KALEIDOSKOP KASUS KEKERASAN DAN PEMBUNUHAN 2025


Oleh: Asmawati
Pemerhati Generasi

Lagi dan lagi kekerasan dan perundungan di negara tercinta kita ini kian tahun selalu terjadi. FSGI (Federasi Serikat Guru Indonesia) mencatat bahwa ada lonjakan tajam kasus kekerasan di satuan pendidikan sepanjang tahun 2025. Dalam laporan Catatan Akhir Tahun (Catahu) yang dirilis bertepatan dengan peringatan Hari HAM Sedunia, FSGI menemukan 60 kasus kekerasan sepanjang Januari - Desember 2025. Angka ini melonjak drastis dibandingkan dengan 36 kasus pada 2024 dan 15 kasus pada 2023.

Dari jumlah ini, terdapat 358 korban dan 146 pelaku. Bentuk kekerasan yang paling banyak terjadi adalah kekerasan fisik sebanyak 45 persen, atau 27 persen dari total kasus. Sedangkan kasus di sekolah melonjak hingga memicu bunuh diri dan balas dendam. Mirisnya, para pelaku banyak berasal dari kalangan pendidik generasi itu sendiri. (Tempo, 08/12/2025)

Terutama perempuan dan anak-anak yang masih sangat rentan mengalami kekerasan. Jumlah kasus pembunuhan di Indonesia masih tinggi, tetapi bentuknya semakin ekstrem setiap tahunnya. Femisida, parisida, dan mutilasi menjadi fenomena yang kerap dikaitkan dengan masalah kesehatan mental. Alih-alih terselesaikan, ternyata semakin banyak korban yang jatuh.


Negara Gagal Menjamin Keamanan Jiwa Rakyat

Negara saat ini telah gagal menjamin keamanan jiwa rakyat. Bagaimana tidak? Dari segi keamanan, rakyat sudah tidak lagi memiliki kepercayaan untuk mengadukan laporan, karena banyaknya laporan yang hingga saat ini tidak tertangani dengan tuntas. Kekerasan dan pembunuhan banyak dipicu oleh faktor ekonomi, emosi, dendam, dan peran media sosial. Sehingga, pembalasan dendam kerap menjadi alasan pembunuhan terjadi.

Adanya penerapan sistem sekuler kapitalisme menjadi akar permasalahan. Bagaimana tidak? Kapitalisme membuat orang menghalalkan segala cara untuk memperoleh harta, juga gaya hidup hedonistik yang mendorong keinginan manusia untuk memiliki sikap konsumerisme yang tinggi. Ditambah lagi dengan media digital, nuansa kapitalisme mendorong terjadinya kekerasan, dan lagi kapitalisme lah yang menyebabkan masalah mental yang berujung pada pembunuhan. Apalagi konsekuensi dari perbuatan keji tak setimpal dengan sanksinya. Tidak tegas dan tidak memberikan efek jera sama sekali.


Negara Islam Menjamin Keamanan Rakyatnya

Keamanan merupakan kebutuhan dasar bagi rakyat dan suatu kewajiban bagi negara untuk memenuhinya. Penjagaan jiwa merupakan salah satu maqashidu syariah yang harus terlaksana. Namun, hal ini hanya dapat terlaksana dalam negara yang menerapkan Islam secara kaffah sebagai raa'in dan junnah bagi rakyatnya.

Penerapan syariat Islam kaffah pada level individu, masyarakat, dan negara ini akan mampu mewujudkan keamanan bagi rakyat. Karena rakyat dan negara saling bahu-membahu menjalankan syariat dalam kapasitasnya masing-masing, sehingga ketika ada perbuatan keji yang dilakukan seorang Muslim, maka akan ditindak tegas secara langsung oleh negara dan dipastikan sanksi akan menjerakan, tidak seperti saat ini. Yang terlihat tebang pilih dan memungkinkan pelaku mengulangi perbuatan keji itu kembali.

Ketika Islam diterapkan secara total, maka negara akan mengatur ruang digital sesuai syariat Islam demi keamanan bagi generasi-nya. Negara akan memfilter tayangan-tayangan atau FYP yang boleh ditampilkan dan nantinya akan menjadi sebuah tuntunan bagi generasi, bukan seperti saat ini. Lalu negara akan menerapkan sistem sanksi yang tegas bagi para pelaku perbuatan keji hingga tak akan berani mengulangi perbuatannya kembali.

Jika bukan negara yang membuat aturan yang menjerakan, maka siapa lagi? Dan hanya negara yang menerapkan Islam secara kaffah lah yang bisa membuat pelaku dan calon pelaku takut mengulangi perbuatannya kembali.

Posting Komentar

0 Komentar