
Oleh: Alia Salsa Rainna
Aktivis Dakwah
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara baru-baru ini meresmikan program Fast Track Young Preneur pada 10 Desember 2025 di Hotel Grand Mercure, Medan. Program ini menargetkan 1.700 pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk “naik kelas” melalui pembinaan dan pelatihan. (Diskominfo Sumut, 11/12/2025)
Wakil Gubernur Sumatera Utara, Surya, menegaskan bahwa kolaborasi menjadi kunci pertumbuhan ekonomi yang cepat dan berkelanjutan.
Namun, di balik sorotan media dan antusiasme para peserta, muncul pertanyaan mendasar: apakah program ini cukup untuk menjamin kesejahteraan dan pemerataan ekonomi masyarakat di Indonesia? Dalam sistem ekonomi kapitalisme saat ini, distribusi kekayaan memang bukan fokus utama. Pelaku UMKM yang hanya mengandalkan modal pemerintah serta keterampilan yang masih terbatas berisiko kalah bersaing dengan pengusaha besar yang memiliki modal dan keahlian jauh lebih luas.
Dorongan “naik kelas” bagi UMKM melalui program seperti Fast Track Young Preneur juga perlu dikritisi secara mendasar. Dalam sistem ekonomi kapitalisme yang berlaku saat ini, negara berperan sebatas fasilitator, bukan sebagai penjamin kesejahteraan hidup rakyat. Akibatnya, program pembinaan UMKM sering kali berhenti pada peningkatan kapasitas individu semata, tanpa menyentuh akar persoalan berupa struktur ekonomi yang timpang.
Sistem kapitalisme menekankan pertumbuhan, bukan pemerataan. Selama distribusi kekayaan dibiarkan sepenuhnya mengikuti mekanisme pasar bebas, ketimpangan akan terus terjadi. Tanpa perubahan sistemik, kondisi ini tidak akan menjamin kesejahteraan UMKM secara berkelanjutan.
Islam menegaskan bahwa distribusi kekayaan tidak boleh berputar di kalangan tertentu saja. Allah ﷻ berfirman:
كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةًۢ بَيْنَ ٱلْأَغْنِيَآءِ مِنكُمْ
"Agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu." (QS. Al-Hasyr: 7)
Ayat ini menegaskan bahwa keadilan distribusi merupakan prinsip utama dalam pengelolaan ekonomi, bukan sekadar mendorong usaha individu atau meningkatkan daya saing semata.
Dalam Islam, negara berperan aktif sebagai pengurus yang bertanggung jawab langsung dalam menjamin kesejahteraan umat, termasuk para pelaku UMKM, bukan hanya sebagai fasilitator pasar.
Negara juga mengatur kepemilikan dan distribusi kekayaan agar harta tidak berputar di kalangan orang kaya saja, mencegah penumpukan modal, serta menutup celah persaingan yang tidak sehat.
Sistem ekonomi Islam mengharamkan riba dan berbagai mekanisme ekonomi yang menzalimi pelaku usaha kecil, sekaligus memastikan akses modal, pasar, dan sumber daya diberikan secara adil dan merata.
Dengan penerapan Islam secara kaffah, UMKM tidak dipaksa bersaing secara tidak adil. Sebaliknya, UMKM dilindungi dan dikuatkan oleh negara sehingga mampu menjadi pilar ekonomi umat yang berkeadilan dan menyejahterakan seluruh kehidupan masyarakat.
Wallahualam Bissawwab.

0 Komentar