awal, struktur sosial yang ada sudah dipenuhi ketimpangan, tekanan, dan kemerosotan nilai. Hal ini menunjukkan bahwa sistem sekuler kapitalistik tidak mampu melahirkan generasi yang kokoh, baik secara mental maupun spiritual.

Sistem ini telah memisahkan agama dari urusan kehidupan. Agama dianggap cukup jika hadir di ruang khusus atau tempat ibadah saja, sementara urusan pendidikan, ekonomi, politik, dan sosial dijalankan berdasarkan logika materi dan kepentingan pasar. Akibat dari kondisi tersebut, ajaran moral dan nilai-nilai spiritual semakin terpinggirkan dari ruang-ruang publik yang menjadi tempat pembentukan generasi.

Dalam kondisi hidup semacam ini, anak-anak dan remaja diarahkan untuk mengejar ukuran-ukuran keberhasilan yang bersifat duniawi. Namun dorongan tersebut tidak diiringi dengan pemahaman hidup yang menyeluruh maupun dasar spiritual yang kuat. Alhasil, banyak dari mereka berkembang menjadi siswa yang unggul secara akademis, tetapi tidak siap menghadapi tekanan, kegagalan, ataupun kehilangan.

Tanpa pemahaman yang jelas mengenai tujuan hidup, mereka menjadi mudah kehilangan arah. Kondisi ini membuat mereka rentan diliputi kecemasan, tekanan, bahkan keterpurukan, hingga pada akhirnya muncul rasa hampa, terasing, dan tidak lagi memiliki sandaran.

Pendidikan berlandaskan sekularisme dan liberalisme pun tidak mampu melahirkan generasi yang benar-benar kuat. Sistem kurikulumnya lebih menitikberatkan pada kemampuan kognitif, sementara pembinaan karakter dan penguatan nilai spiritual hanya mendapat porsi yang sangat terbatas. Dalam hal ini negara abai melindungi dan mengayomi rakyatnya. Apabila keadaan seperti ini tidak segera ditangani, ketangguhan mental anak-anak akan terus melemah, sementara berbagai bentuk kriminalitas yang melibatkan anak dan remaja berpotensi semakin meningkat.

Upaya mengatasi krisis kesehatan mental pada generasi muda tidak bisa diselesaikan hanya dengan menyediakan fasilitas konseling atau penanganan medis semata. Perlu perubahan mendasar pada sistem kehidupan.

Islam sebagai sistem hidup yang bersumber dari Zat Yang Maha Sempurna memberikan landasan menyeluruh untuk menyelesaikan berbagai persoalan manusia, termasuk krisis kesehatan mental pada generasi muda. Dalam ajaran Islam, setiap individu perlu dikenalkan sejak kecil bahwa hakikat keberadaan mereka adalah menjadi hamba Allah dan menjalani hidup sebagai bentuk pengabdian kepada-Nya.

Pemahaman ini menuntun seseorang memiliki cara pandang yang komprehensif terhadap kehidupan. Seorang muslim dididik agar tidak menjadikan dunia dan pencapaian materi sebagai tujuan tertinggi, tetapi sebagai sarana untuk memperoleh rida Allah. Saat berhadapan dengan kegagalan, musibah, atau kehilangan, ia diajarkan untuk tetap tegar karena memahami bahwa setiap ujian merupakan wujud kasih sayang Allah dan kesempatan untuk menambah pahala.

Dalam perspektif Islam, negara berfungsi sebagai raa’in, yaitu pihak yang mengurusi urusan rakyat. Negara berkewajiban membangun kepribadian Islam melalui sistem pendidikan yang menyatu dan berkesinambungan. Pendidikan tersebut tidak hanya membentuk pribadi yang taat secara individu, tetapi juga menjadikan mereka bagian dari masyarakat yang saling peduli dan saling menguatkan. Hubungan antarwarga tumbuh di atas landasan iman serta prinsip saling membantu dalam kebaikan.

Pendidikan Islam sendiri memainkan peran penting dalam menumbuhkan generasi berkepribadian Islam, yakni generasi yang pola pikir dan perilakunya selaras dengan tuntunan syariat. Sistem ini juga mempersiapkan mereka menjadi penerus peradaban yang bermartabat.

Bersamaan dengan itu, negara juga bertindak sebagai junnah atau pelindung. Negara bertugas memastikan ketahanan moral dan mental masyarakat tetap kuat dan terjaga.

Dalam kondisi seperti ini, akan lahir pribadi-pribadi yang bertakwa, dengan kontrol sosial yang berjalan efektif serta adanya sistem yang memperkuat pendidikan nilai, pemenuhan kebutuhan hidup, dan penjagaan akhlak. Generasi pun tumbuh menjadi sosok yang kuat secara karakter. Mereka siap menjalankan peran penting dalam hidup, baik sebagai pelajar yang bersungguh-sungguh, anak yang menghormati orang tua, pemimpin yang adil, maupun orang tua yang bertanggung jawab.

Tentu, inilah generasi emas yang kita harapkan, dan itu hanya akan terwujud jika aturan Islam diterapkan secara sempurna dalam naungan pemimpin yang paripurna dan bijaksana.

Wallahu a‘lam bisshawab.

Posting Komentar

0 Komentar