DEFORESTASI: BENTUK KEGAGALAN SISTEMIK YANG DISENGAJA


Oleh: Rini Fahmi Al Fauziah
Penulis Lepas

Sepanjang tahun 2025 tercatat jumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia mendekati 3.000 kejadian. Akumulasi berbagai bencana alam yang terjadi di antaranya adalah banjir, tanah longsor, erupsi Gunung Semeru, kebakaran hutan, dan masih banyak lagi bencana alam lainnya yang telah terjadi di Indonesia. Pada tanggal 25 November, terjadi bencana alam yang melanda beberapa daerah, di antaranya banjir yang melanda Padang (Sumatera Barat), Aceh, Huta Godang (Tapanuli Selatan), dan Sibolga (Sumatera Utara).

Menurut data dari Pusat Pengendalian dan Operasi (Pusdalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terjadi ratusan bencana alam di Indonesia selama bulan November 2025.

Semua mata tertuju ke Sumatera, dan saat ini yang kita saksikan bukanlah sebuah film yang tergambar di layar kaca, melainkan bencana alam yang benar-benar nyata adanya. Di sana, rumah-rumah hancur, genangan air menghanyutkan kehidupan mereka, sehingga tercatat lebih dari 700 orang meninggal dunia, 2.000 orang lainnya luka-luka, dan ratusan ribu lainnya mengungsi.

Seakan alam memberikan bukti nyata, kayu-kayu yang hanyut bukan sekadar serpihan, melainkan barang bukti yang alam bawa dengan cara yang paling jujur. Ketika suara kita tak lagi terdengar di telinga mereka, alam pun bersuara dengan bahasa bencana. Kita patut marah bukan karena curah hujan yang tinggi, tetapi karena kegagalan sistemik para penguasa untuk melindungi rakyat di tengah krisis iklim. Ini bukan hanya sekadar bencana alam, melainkan bencana yang dibuat oleh para rezim yang rakus dan serakah.

Deforestasi yang terjadi di setiap wilayah menyebabkan gundulnya hutan secara permanen, yang mengubah ekologi hutan dan ekosistemnya, yang tentunya dapat menimbulkan dampak negatif, di antaranya perubahan iklim, erosi tanah, serta terjadinya banjir dan longsor. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Rum, ayat 41:

ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِِقَهُمْ بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS Ar-Rum: 41)

Ayat ini menjelaskan bahwa kerusakan dan kebinasaan yang terjadi di muka bumi, baik di darat maupun di laut, disebabkan oleh perbuatan manusia sendiri.

Nyatanya, pemerintah Indonesia masih terus berkutat pada retorika tanpa jelas mengetahui peran dan keberadaan mereka sebagai penguasa yang seharusnya melindungi rakyatnya, sementara yang menanggung dampak negatif dari perbuatan mereka adalah warga yang tidak memperoleh keuntungan sedikit pun dari keserakahan para penguasa.

Betapa tragis dan amat ironis, warga menjadi korban, sementara para penguasa yang merusak terus bersembunyi di balik izin dan janji rehabilitasi yang tak kunjung terbukti. Dalam kasus bencana alam yang terjadi, bahkan upaya evakuasi pun tidak dapat mereka lakukan. Mereka justru tampak tenang duduk manis di kursi kekuasaan.

Telah kita saksikan kegagalan para penguasa untuk mengayomi masyarakatnya. Sistem saat ini sudah sangat gagal. Kita pun sudah semestinya menyadari bahwa bencana alam yang terjadi adalah bukti keserakahan untuk kepentingan para oligarki. Maka dari itu, kita membutuhkan keberanian untuk menerapkan sistem yang baru. Dunia sudah berubah, dan kita harus menuntut pemerintah untuk ikut berbenah serta berubah bersama kita dalam sistem yang nyata, di mana peran dan keberadaan mereka terlihat jelas.

Islam adalah agama yang menjamin kesejahteraan rakyatnya dan kondisi infrastruktur negara. Sebuah kisah teladan dari seorang Khalifah pada masa kejayaan Islam yang dikenal dengan sosok yang adil dan perhatian terhadap keadaan masyarakat, yaitu Umar bin Khattab. Pada saat itu, beliau memerintahkan pelaksanaan perbaikan jalan sembari mengatakan, "Kalau sekiranya ada seekor keledai jatuh tergelincir di suatu jalan di Irak, aku khawatir nanti Allah akan menanyaiku, mengapa aku tidak menyediakan jalan yang rata di sana."

Pernyataan beliau ini menunjukkan betapa besar tanggung jawab seorang Khalifah untuk menjamin kesejahteraan masyarakat dan juga infrastruktur negara, bahkan untuk seekor hewan sekalipun.

Imam (Khalifah) adalah ra'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya (HR. al-Bukhari). Atas dasar inilah, maka tidak diragukan lagi bahwa hanya khilafah yang memiliki solusi komprehensif dalam mengatasi bencana alam.

Wallahu a'lam bishawab.


Posting Komentar

0 Komentar