SIAPA KHALIFAHNYA?


Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Judul tulisan ini selalu dijadikan pertanyaan ketika membahas sistem Khilafah. Pertanyaan ini tidak keliru, sebab eksistensi Khilafah itu ditandai dengan di bai'atnya seorang Khalifah. Tanpa Khalifah, tidak ada Khilafah.

Untuk menjawab, siapa Khalifahnya saya akan menggunakan dua parameter :

Pertama, ukuran objektif. Maksudnya, siapapun yang memenuhi ukuran objektif ini dapat dipilih menjadi Khalifah.

Ukuran objektif adalah pemenuhan syarat akad untuk menjadi Khalifah. Siapapun yang memenuhi syarat akad ini akan dapat dipilih menjadi Khalifah untuk menerima bai'at.

Dia harus Muslim, laki-laki, dewasa, berakal, merdeka, adil, dan memiliki kemampuan untuk mengemban amanah Kekhilafahan. Orang yang mampu berarti harus paham syariah dan ilmu pengelolaan pemerintahan, meskipun tidak atau belum berderajat Mujtahid.

Dengan ukuran objektif ini, Ahok tak bisa menjadi Khalifah karena non muslim. Risma tak bisa jadi Khalifah karena perempuan. Affatar tidak bisa jadi Khalifah, karena belum baligh. Dan seterusnya.

Kedua, ukuran subjektif, maksudnya siapapun yang telah memenuhi syarat objektif yakni Muslim, laki-laki, dewasa, berakal, merdeka, adil, dan memiliki kemampuan untuk mengemban amanah Kekhilafahan, baru menjadi Khalifah jika dipilih Umat. Umat secara subjektif, berdasarkan kehendak dan pilihannya, dapat memilih dan menentukan siapa calon yang akan dibai'at menjadi Khalifah.

Pertanyaan selanjutnya, siapa orang yang memenuhi syarat objektif dan subjektif? Mengingat, tak ada pribadi seperti Rasulullah atau minimal seperti sahabat RA.

Untuk menjawab pertanyaan ini, harus dipahamkan bahwa kita hendak mendirikan Kekhilafahan bukan Kenabian. Khilafah adalah sistem manusiawi, bukan sistem ilahiah, sehingga tak membutuhkan seorang Nabi sebagai pemimpinnya.

Yang dibutuhkan dari Umat ini adalah mencontoh Nabi SAW. bukan menjadi Nabi SAW. Nabi SAW mendirikan sholat, umat Islam dapat mencontoh dan mendirikan sholat. Meskipun bukan dipimpin imam seorang Nabi SAW, tetapi sholat berjamaah kaum muslimin telah sah sepanjang mencontoh Nabi SAW.

Itu artinya, yang dibutuhkan adalah calon Khalifah yang meneladani Rasulullah SAW, bukan Khalifah yang memiliki sifat sama Persis seperti Rasulullah SAW yang ma'shum.

Lagipula, umat ini aneh. Ketika yang dibahas calon Presiden, meskipun tukang tipu, pembohong, khianat masih saja dianggap sah menjadi Presiden. Begitu membahas Khilafah, kenapa Khalifahnya harus seperti Nabi Muhammad SAW.?

Khalifah yang dimaksud bukanlah Nabi, bukan pula Rasul, karena kenabian dan kerasulan telah berakhir. Namun benar, bahwa Khalifah tersebut haruslah orang yang taat dan meneladani kepemimpinan Rasulullah SAW sebagaimana diwariskan kepada para sahabat RA.

Pertanyaan semakin menukik, jadi siapa yang akan menjadi Khalifah? Jawabnya, siapa saja yang memenuhi syarat objektif dan subjektif. Siapakah dia? Jawabnya, orang yang memiliki kapasitas dan kapabilitas menjalankan kekhilafahan Islam. Siapakah dia? Orang yang paham Khilafah dengan segala seluk beluknya.

Kurang spesifik, siapa orangnya? Baiklah, saya jawab, Hizbut Tahrir menawarkan Amir Hizbut Tahrir yakni Syekh Ato' Abu Rusytoh sebagai calon Khalifah. Beliau, memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk mengemban tugas kekhilafahan.

Apakah beliau yang akan dibaiat menjadi Khalifah? Terserah Umat, jika Umat menghendaki, memilih beliau, dan ridlo dengan sistem Kekhilafahan dimana beliau akan bertindak sebagai Khalifahnya, maka dibai'at lah beliau dan dengan demikian demi hukum Khilafah tegak berdiri. [].

Posting Komentar

0 Komentar